NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS

ACADEMY ANIMERS

Status: tamat
Genre:Akademi Sihir / Fantasi Isekai / Anime / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Reinkarnasi / Tamat
Popularitas:203
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

👑 Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Aftermath of Chaos

Beberapa hari setelah bentrokan brutal di gerbang belakang, kehidupan belajar di Academy Animers kembali berjalan-setidaknya di permukaan. Indra, Evelia, Miku, dan Akihisa kini menjalani hari-hari mereka sebagai murid baru, menghadiri kelas dengan sistem pengamanan yang ditingkatkan, dan untungnya, tanpa gangguan langsung dari Araya Yamada maupun 'tradisi' gila yang diluncurkannya.

Namun, ketenangan itu bersifat sementara, dan hanya berlaku untuk sang Ketua OSIS. Masalah baru mereka datang dalam wujud Nina Yamada. Meskipun sudah 'dikalahkan' dan disembuhkan, obsesi Nina terhadap Indra justru semakin kuat. Saat Indra dan Evelia sedang berjalan bersama di lorong yang kini ramai, suara melengking Nina tiba-tiba terdengar dari belakang.

"Oh, lihat! Pangeranku sedang berjalan dengan gadis biasa," seru Nina dengan nada mengejek. Nina Yamada muncul, mengenakan seragam akademi dengan modifikasi yang memperlihatkan auranya yang memberontak, langsung melesat ke sisi Indra.

Evelia yang berjalan di sebelah Indra, langsung memasang wajah masam. Ia sungguh membenci kehadiran Nina. "Pergi sana, Nina! Jangan ganggu kami! Kami sedang dalam perjalanan ke perpustakaan untuk belajar," desis Evelia, mencoba menarik lengan Indra menjauh darinya.

Tetapi Nina lebih cepat. Dengan seringai yang menyeramkan, ia meraih lengan Indra yang satunya. "Belajar? Pangeran tidak perlu belajar! Pangeran harus dihibur! Ayo, Indra! Aku akan mentraktirmu di kafe. Lupakan si pengganggu ini."

Terjadilah tarik-menarik. Evelia menarik ke kanan, Nina menarik ke kiri. Indra, yang lelah dengan situasi konyol ini, hanya menghela napas pasrah. "Bisakah kalian berdua berhenti? Aku bukan barang mainan," keluh Indra. Sementara itu, Akihisa dan Miku hanya bisa mengikuti dari belakang, menyaksikan drama tarik-menarik antara Ketua Kelas yang manis dan Psikopat yang posesif itu.

"Ini adalah bagian dari 'tradisi' aneh akademi ini, mungkin?" bisik Akihisa pada Miku, yang hanya bisa menggelengkan kepala. Akhirnya, dengan kekuatan fisik yang lebih besar, Nina berhasil menarik Indra lepas dari genggaman Evelia dan menyeretnya pergi dengan tawa kemenangan, meninggalkan Evelia yang merengut kesal di lorong.

Evelia menyaksikan Nina menyeret Indra menjauh, dan rasa frustrasinya berubah menjadi kemarahan. Ia berbalik tajam ke arah Akihisa yang sedari tadi hanya menyeringai. "Kenapa kau hanya tertawa, Akihisa?! Kau tidak lihat dia itu psikopat?! Kenapa kau seolah membela dia?!" bentak Evelia, nada manisnya hilang sepenuhnya.

Akihisa mengangkat bahu, masih tersenyum santai. "Hei, santai, Evelia. Nina itu cuma punya energi berlebih. Lagipula, dia adalah villain di 'tradisi' akademi ini. Tanpa dia, kan jadi membosankan. Anggap saja hiburan gratis," jawab Akihisa tanpa beban. Miku hanya menyikut Akihisa, merasa sedikit bersalah.

Evelia mendengus kesal. "Hiburan? Dia menyeret teman kita! Kalian berdua terlalu santai!" Tanpa membuang waktu lagi, Evelia berlari kencang mengejar Indra dan Nina. Ia berhasil menyusul mereka di persimpangan koridor.

"Lepaskan dia, Nina!" teriak Evelia. Ia menarik lengan Indra dengan sekuat tenaga, berhasil melepaskan genggaman Nina. Tapi Nina hanya tertawa. "Dasar gadis lemah!" Dengan dorongan yang tiba-tiba dan keras, Nina mendorong Evelia hingga terjatuh di lantai marmer, membuat buku-buku yang dibawa Evelia berhamburan.

Melihat Evelia terjatuh karena didorong, Indra yang tadinya hanya pasrah kini merasakan gelombang kekesalan yang nyata. Tatapannya kembali dingin dan tajam. Ia melepas paksa lengan Nina dari dirinya, kali ini tanpa basa-basi. "Cukup, Nina," ujar Indra dengan suara rendah, penuh peringatan.

Indra mengabaikan Nina yang terkejut, berbalik ke arah Evelia. Ia berlutut di sebelah Evelia, membantunya bangkit, dan mengambil buku-bukunya. "Kau baik-baik saja?" tanyanya lembut. Tanpa menunggu jawaban, Indra menggandeng Evelia. "Ayo. Kita ke perpustakaan," katanya, menariknya menjauh dari Nina. Nina Yamada, ditinggalkan sendirian, memasang ekspresi kesal yang mengerikan. Ia menatap punggung Evelia dengan mata mendidih. "Gadis pirang sialan... Aku bersumpah, aku akan membunuhnya," gumam Nina dalam suara rendah, janji gelap itu tersembunyi di balik senyum tipisnya yang dingin.

Sampainya di perpustakaan, kelompok itu segera mencari sudut yang tenang di antara rak-rak buku tua. Miku, yang merasa bersalah atas kelakuan Akihisa, segera meminta maaf kepada Evelia. "Maafkan Akihisa, Evelia. Dia memang suka terlalu santai," ujar Miku sambil menjewer telinga Akihisa dengan gemas.

Akihisa meringis kesakitan. "Aduh, Miku! Sakit! Aku cuma mencoba mencairkan suasana. Lagipula, kita kan tidak mati!"

Evelia memandang Akihisa dengan tatapan tajam. Ia kembali menegaskan kejadian mengerikan beberapa hari yang lalu. "Mencairkan suasana?! Akihisa, kita hampir dibunuh beberapa hari yang lalu, dan kau hampir mati di kelas! Ini bukan game!" Evelia menarik napas kasar, masih terpengaruh dengan emosi yang campur aduk.

Indra yang duduk di sampingnya, tetap terdiam. Ia melihat betapa tertekannya Evelia. Dengan gerakan halus, ia menggenggam tangan Evelia untuk menenangkannya. Sentuhan itu memberikan sedikit kehangatan, dan Evelia melunak. Air matanya sempat menetes, tetapi ia segera mengusapnya dengan punggung tangan. "Aku... aku baik-baik saja," bisiknya, meskipun suaranya masih bergetar.

Miku, menyadari betapa seriusnya situasi ini, berdiri tegak. "Baiklah, kita harus berhenti bertengkar. Kita perlu tahu siapa musuh kita. Aku akan jelaskan apa yang aku tahu. Pertama, Araya Yamada," ujar Miku, nadanya menjadi serius. "Dia bukan hanya Ketua OSIS, dia yang mendanai dan merekayasa 'tradisi' ini. Kekuatannya luar biasa, dan dia dingin, kejam, dan sangat cerdas."

"Lalu bagaimana dengan adiknya, Nina? Dia psikopat, kan?" sela Akihisa. Miku mengangguk. "Ya, Nina Yamada. Dia sangat kuat, tapi dia hanya pion kesayangan Araya. Obsesinya pada kekerasan membuatnya tak terduga. Dan yang terakhir, kalian harus waspada pada tangan kanan Araya: Kizana Shoujin. Dia adalah ahli strategi dan mata-mata. Dia yang menjalankan semua perintah kotor Araya di balik layar." Indra menyimak setiap detail dengan saksama, rahangnya mengeras.

Miku menghela napas, pandangannya beralih ke Evelia. "Ada hal lain yang perlu kalian tahu, terutama kau, Indra. Sebelum kau dan Akihisa bergabung, Kizana Shoujin-tangan kanan Araya-pernah mencoba mendekati Evelia," jelas Miku. "Dia bukan pendekatan romantis, tapi lebih seperti pengintaian. Kizana tahu Evelia adalah Ketua Kelas dan punya pengaruh. Tapi Evelia tidak pernah menanggapinya serius, dan aku selalu ada di sisi Evelia, jadi dia tidak pernah punya kesempatan untuk mengancam."

Indra merasakan sedikit rasa kesal dan cemburu muncul di benaknya. Mengapa Kizana harus mengincar Evelia? "Pria itu... berani sekali," gerutu Indra, mencengkeram tangan Evelia lebih erat. Evelia tersenyum tipis dan meremas balik tangan Indra. "Tenang, Pangeran Mahkota," bisik Evelia menenangkan. "Aku tidak pernah tertarik pada pengikut psikopat. Aku cuma fokus untuk tetap hidup, tahu?"

Miku melanjutkan, beralih ke aturan game yang mereka ketahui. "Kita harus sangat hati-hati. Yang tidak bisa kita lakukan adalah mencari perlindungan ke guru-mereka semua pro-Araya. Yang bisa kita lakukan adalah bertahan, bersembunyi, dan menghindari pertarungan besar yang tidak perlu. Akademi ini adalah labirin kekuatan, dan kita harus bermain cerdas."

Indra mendengus, aura es tipis menyelimuti tangannya. "Kekuatan tidak akan jadi masalah. Aku bisa menggunakan kekuatanku untuk melawan Araya secara langsung," tawar Indra. "Kita bisa menjebaknya dan mengakhiri tradisi gila ini sekarang."

Miku menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Tidak, Indra. Itu tidak akan cukup," bantah Miku. "Kau kuat, ya, sangat kuat. Tapi Araya sangat jenius. Dia tidak hanya mengandalkan kekuatan murni; dia mengandalkan strategi, politik, dan jebakan. Jika kau menantangnya langsung, kau akan jatuh ke dalam perangkap yang sudah dia siapkan sejak lama. Kita harus mengakali dia, bukan melawannya dengan brute force."

Miku menoleh ke Evelia dengan ekspresi khawatir. "Dan setelah apa yang terjadi tadi... Evelia, aku khawatir kau sekarang adalah target utama Nina. Perkelahian tadi sudah mengunci kebenciannya padamu. Dia akan mengira kau menghalangi jalannya untuk mendapatkan Indra. Nina bisa saja mencelakaimu kapan pun saat kita semua tidak fokus. Kita harus selalu bersama, mulai sekarang."

Indra mengangkat tangan, memotong alur penjelasan Miku. Ia menatap teman-temannya dengan ekspresi serius yang jarang ia tunjukkan. "Dengar," katanya. "Meskipun aku ini adalah pewaris tahta, di sini aku hanya murid. Dan yang terpenting, aku adalah teman kalian. Jadi, aku minta kalian semua berhenti memanggilku Pangeran Mahkota. Panggil saja Indra."

Miku dan Akihisa saling pandang, lalu mengangguk serempak. "Baik, Indra!" jawab Akihisa dengan senyum lebar. Miku menambahkan, "Tentu, Indra. Itu lebih baik." Namun, Evelia tidak merespons. Ia hanya menopang dagunya di atas tumpukan buku, matanya yang ungu terfokus sepenuhnya pada Indra dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Indra merasakan pipinya sedikit menghangat di bawah tatapan intens itu. Ia kembali menunjukkan sedikit sikap tsundere-nya. "Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Indra, mencoba terdengar cuek padahal ia salah tingkah. "Apa ada yang salah dengan wajahku?"

Evelia memiringkan kepala. "Tidak ada," jawabnya dengan suara lembut. "Aku hanya ingin saja menatapmu. Kenapa? Apa tidak boleh?" Senyum kecilnya membuat Indra benar-benar tak bisa berkata-kata, dan ia hanya bisa berdeham untuk menutupi kegugupannya.

Miku, melihat interaksi itu, tersenyum jahil. Ia segera mengubah topik. "Baiklah, Indra," ucapnya menekankan nama itu. "Setelah hari yang panjang ini, apa kalian semua ada rencana setelah pulang dari akademi? Kita perlu memastikan semua orang aman." Indra dan Akihisa kompak menggeleng. "Tidak ada," jawab Indra. "Aku mungkin hanya akan bersantai di kamar."

"Bagus," kata Miku dengan nada yang tiba-tiba tegas dan penuh rencana. "Kalau begitu, kita atur. Akihisa, kau antarkan aku pulang. Dan Indra," Miku menoleh ke pangeran itu dengan senyum penuh arti, "Karena Evelia adalah target Nina, dan dia sudah melindungimu, kau yang harus mengantar Evelia pulang. Itu adalah tanggung jawabmu, Pangeran... maksudku, Indra."

.

.

.

..

.

.

Saat hari mulai gelap dan bel pulang Academy Animers berbunyi nyaring, para siswa berhamburan, kembali ke rumah masing-masing. Di antara kerumunan, Evelia berjalan beberapa langkah di belakang Indra, membiarkan pangeran itu memimpin jalan.

Indra, yang merasa sedikit tidak nyaman dengan posisi itu, berbalik. "Kenapa kau berjalan di belakangku?" tanyanya. "Kau di depan saja. Lagipula, kau yang tahu di mana pintu keluar ini." Evelia tersenyum geli. "Aku tidak tahu di mana kendaraanmu. Lagipula, bukankah kau yang harus melindungiku, Pangeran?" Indra menghela napas, akhirnya mengalah. "Baiklah, baiklah. Kalau begitu, mari berjalan bersebelahan."

Saat mereka berjalan berdampingan melewati lorong yang sepi, Evelia membuat gerakan cepat. Ia menyelinapkan tangannya ke lengan Indra dan menggandengnya erat-erat. Jantung Indra langsung berdebar. Ia bisa merasakan wajahnya memanas.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Indra, suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya. Evelia hanya tersenyum puas. "Aku cuma mempraktikkan saran Miku, katanya aku harus selalu dekat denganmu agar aman," jawab Evelia polos, meskipun tujuannya yang sebenarnya-melihat Indra salah tingkah-berhasil sepenuhnya.

Di area parkir yang didominasi oleh kendaraan canggih, Miku mengamati sebuah sepeda motor sport mewah yang mencolok: Ducati Panigale V4 S 2025 berwarna merah menyala. "Itu dia, Miku! Kendaraanku!" seru Akihisa bangga, menunjuk motornya. "Ini punya mesin Desmosedici Stradale V4, fairing aerodinamis terbaru, dan tentu saja, suspensi elektronik Öhlins."

Miku terkekeh geli. "Wow, Akihisa. Kau sangat berpengetahuan," katanya sambil mengangkat alis. "Apa kau baru saja membaca brosurnya?" Akihisa tertawa keras. "Hahahaha... Ayo, naik, Miku! Kita tinggalkan kekacauan Akademi ini untuk malam ini!" Miku naik ke jok belakang, melingkarkan tangannya di pinggang Akihisa, dan mereka berdua melesat meninggalkan Akademi, meninggalkan Indra dan Evelia dalam momen kebersamaan mereka yang canggung namun manis.

...

...

Indra dan Evelia akhirnya tiba di area parkir Akademi, sebuah labirin yang kini didominasi oleh mobil dan hovercraft mewah. Indra masih merasa canggung dengan lengan Evelia yang melingkar erat di lengannya. Ia mencoba menarik lengannya dengan halus, berharap Evelia melepaskannya.

"Evelia, kita sudah sampai di sini," kata Indra, mencoba bersikap santai sambil menunjuk deretan mobil.

Namun, Evelia justru mengeratkan gandengannya dan menyandarkan kepalanya sedikit di bahu Indra. "Aku tahu, Pangeran. Tapi ini kan untuk keselamatanku," jawabnya dengan nada polos yang menyembunyikan kenakalan. Indra menghela napas pasrah-ia tahu tidak ada gunanya melawan tekad Evelia. Ia terpaksa melanjutkan langkahnya, wajahnya sedikit memerah.

Langkah mereka berhenti di samping sebuah mobil sport yang tampak menonjol di antara yang lain: sebuah Nissan GT-R R36 berwarna putih mutiara yang mengilap, memancarkan aura kecepatan dan kekuatan tersembunyi.

"Wow," gumam Evelia, matanya berbinar. Ia akhirnya melepaskan gandengannya sejenak untuk mengagumi mobil itu. "Mobilmu sangat cantik, Indra. Aku tidak menyangka seorang Pangeran Mahkota mengendarai mobil secepat ini."

Indra yang kini kembali merasa sedikit tenang, hanya berdehem. "Mobil hanya alat transportasi, Evelia," jawabnya, meskipun ada nada bangga dalam suaranya. Ia kemudian bergerak cepat, membukakan pintu penumpang untuk Evelia. "Silakan masuk."

Evelia tersenyum lembut dan masuk ke dalam mobil. Indra mengitari mobil dan duduk di kursi pengemudi. Mesin V6 twin-turbo dari GT-R meraung pelan, siap meninggalkan tempat kekacauan itu. Dengan lampu utama yang menyala terang, mereka berdua akhirnya berangkat, meninggalkan gerbang megah Academy Animers yang diselimuti kegelapan malam.

.

.

..

.

.

....

.

.

.

.

Perjalanan meninggalkan Akademi terasa tenang, tetapi tiba-tiba Evelia memecah keheningan. "Indra, bisakah kita mampir sebentar?" pintanya lembut. "Antarkan aku ke Taman Elysion." Indra hanya mengangguk, mengubah rute GT-R putihnya tanpa banyak bertanya.

Tak lama kemudian, mereka tiba di Taman Elysion, sebuah taman kota yang mewah dengan patung-patung bercahaya dan pepohonan buatan yang indah. Mereka memarkir mobil di area sepi, lalu duduk berdampingan di kap mobil yang masih hangat, menikmati angin malam yang sejuk. Evelia menatap gemerlap cahaya kota di kejauhan.

"Aku tidak percaya aku ada di sini," Evelia memulai, suaranya pelan. "Aku masuk Academy Animers, sekolah yang penuh dengan anak-anak bangsawan dan orang-orang super berbakat. Kedua orang tuaku hanya pemilik supermarket kecil. Aku bahkan tidak punya kekuatan sekuat yang lain. Aku merasa... tidak pantas berada di sana."

Indra menoleh, tatapannya lembut dan tulus. "Itu tidak benar, Evelia," bantahnya. "Kau memang bukan petarung terkuat, tapi kau adalah sosok yang kuat dan tegas. Kau Ketua Kelas, dan semua teman di kelas, bahkan yang paling bringas sekalipun, menghormati dan mendengarkanmu. Itu kekuatan yang jauh lebih langka daripada sihir."

Evelia terkekeh, menerima pujian itu dengan rona merah di pipinya. "Hanya kau yang mengatakan itu," katanya sambil mengulurkan tangan dan mengelus kepala Indra dengan gemas. "Tapi terima kasih." Ia menarik tangannya, pandangannya kembali serius.

"Sebenarnya, aku sangat takut dan gelisah dengan semua kekacauan ini, apalagi setelah Nina mengincarku," ucap Evelia. "Tapi begitu aku dekat denganmu, aku merasa sangat nyaman dan aman." Ia memandang Indra, matanya penuh harap. "Kizana Shoujin... dia pernah menyatakan cintanya padaku. Tentu saja aku menolaknya, dan aku sangat berharap dia kali ini berhenti menggangguku. Jadi, Indra," Evelia menarik napas, "bisakah kau melindungiku? Mulai dari sekarang?" Indra memandang mata ungu Evelia, dan meskipun ia tsundere, ia tidak bisa menolak permintaan tulus itu. Ia hanya mengangguk pelan. "Baiklah, Evelia."

.

.

.

.

.

.

.

....

.

.

Keheningan yang nyaman menyelimuti Indra dan Evelia di atas kap mobil, di bawah langit Taman Elysion. Indra menarik napas dalam, sadar bahwa ia harus mengatakan sesuatu sebelum momen ini hilang. Meskipun ia biasanya cuek, perasaannya terhadap Evelia telah berkembang cepat di tengah kekacauan Akademi.

"Evelia," panggil Indra, suaranya sedikit tegang. Ia berbalik sepenuhnya menghadap gadis itu. "Aku tahu ini mendadak, terutama setelah semua kegilaan di Akademi. Tapi... aku merasakan sesuatu. Ada semacam... love sparkle setiap kali aku melihatmu." Indra merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. "Jadi... apa kau mau menjadi kekasihku?"

Evelia menatap mata merah menyala Indra. Alih-alih menjawab, ia tersenyum tipis dan memutuskan untuk "bermain sedikit," mencoba menguji ketulusan pangeran tsundere di depannya. "Kekasihmu?" tanyanya, nadanya dibuat sedih. "Tapi Indra, kau adalah Pangeran Mahkota. Aku hanya seorang gadis dari kalangan bawah, orang tuaku hanya memiliki supermarket. Aku tidak punya kekuatan besar. Apa kau yakin, aku pantas menjadi kekasihmu?"

Wajah Indra langsung berubah serius, ia memotong ucapan Evelia tanpa ragu. "Aku tidak peduli tentang itu! Itu tidak penting!" tegas Indra, menggenggam kedua tangan Evelia. "Aku tidak peduli apa pekerjaan orang tuamu, atau seberapa kuat dirimu. Yang aku pedulikan adalah kau. Aku hanya ingin kau berada di sisiku. Jadi, ya atau tidak?"

Evelia tersenyum lembut, hatinya luluh. "Ya, Indra. Aku mau," jawabnya. Namun, ia kembali menggoda Indra dengan pertanyaan sebelumnya. "Tapi, kau sungguh tidak masalah dengan latar belakangku yang biasa saja?" Indra mendengus, matanya bergerak-gerak malu-malu, dan ia mencondongkan tubuhnya ke depan. "Tidak masalah," bisiknya, suaranya mengecil. "Asalkan... kau tahu... kau masih segel dan fresh."

Mendengar kata-kata malu-malu Indra, Evelia tertawa lepas. Ia sangat gemas melihat tingkah pangeran yang biasanya dingin itu. "Indra, kau ini! Tentu saja! Aku masih perawan, dan kau yang pertama. Tenang saja," jawab Evelia. Ia lalu mendekatkan wajahnya, mendekap kedua pipi Indra dengan gemas dan menciumnya sekilas, membuat Pangeran Mahkota itu membeku karena terkejut dan bahagia.

Evelia melepaskan ciuman singkatnya, wajahnya berseri-seri dan pipinya sedikit merona. Ia memandang Indra yang masih terpaku, matanya terbelalak, seolah baru saja melihat sihir paling langka di dunia. Evelia terkekeh lembut.

"Indra," godanya dengan suara bergetar karena tawa, "apa... apa ini ciuman pertamamu?"

Indra, yang biasanya dingin dan tenang, kini sepenuhnya kehilangan ketenangan. Ia memalingkan wajahnya sedikit, rasa malu yang intens membuatnya kesulitan berbicara. Ia hanya bisa mengangguk pelan, gerakannya kaku. Reaksi Indra membuat Evelia semakin gemas.

Evelia menyandarkan dirinya lebih dekat ke Indra, nadanya berubah menjadi lebih nakal. "Tenang saja, Pangeran," bisiknya, menekankan kata itu. "Ini juga pertama kalinya untukku." Ia kemudian tersenyum menawan, matanya berbinar di bawah cahaya bulan Taman Elysion. "Dan karena aku dua tahun lebih tua darimu, serahkan saja semuanya kepada Kakak Perempuan ini, ya?"

Godaannya yang penuh percaya diri itu berhasil membuat Indra melupakan rasa malunya. Indra menoleh ke Evelia, ekspresi malu-malunya menghilang digantikan oleh tatapan penuh gairah yang intens. Ia memegang lembut wajah Evelia, tidak ingin lagi menyia-nyiakan momen itu.

Di atas kap mobil Nissan GT-R di bawah langit malam Crown City, mereka berdua kembali mendekat. Kali ini, tanpa ragu atau godaan, Indra mencium Evelia dengan lembut, mengunci janji mereka sebagai pasangan di tengah keindahan dan kekacauan yang akan mereka hadapi bersama di Academy Animers.

...

...

1
Dòng sông/suối đen
Susah move on
IND: betul 😭😭
total 1 replies
Kaylin
Bagus banget, sarat makna dan emosi, teruskan thor!
IND: akan ada lanjutannya Shirayuki Sakura judul nya nanti
total 1 replies
Dzakwan Dzakwan
Duh, seru euy! 🥳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!