Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekasih Halal
"Baiklah, jika kamu tidak mau ikut aku ke tk, lebih baik kamu turun dari taksi ini, Vid!" Usir Bella.
"Tidak! Kamu tidak boleh menemui Vina! Cepat jalan Bang," perintah David pada supir taksi.
"Berhenti!" bentak Bella.
"Baik! Jika kamu tidak mau turun! Aku yang turun!" sambung Bella, kemudian ia buka pintu mobil. Sampai di bawah, tanganya melambai kepada tukang ojek yang mangkal di samping rumah sakit. Ojek pun melaju meninggalkan tempat itu.
"Oh my god..."David memijit pelipisnya rasanya kepalanya mau pecah menghadapi ulah istrinya. Antar ke apartemen acc Bang," ujar David.
"Baik Tuan," taksi itupun meluncur cepat.
Sementara tukang ojek hanya dalam waktu 10 menit sudah sampai di depan pagar sekolah. Setelah turun dari motor dan membayar nya. Bella berdiri di depan pagar.
"Boleh saya masuk Pak" tanya Bella kepada satpam.
"Ada keperluan apa Bu?" tanya satpam menyelidik. Jika tidak terlalu terlalu penting maka satpam tidak akan mengijinkan masuk.
"Mau ada urusan dengan TU tk Pak, saya belum membayar SPP," Bella mengarang cerita. Dan pada akhirnya satpam mengijinkan Bella masuk.
********
"Siapa yang tahu... hari ini, hari apa?" tanya guru tk wanita yang sedang mengajar.
"Hari senin..." jawab anak-anak serentak termasuk Afina.
"Betul... tapi masih ada lagi, selain hari senin, hari apa ayo tebak..." guru mengulangi.
"Kata Bunda saya, peringatan hari Ibu. Bu guru...," jawab Afina, sebelum berangkat tadi, Sabrina bercerita mengenai hari ibu sambil membantu Afina memakai kerudung.
"Pintaarrr..." bu guru mengacungkan jempol.
"Ayo... siapa yang mau nyanyi ke depan..." bu guru berjalan mendekati muridnya satu persatu.
"Sayaaa..." beberapa anak mengacungkan jari.
"Baiklah... sekarang giliran Alma yang maju," bu guru menuntun Alma ke depan.
Kasih Ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa.
Hanya memberi tak mengharap kembali.
Bagai sang Surya menyinari dunia.🎶.
"Tepuk tangan untuk Alma..." seru bu guru.
Plok plok plok.
"Sekarang siapa yang punya cerita seru dengan ibu di rumah, ayo maju ke depan, ceritakan agar teman-teman mu mendengar," kata guru.
"Saya Bu," Afina pun maju kedepan.
"Cerita aku tentang Bunda. Aku bertemu dengan Nya sejak aku tk nol kecil. Kami mempunyai nama yang hampir sama. Sabrina dan Afina," Fina mengingat pertama bertemu dengan ibu sambungnya.
"Aku dengan Bunda mempunyai kesukaan yang sama. Kami sama-sama suka kucing, suka menggambar. Suka bernyanyi dan masih banyak lagi," celoteh Afina.
Bunda aku selalu mengajarkan agar aku jadi anak yang mandiri, anak yang shaleh." Afina menceritakan secara detail apa yang selalu ia lakukan dimanapun berada dengan Sabrina.
"Nah... Fina dengan Bunda kan sama-sama suka bernyanyi, pernah tidak? Afina bernyanyi bareng Bunda?" tanya bu guru kemudian.
"Penah, suara Bunda bagus," jujur Afina.
"Coba Afina sekarang bernyanyi lagu yang pernah di nyanyikan bersama Bunda agar teman-teman mendengarkan," titah guru.
Kata mereka diriku selalu dimanja.
Kata mereka diriku selalu ditimang.🎶
"Tepuk tangan untuk Afina..."
Plok plok plok.
********
"Pril, gw duluan ya" kata Sabrina sambil mengemas buku kuliah memasukkan ke dalam tas.
"Buru-buru amat sih loe! Mau kemana sih?" sungut Prily. Ia belum sempat ngobrol sebab begitu Sabrina datang tadi pagi, langsung masuk jam kuliah.
"Loe kayak nggak tahu saja, gw sekarang tuh sudah punya buntut Pril, nggak bisa seperti dulu lagi," Sabrina heran, baru kemarin seharian bersama di rumah, tapi Prily sudah ingin ngobrol.
"Okay Nyonya Adnan, gw mengerti, kalau gitu gw mau samperin Kevin ke kampus nya," Prily cekikikan sambil berlalu.
"Oh iya In, mendingan kita bareng saja yuk" Prily mengajak Ina berboncengan motor.
"Tapi tadi suami gw janji mau jemput Prily, nanti kalau kesisipan jalan bagaimana?" Sabrina tampak berpikir.
"Ciee ciee... sekarang sebutannya. Suami gw. Hahaha," bukan Prily jika tidak selalu menggoda sahabatnya.
"Huh! Meledek saja terus," sungut Sabrina.
"Ayo, jangan banyak mikir nyonya Adnan" Prily menarik lengan Sabrina.
Mereka pun kemudian berjalan cepat keluar dari kelas. Prily segera setarter motor. Hanya lima menit di perjalanan sudah sampai di universitas kedokteran. Dimana kantor Adnan berada.
"Terimakasih ya Pril" ucap Sabrina begitu turun dari motor.
"Sama-sama, sampai besok ya,"
"Okay..." Sabrina segera berjalan menuju kantor suaminya. Ia tidak perduli jika di perhatikan para mahasiswa yang sedang beristirahat.
Tok tok tok
"Masuk..."
Ceklak.
Sampai di dalam Sabrina menatap pria yang sedang mengetik di depan komputer. Walaupun netranya tertuju kepadanya namun tanganya terus mengetik. Membuat Sabrina kagum, ternyata suaminya sudah begitu ahli tetap bisa mengetik tanpa lihat hurup.
"Assalamualaikum..." ucap Sabrina.
Sabrina memberi kejutan suaminya di kantor. Sebab sebelum kuliah tadi sudah berjanji akan menunggu dihampiri ketika hendak menjemput Afina di sekolah bersama.
"Waalaikumsallam..."
"Loh In, sudah sampai disini? Kamu numpang apa?" Adnan terkejut.
"Bareng Prily, kenapa? Cemburu lagi," sindir Sabrina sambil berjalan menuju dimana Adnan duduk.
"Ina... bukan begitu..." Adnan kembali menatap komputer.
"Sini duduk dulu" Adnan menepuk kursi di sampingnya. Ia rupanya masih sibuk bekerja.
"Perasaan aku tadi belum lama duduk, tapi kamu sudah selesai kuliah," Adnan mengeryitkan kening.
"Nggak boleh, aku masuk nih?" Sabrina hendak duduk tetapi ragu-ragu.
"Hehehe... sini dong..." Adnan meraih tangan putih dan mulus itu mengecupnya lalu melingkarkan tangan di pundak Sabrina.
"Kan aku sudah bilang Mas, cuma kuliah pagi, sekarang sudah hampir jama 10 loh," Sabrina mengingatkan suaminya. "Pasti kalau aku nggak kesini bisa telat menjemput Afina," tebak Sabrina.
"Ayo kita berangkat" Adnan segera mematikan komputer.
"Mas, makanya besok aku boleh bawa motor sendiri ya, biar jika kemana-mana cepat, tidak harus menunggu Mas di jemput," usul Sabrina. Ia sekarang sudah punya motor seseuai janjinya Abdul sang Ayah telah membelikan motor.
Adnan tampak berpikir. "Besok kita pikirkan lagi, lebih baik kita berangkat, tapi sebelumya aku minta asupan energi dulu," jawab Adnan mengulum senyum.
"Masukan energi, maksud nya isi bensin? Tadi pagi kan sudah beli Mas, masa sudah habis? Tanya Sabrina polos.
"Tadi pagi mobilnya yang di isi, sekarang giliran aku yang butuh bensin," Adnan terkekeh, lalu menarik tengkuk Sabrina lembut. Mata mereka saling bertemu, wajahnya hampir nempel. Ya. Wajah cantik ini yang sering membuat Adnan dimakan api cemburu, membuat Adnan selalu merindu. Rindu dengan kekasih halalnya.
Adnan memajukan wajah, menyambar bibir merah tanpa polesan itu dan terjadilah suting felm sebelum akhirnya berangkat.
"Mas..." Sabrina malu-malu.
"Hehehe... kamu masih malu saja, kita kan sudah sering melakukan lebih dari ini,"
Aksi suting felm selesai Adnan mengait jemari Istri nya lalu kedua manusia dewasa itu menuju parkiran.
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello