Valeria bahagia ketika sang adik, Cantika diterima sebagai sekertaris di sebuah perusahaan. Setelah 3 bulan bekerja, Cantika menjalin hubungan dengan pimpinannya.
Ketika Cantika mengenalkan sang pimpinan kepada Valeria, dia terkejut karena pria itu adalah Surya, orang yang dulu pernah menjalin cinta dengannya sewaktu SMU, bahkan pernah merenggut keperawanannya.
Apakah yang Valeria lakukan selanjutnya? Apa yang akan terjadi pada mereka? Apakah hubungan mereka akan berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 31
Hari menjelang sore, aku diijinkan Bu Magda untuk menemani Surya hari ini, itu pun si Surya yang meminta ijin padanya. Office boy kantorku mengantarkan kunci ruang apartemen untuk Surya.
Dia memintaku untuk membantu membersihkan ruangan itu. ruangannya sebesar ruanganku. Bedanya dapur kosong, tidak ada peralatan memasak. Hanya ada tempat tidur, sofa dan televisi.
Aku mengambil lap, sapu dan alat pel lalu mulai membersihkan ruangannya. Surya pun ikut membersihkan, dia memakai kaos oblong warna putih bersih dan celana pendek warna kuning. Baru kali ini aku melihatnya memakai pakaian santai itu, lucu banget.
Sesudah beres, semua terlihat rapi dan bersih, dia menyeletuk,
"Yuk, main suami-istrian,"
Aku melotot, "Maksudmu apa? Konyol."
"Maksudku, nanti kalau aku butuh apa-apa kamu datang bikinin," katanya santai.
"Enak aja, gurih amat," ujarku sewot.
"Ya kan di sini ga ada dapur lengkap, mana aku sendirian di sini, kalau aku perlu apa-apa, kamu harus tanggung jawab," rengeknya dengan nada manja dibuat-buat.
"Yang tadi bilang mau nginepnya di sini siapa? Dasar kolokan."
Heran, orang kayak gini jadi boss di perusahaan ternama. Lama-lama kesel, tapi geli juga iya. Kutahan ketawaku melihat tingkahnya.
Dia mendengus lalu duduk dan membuka gawainya, kutinggalkan dia sendiri, lalu masuk kembali ke ruanganku, membawa lap, sapu dan alat pel tadi.
Petang hari, setelah mandi, aku melihat ada nomor tidak dikenal melakukan panggilan tak terjawab, siapa ya? Kuabaikan dulu, nanti kalau penting, pasti dia telepon lagi.
Dering telepon terdengar lagi, kulihat nomor itu lagi.
"Halo," ucapku menyambutnya.
"Halo, Val, ini nomorku yang baru, ya?"
Kudengar dua dengung suara dari telepon dan kucari satunya lagi. Oh, Surya dengan memegang gawai di telinganya udah berdiri di ambang pintu yang ternyata telah dia buka sewaktu aku mengangkat teleponnya.
Ih, apa lagi sih, tiap kali ga bisa deh anteng gitu, ga bikin ulah. Kumatikan panggilan itu.
"Ngapain ganti nomor?"
"Menghindari teror, lagian nomorku ga bisa kan dipakai di Jerman."
"Iya sih, tapi teror dari siapa?" bingung, selama ini kayaknya dia ga punya musuh.
"Ya adikmu, lah."
Aku membelalak, "Lalu apa yang kamu bilang sama Cantika?"
"Lagi ada acara sama keluarga di Jerman, trus jangan hubungi dulu karena acara pernikahan saudara, dilanjut dengan acara pertemuan keluarga besar."
"Bohong banget, awas ya?" ancamku.
"Trus, kamu mau apa, mau bilang kalau kita lagi ketemuan?" tantangnya seolah tahu kekuatiranku.
Kututup pintu selagi dia masih di ambang pintu itu, dia bergerak mundur. Takut terjepit juga ternyata.
***
Malamnya dia mengajakku berbelanja. Ternyata memang dia mau ayam kecap.
Akhirnya aku mengalah, dengan syarat dia yang pegang kemudi, aku navigatornya. Kami menuju ke supermarket yang berada di pusat keramaian kota. Baru kali ini aku berbelanja dengan Surya, dia memegang trolley dan mengikutiku mengitari supermarket, tapi hebatnya dia tidak sedikitpun mengeluh.
Aku menatap nanar saat dia berdiam lama membaca tulisan di sebuah snack. Ada rasa perih berdesir di dada, aku tetap lah seorang kakak yang tidak tega jika merebut kekasih adikku, meski hati ini benar-benar ingin bersorak riang saat bersamanya, kelucuannya, kekonyolannya, kenapa juga Tuhan malah selalu mempertemukan kami secara intens.
Kuambil nafas panjang, menghembuskan pelan, meredakan rasa sesak yang kembali menjalar di dada ini. Dia berhasil menumbuhkan cinta itu kembali setelah 11 tahun mengering, bahkan sekarang subur dan harus tersembunyi di kedalaman hati.
***
Kami kembali dari supermarket, dia membawakan belanjaanku, membawa masuk ke dapur dan meletakkannya di tempat sayuran. Aku tersenyum, dia seorang pria yang mau mengamati dan memperhatikan sesuatu secara detail. Dia tahu di mana harus meletakkan sesuatu, tidak sembarangan.
Aku mulai memasak pesanan boss, dia menunggu sambil menonton televisi, sesekali dia tertawa terbahak-bahak dengan acara di televisi. Setelah satu jam, masakan selesai, kami makan bersama di depan televisi.
"Enak, besok aku mau sup sosis dan sambal," ujarnya mulai bossy lagi.
"Tadi ga bilang sekalian," kesalku.
"Kan besok tinggal belanja, aku antar, aku bayarin, aku bawain. Ga susah kan, kamu tinggal masak aja." dia nyerocos seenaknya.
"Ya kamu aja sendiri belanja, aku kan besok harus berangkat kerja."
Dia manyun, "Aku ga tau lah yang harus dibeli apa aja."
"Nanti aku bawain catatan," ujarku sambil mengangkat alis, menunggu apa lagi jawabannya.
"Ga mau ah, ga mudeng." ujarnya lagi.
Ihhh pengen rasanya mencubit apa aja asal kena kulitnya, tapi nanti malah jadi mesra. Aku kan harus jaga jarak.
Setelah makan, dia mengambil piring kotorku, lalu beranjak ke tempat cuci piring dan mencucinya tanpa disuruh. Kadang dia menyebalkan, tetapi kadang ada baiknya juga.
Udah, Val. Cukup. Jangan terlampau tinggi perasaanmu itu, nanti jatuhnya sakit.
berharap anaknya ga cacat semoga, berkali-kali mencoba digugurin 😌😩