Harap bijak dalam memilih bacaan, sebagian isi dalam konten ini berunsur dewasa 21+
Bagaimana jadinya jika satu minggu sebelum menikah, karena ulah jahil teman-temanmu. Kamu dengan tidak sengaja meniduri sahabatmu sendiri dan setelah pulang dari bulan madu, sahabatmu mengatakan kalau dia hamil anakmu.
Inilah kisah King Bryan anak dari pasangan Aline Gunawan dan Dannis Bryan, yang terpaksa harus menjadikan sahabatnya sendiri Ni Luh Putri anak dari Dewa Barata sahabat Ibunya, sebagai istri keduanya demi status anaknya.
"Katakan kalau kamu mencintaiku, maka aku akan mempertahankan mu." batin King dalam hati.
"Entah sejak kapan cinta ini mulai tumbuh, tapi sungguh aku tidak mau menjadi duri dalam pernikahanmu, biarlah ku bawa cinta ini pergi." batin Putri.
"Karena kita adalah sahabat dan selamanya akan menjadi sahabat, jadi mari kita bercerai." ucap Putri kemudian sembari menahan sesak di dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~4
Dengan tertatih Putri keluar dari Apartemen sahabatnya itu, rasa sakit di tubuh bagian bawahnya menandakan bagaimana dirinya dan sahabatnya itu semalam sudah bercinta lumayan lama untuk menuntaskan hasratnya karena obat sialan itu.
Tapi sekarang tidak hanya tubuhnya yang sakit, tapi hatinya lebih sakit dan hancur. Dengan keadaannya yang sudah tidak suci lagi, apa ada nanti laki-laki yang mau menjadi suaminya. Berpikir sampai sini tak terasa air mata yang sudah terkuras habis di kamar mandi tadi kini meleleh kembali.
Sesampainya di rumah, Putri langsung menangis sejadi-jadinya. Beruntung orang tuanya saat ini sedang berada di Bali, jadi mereka tidak mengetahui apa yang sudah terjadi padanya. Kalau saja waktu bisa di ulang, dia lebih baik ikut kedua orang tuanya saja dan tidak akan mengalami kejadian na'as itu.
Sedangkan King setelah menenangkan pikirannya, ia kembali ke rumahnya. "Kak." panggil Kalla dan orang tuanya bersamaan dengan wajah yang sangat khawatir.
"Kakak dari mana, semalam waktu aku kembali. Kata teman-teman Kakak mengantar Putri, bahkan nomer kalian tidak bisa di hubungi sampai sekarang ?" ujar Kalla.
"Maaf, bateraiku habis." sahut King sembari menunjukkan ponselnya yang mati.
"Aku mengantar Putri pulang ke rumahnya, setelah itu karena sudah malam aku nginep di Apartemen." sahut King beralasan.
"Kenapa tidak kamu ajak Putri ke sini saja, Nak. Bukannya orang tuanya sedang di Bali, kasihan dia sendirian di rumah." ujar Dannis dengan khawatir, dari dulu Dannis begitu menyayangi Putri. Mungkin karena dia tidak mempunyai anak perempuan.
"Dia nggak mau Pa." sahut King.
"Kalla, coba kamu lihat Putri di rumahnya." pinta Aline pada anak keduanya itu.
"Iya ini Kalla juga mau ke sana, Ma." jawab Kalla.
"Biar Aku saja yang ke sana." ucap King kemudian.
"Biar adikmu saja sayang, mulai hari ini kamu sudah harus di pingit." tolak Aline.
"Baiklah." sahut King tak bersemangat.
Beberapa saat kemudian, Kalla sudah berada di depan rumah Dinas Ayahnya Putri. Rumah bercat krem itu nampak sepi, berkali-kali Kalla memencet bel tapi sama sekali tak ada tanggapan. Lalu Kalla mencoba menghubungi ponsel Putri tapi tidak aktif dan akhirnya ia menyerah dan kembali pulang.
"Maaf, Kalla. Aku belum mau bertemu denganmu dulu, aku takut kamu melihat keadaanku yang seperti ini." batin Putri sembari melihat kepergian Kalla dari celah gorden jendela kamarnya.
Satu minggu kemudian
Sudah satu minggu ini King di pingit oleh kedua orang tuanya, ia terlihat sangat stres. Bukan stres karena di pingit atau tidak bisa bertemu dengan calon istrinya, tapi ia memikirkan keadaan sahabatnya yang sudah ia sakiti itu.
Ya sudah satu minggu ini Putri sakit, beruntung kedua orang tuanya langsung pulang dari Bali sore harinya setelah kejadian na'as waktu itu.
King merasa sangat bersalah, hati kecilnya ia ingin mengadu pada kedua orang tuanya, tapi ia juga mengingat bagaimana penolakan Putri waktu itu.
"Nak, kenapa belum bersiap-siap. 2 jam lagi acaranya segera di mulai." tegur Aline, ketika melihat anaknya itu masih duduk termenung di kamarnya.
"Ya Ma, sebentar lagi." sahut King.
"Kamu ada masalah sayang ?" tanya Ibunya yang merasa anaknya itu lebih pendiam.
"Nggak ada Ma, bagaimana keadaan Putri ?" tanya King.
"Sudah baikan sayang, sudah nggak demam lagi, asam lambungnya juga sudah baikan, tapi sepertinya ia tidak bisa datang ke acara nikah kamu." sahut Ibunya yang nampak kecewa.
"Aku mau mandi, Ma." ucap King sembari beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
"Baiklah, ini bajunya sudah Mama siapin." ucap Ibunya kemudian ia berlalu pergi.
"Akhhhhh." teriak King sembari meninju dinding kamar mandi, hingga nampak darah mengalir di dinding tersebut.
"Maafkan aku Put, maaf." gumam King dengan menyesal.
Disisi lain, Putri terlihat sangat pucat. Sejak kejadian malam itu, ia begitu depresi hingga ia menderita asam lambung dan juga demam.
"Nak, beneran kamu tidak ikut pergi ke pernikahannya King ?" tanya Anindya ibunya Putri yang sudah terlihat rapi dengan pakaian kondangan.
"Nggak Bun, Bunda sama Ayah pergi saja. Putri masih lemas." tolak Putri.
"Baiklah kalau begitu Ayah pergi dulu, kalau ada apa-apa cepat hubungi Ayah." pinta Dewa, Ayahnya putri yang terlihat gagah dengan jas yang sudah melekat di badannya.
"Hmm, hati-hati." sahut Putri.
"Maafkan aku King, berbahagialah. Biar ku simpan duka ini sendiri." batin Putri.
Sampai saat ini, Putri belum mau bertemu dengan King. Sebenarnya ia tidak sepenuhnya menyalahkan sahabatnya itu, karena waktu itu ia juga masih setengah sadar melakukan itu, tapi karena pengaruh obat perangsang itu yang lebih mendominasi nafsunya dari pada akal sehatnya.
Seandainya sahabatnya itu dalam posisi sendiri, mungkin ia akan menuntut pertanggungjawabannya, tapi Putri sangat tahu bagaimana King sangat mencintai kekasihnya itu. Karena tidak mungkin sahabatnya itu memutuskan untuk menikah di usianya yang baru menginjak 26 tahun kalau bukan karena cinta.
"Sayang, kamu sakit ?" tanya Gladys pada King, laki-laki yang baru beberapa jam itu menjadi suaminya.
"Nggak sayang, aku baik-baik saja." sahut King yang terlihat kurang bersemangat, ia nampak memaksakan senyumnya.
"Kalau begitu senyum dong, nggak enak tuh di lihatin sama tamu undangan." tegur Gladys.
"Iya, maaf ya. Sudah senyum ini." sahut King sembari tersenyum nyengir.
"Kalau gitu kan tampan." puji Gladys.
"Maafkan aku sayang, aku sudah menghianatimu." batin King sembari menatap nanar istrinya itu yang nampak cantik dengan gaun pengantin berwarna putih.
"Hey bro, selamat ya buat kalian semoga langgeng." ucap Kevin beserta Robby dan Endy.
"Terima kasih." sahut King dan Gladys bersamaan.
"Kok berkurusan Bro, kamu di pingit apa di penjara ?" celetuk Endy.
"Sialan, aku lagi diet tahu." ujar King sekenanya.
"Eh, Putri sudah datang belum. Sudah satu minggu ini ponselnya nggak aktif, sepi nih grup chat nggak ada doi ?" tanya Kevin sembari mengedarkan pandangannya untuk mencari sahabatnya itu.
Mendengar nama Putri di sebut, seketika tubuh King menegang. Hatinya begitu tidak tenang, rasa bersalahnya kembali muncul.
"Maafkan aku, Put. Seharusnya di hari bahagia ku, kamu bisa datang. Aku benar-benar sangat bersalah padamu." batin King dalam hati.
"Katanya sih dia sakit, masa gara-gara waktu itu sih. Sumpah aku merasa sangat bersalah banget." ucap Endy dengan mimik penyesalannya.
"Memang ada apa dengan waktu itu ?" tanya Gladys yang nampak penasaran.
"Nggak apa-apa sayang, kalian lebih baik cepat makan-makan sana." ucap King.
"Oke-oke, jangan lupa minum jamu buat tempur nanti malam." kelakar Robby sembari mengedipkan matanya pada King.
"Sialan." umpat King sembari menoyor teman-temannya itu.
Dari kejauhan, King melihat Dewa Ayahnya Putri berjalan ke arahnya. Perasaan bersalah dan takut mulai memenuhi pikiran dan hatinya saat ini, hingga ia nampak sangat pucat dan berkeringat dingin.
"King, ada apa dengan mu. Apa kamu tidak bahagia menikah denganku, maaf aku sudah memaksamu untuk menikahiku. Karena aku sangat takut kehilanganmu." batin Gladys sembari menatap suaminya itu yang tampak muram.