NovelToon NovelToon
Bintangku 2

Bintangku 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Kisah cinta masa kecil / Cintapertama / Keluarga / Cintamanis
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Sabana01

sambungan season 1,
Bintang kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya, tiba-tiba omanya berubah. ia menentang hubungannya dengan Bio

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bio: Malam yang Terlalu Panjang

Bio tidak ingat kapan terakhir kali ia menyetir tanpa tujuan.

Setelah meninggalkan hotel semalam, ia hanya menekan pedal gas dan membiarkan lampu-lampu kota lewat di kaca mobil seperti garis-garis cahaya yang tidak berujung.

Pikirannya penuh.

Penuh wajah Bintang.

Penuh kata-kata yang tidak ia ucapkan.

Penuh rasa sakit yang menyesakkan.

Ketika akhirnya mobil berhenti, ia baru sadar ia sudah berada di depan pagar rumah seseorang.

Ibnu.

Sahabat yang selalu jadi tempat pulangnya ketika dunia terasa terlalu berat.

Lampu teras masih menyala. Ibnu pasti belum tidur.

Bio turun dari mobil tanpa tenaga dan mengetuk pintu dua kali. Tidak lama pintu terbuka, dan Ibnu muncul dengan wajah setengah ngantuk, rambut acak-acakan.

“Bio?” Ia mengerjap. “Gila, jam berapa ini? Kenapa mukamu kayak habis kebanjiran?”

Bio tidak menjawab. Ia bahkan sulit bicara.

Tanpa tanya lagi, Ibnu membuka pintu lebih lebar. “Masuk.”

Bio duduk di sofa kayu panjang di ruang tamu. Ibnu pergi ke dapur sebentar lalu kembali membawa dua gelas air.

“Minum dulu.”

Bio baru sadar tenggorokannya seperti terbakar sejak tadi.

Ia minum setengah gelas sekaligus, lalu menunduk dengan tangan memegangi kepala.

Ibnu duduk di depannya, menatap lama.

“Oke,” katanya akhirnya. “Siapa yang nyakitin lo sampai begini?”

Bio menutup mata.

“Bintang.”

Jawaban itu membuat Ibnu menghela napas panjang, seperti sudah tahu tapi tetap kaget.

“Masalah apa lagi kalian berdua?”

Bio tertawa kecil—tawa sarkastik yang lebih terdengar seperti ingin menangis.

“Ternyata… papaku bisa dapat posisi di Rosmawati Group karena Bintang.”

Ibnu menegakkan duduknya. “Serius?”

“Nggak cuma itu.” Bio menggeleng pelan, rambutnya menutupi sebagian wajah. “Dia balik dari Inggris seminggu lalu. Gue baru tahu malam ini.”

Ibnu memaki pelan. “ parah sih.”

“Lo ngerti kan?” suara Bio serak. “Dia pacarku, tapi dia sembunyiin dua hal sebesar itu.”

Bio menarik napas panjang, tapi dada tetap sakit.

“Lo tau gue berusaha keras setahun terakhir cari posisi setara dengan Papa. Gue pikir dunia adil, gue pikir gue bisa banggain dia.”

Matanya tiba-tiba berkaca-kaca, Bio menunduk.

“Eh ternyata… dari dulu semua sudah dirapihin sama Bintang.”

Ibnu terdiam sesaat.

“Dan lo ngerasa kayak ditampar ego sendiri,” katanya pelan.

Bio mengusap wajahnya, mengakui tanpa kata-kata.

“Bio… lo sayang banget sama dia,” ujar Ibnu, bukan bertanya, tapi menyampaikan fakta.

Bio tertawa hambar. “Gue gila kali ya, jelas-jelas gue marah, tapi setiap gue tutup mata yang gue lihat cuma dia nangis.”

Suaranya pecah.

“Apa gue terlalu keras sama dia?”

Ibnu menggeleng. “Nggak. Lo cuma manusia.”

Tapi Bio tetap menunduk.

“Gue cuma…” ia menggigit bibir. “Gue cuma ingin dia percaya sama gue.”

Ibnu bersandar, menatap sahabatnya lama, lalu menyandarkan punggungnya, berpikir.

“Bintang pasti punya alasan. Tapi lo juga punya hak buat sakit.”

Bio tidak menjawab.

Ia hanya menutup wajah dengan kedua tangan, rasa lelah menjalar sampai tulang.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia benar-benar takut—

Takut kehilangan Bintang.

Ibnu akhirnya berdiri.

“Udah. Lo tidur sini. Gue siapkan kamar.”

“Gue nggak mau tidur.”

“Gue nggak nanya lo mau apa.” Ibnu memaksa dengan nada khasnya. “Lo butuh istirahat. Otak lo udah hancur.”

Bio tersenyum tipis—usaha kecil yang gagal menutupi kesedihan.

Dia bangun, mengikuti Ibnu menuju kamar tamu.

Sebelum masuk, Ibnu menepuk bahu Bio.

“Denger ya, Bio. Kalau lo masih mau sama Bintang, lo harus denger penjelasannya. Tapi kalau lo butuh waktu… ambil.”

Bio terdiam.

“Gue cuma takut satu hal, Nu.”

“Apa?”

“Kalau gue kasih dia waktu buat jelasin… nanti gue malah makin sayang sama dia.”

Ibnu tertawa pendek. “Lo udah kebangetan sayangnya, bro.”

Bio memejamkan mata, pahit.

“Makanya gue takut.”

Ia masuk kamar tamu dan duduk di tepi kasur. Lampu rumah dipadamkan satu per satu.

Ponselnya bergetar.

💜Syank, itu yang tertera di ponselnya.

Bio menatap layar itu.

Pesannya pendek, tapi cukup membuat dada Bio seperti diremas kuat-kuat.

Aku nggak bisa tidur. Aku kangen kamu. Tolong balas, walau cuma satu kata.

Bio meremas ponselnya.

Ia ingin membalas.

Sangat ingin.

Tapi ada bagian di dirinya yang masih marah, masih takut, masih belum siap mendengar suara Bintang. Masih belum siap patah hati dua kali dalam satu malam.

Ia meletakkan ponsel itu di meja samping.

“Maaf,…” bisiknya.

“Untuk malam ini, aku nggak bisa.”

Dan akhirnya, Bio menjatuhkan tubuhnya di kasur.

Untuk pertama kalinya, ia tidur tanpa mengirim pesan “good night” pada satu-satunya orang yang selama ini selalu ia jaga.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!