Alleta, seorang gadis penurut yang kepolosannya dimanfaatkan oleh sang kakak dan ibu tirinya.
Di malam sunyi itu, sebuah pil tidur seketika mengubah kehidupannya 90 derajat.
Ia terpaksa harus dinikahi oleh seorang pria yang terjebak bersamanya, pria yang sama sekali tak pernah ada dalam tipe suami yang dia idamankan, karena tempramennya yang terkenal sangat buruk.
Namun, pria sekaligus suami yang selama ini selalu direndahkan oleh warga desa dan dicap sebagai warga termiskin di desa itu, ternyata adalah seseorang yang statusnya bahkan tak pantas untuk dibayangkan oleh mereka yang memiliki status sosial menengah ke bawah.
Alfarezi Rahartama, pria luar biasa yang hanya kekurangan izin untuk mengungkap identitas dirinya.
Bagaimanakah reaksi keluarga Alleta setelah tahu siapa sosok menantu yang mereka remehkan itu?
Dan lalu bagaimanakah reaksi Alleta sendiri apabila dia tahu bahwa pria yang menikahinya adalah tuan muda yang disegani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marnii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Davina Tak Berkutik
"Alleta, kenapa malah melamun di situ? pergi siapkan makan malam sana!" tegur Davina yang melihat Alleta berdiri di depan pintu kamarnya dengan gaun yang masih belum diganti.
"Kenapa bukan Rahel saja yang masak? Aku lelah hari ini."
Alleta tidak bohong, seharian menjadi pengantin dan menyalami para tamu tentu saja melelahkan.
"Sejak kapan kamu berani suruh Rahel masak? Rahel itu calon pramugari, kalau sampai kulitnya kena minyak panas atau kena pisau, kamu mau tanggung jawab?" Davina melotot marah pada Alleta, dan gadis itu pun menghela napas, ikut kesal dengan sikap ibu tirinya.
"Bukankah lauk catering masih ada? Kenapa kita tidak makan yang itu saja?"
Seketika Davina meleparkan sebuah benda pada Alleta dengan geramnya, dan beruntung Alleta sempat mengelak. "Kamu pikir aku akan menyuruhmu masak jika catering itu masih ada?" Kali ini Davina tampak benar-benar sangat marah.
Alleta mengerutkan alisnya tak percaya Davina akan semakin semena-mena setelah ia berani melawan.
Karena tidak ingin membangunkan ayahnya yang sedang tidur oleh pertengkaran itu, Alleta akhirnya dengan terpaksa mengalah.
"Baiklah, aku ganti pakaian dulu," ucapnya lesu.
"Dari tadi kek," gerutu Davina dengan wajah masam.
Ketika Alleta masuk ke kamar, ia melihat Alfarez sedang duduk sambil membaca sebuah buku, Alleta tak ingin mengganggu, ia bergegas ke arah lemari untuk mengganti pakaiannya.
"Kenapa belum mandi?" tanya Alfarez tanpa mengalihkan pandangannya pada buku yang ia baca.
"Mama suruh aku masak untuk makan malam terlebih dahulu," jawab Alleta, yang kini sudah tidak secanggung tadi, karena kekesalan Alleta terhadap ibu tirinya, Alleta pun melupakan segalanya, ia lupa bagaimana tadi Alfarez menggodanya, seolah tidak sedang terjadi apa-apa di antara mereka barusan.
Alfarez menutup bukunya dan berlalu keluar sembari berkata. "Mandilah, biar aku yang bereskan makan malam."
"Kamu bisa masak?" tanya Alleta dengan cepat sebelum pria itu lenyap di balik pintu.
Alfarez tidak menjawab apa lagi menoleh, ia hanya mengisyaratkan dengan mengangkat tangannya tanda agar Alleta tak perlu banyak bicara.
Alleta pun tak ingin banyak berpikir, ia segera meraih jubah mandi miliknya untuk segera mandi.
Ketika Alleta keluar dan hendak masuk kamar mandi, ia melihat Alfarez sedang sibuk mencuci beberapa sayur dan memotongnya, gerakan tangan pria itu saat memotong, bahkan lebih mahir darinya, seolah Alfarez sudah terbiasa dengan hal itu.
"Kamu beneran sungguh bisa masak?" tanya Alleta sekali lagi, dan kini Alfarez menatap ke arahnya tanpa berhenti memotong, bibir pria itu tersenyum tipis, entah apa maksudnya, apakah dia sedang menggoda Alleta? Kalau memang iya, maka itu berhasil, Alleta bergegas masuk kamar mandi sambil memegangi dadanya yang mulai terasa tidak aman.
****
"Wah, ada siapa ini yang di dapur?"
Alfarez menoleh pada sumber suara, ibu mertuanya kini sedang melipat tangan di depan dada tersenyum sinis padanya.
Alfarez tidak menggubrisnya, menganggap itu hanya sebuah angin lalu, dan itu berhasil membuat Davina menggertak geram, ia paling benci diabaikan ketika sedang bicara.
"Apa maksudmu mengabaikan ibu mertuamu bicara? Kamu tidak takut jika sampai aku tak memberimu makan di rumah ini?" sinisnya.
"Saya makan atau tidak, sepertinya tak ada urusannya dengan Anda," jawab enteng Alfarez.
Namun, ocehan Davina terus-menerus mengganggu konsentrasi Alfarez, sehingga pria itu pun menancapkan pangkal pisau di tangannya ke atas talenan, suaranya cukup keras hingga membuat wanita paruh baya itu tersentak.
"Saya dengar Anda sudah menjual Alleta pada orang yang tak dikenal, apa itu benar?" Kini Alfarez mulai serius dan menatap tajam pada Davina.
Kali ini tatapan Davina bahkan kalah, ia sampai mengalihkan pandangan tak ingin menatap Alfarez secara langsung.
"Percaya atau tidak, saya bisa saja melaporkan Anda atas tindakan perdagangan manusia," lanjut Alfarez dan Davina semakin gemetar.
"Dengan tuduhanmu yang tak berdasar, apakah kamu berpikir polisi akan menindak lanjuti laporanmu?" Davina berusaha untuk tetap tenang, ia memberanikan diri menatap mata Alfarez yang bagaikan sebuah kutukan baginya.
"Apa Anda berpikir saya bodoh? Apa perlu melapor jika saya tak memegang cukup bukti?" Alis Alfarez terangkat sinis menatap Davina, dan kali ini wanita tua itu tak dapat berkutik, ia tak berani menjawab, apa lagi untuk beraksi secara berlebihan.
Alfarez kembali mendekat, dan Davina reflek mundur ketakutan. "Saya tak ingin lagi mendengar Anda memerintah Alleta sesuka hati di rumah ini, jika sampai terdengar di telinga saya bahwa Anda bersikap lancang padanya, saya tidak akan pernah sungkan pada siapa pun itu."
Suara Alfarez yang berat menekankan setiap kata yang penuh ancaman, Davina semakin tak berani untuk menjawab, bola matanya terus terbelalak dengan sikap waspada.
"Menu makan malam, saya serahkan pada Anda, tidak keberatan, 'kan?" Alfarez menyunggingkan senyum sinis dan berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Davina yang masih mematung, berusaha sadar dari shock yang menyerang tiba-tiba.
Melihat Alfarez kembali lebih cepat, Alleta tersenyum dalam hati, ia sudah menduga bahwa pria itu pasti tidak dapat melakukannya.
"Dia pikir memasak itu pekerjaan yang mudah," batin Alleta yang tanpa sadar juga tersenyum. Sialnya Alfarez malah melihatnya.
"Apa dia sedang meledekku?" pikir Alfarez.
Pria itu pun mendekati Alleta yang sedang memilah pakaian di lemari untuk ia pakai.
Melihat sekilas Alfarez mendekat, ia sedikit waspada, apakah akan terjadi sesuatu lagi? Memikirkannya saja membuat Alleta merinding.
"Apa kau cukup bahagia setelah meledekku?" ujar Alfarez tepat di belakang Alleta.
"A-aku tidak sedang meledek siapa pun," jawab Alleta terbata tanpa menoleh pada pria sekaligus suaminya itu.
"Benarkah? Jadi menurutmu, aku yang salah?"
Setiap kata yang keluar dari mulut Alfarez, selalu berhasil membuat Alleta berdebar kencang.
"Apakah aku harus mengingatkanmu kembali bagaimana caramu tersenyum menatapku barusan?" Kali ini suara Alfarez semakin dekat, bahkan bibirnya hampir menyentuh telinga Alleta sehingga wanita itu semakin bergidik ngeri.
"Sepertinya aku harus memberimu pelajaran karena berani meledekku." Bersamaan dengan kalimat yang keluar, tangan Alfarez menarik pengikat jubah mandi yang melingkar di pinggang Alleta.
Alleta reflek segera menutup dadanya yang hampir terlihat, jika saja ia sedang tidak memunggungi pria itu, Alfarez tentu saja sudah melihat semuanya.
"A-apa yang kamu lakukan?" Alleta berbalik badan menatap Alfarez dengan kesal.
Alfarez tersenyum tipis memerhatikan wajah kesal Alleta, tidak menakutkan sama sekali.
"Apa kau sedang marah?" tanya Alfarez.
"Iya, aku sangat marah," jawab Alleta dengan cepat.
"Wajah seperti ini yang kau sebut sedang marah? Ck, aku melihatnya lebih seperti orang yang sedang menahan diri untuk buang air besar."
Alleta mengernyit tipis menatap punggung Alfarez yang berbalik badan, belum sempat ia pulih dari rasa kesal itu, Alfarez malah kembali melontarkan kalimat yang membuatnya semakin terpaku.
"Tenang saja, tubuhmu bukan tipeku."
"Apa? Lalu barusan itu apa?" Alleta berteriak dalam hati, ingin sekali ia meremas rambut pria itu jika tak mengingat dirinya yang masih waras.
Hai, jangan lupa beri komentar dan sarannya ya!
Terimakasih.
Saya Author Marnii, suka Durian dan Mangga, serta suka menulis tentunya. Buat kalian yang sudah bersedia mampir dan memberikan dukungan, semoga sehat selalu, diperlancar rezekinya.
Kapan-kapan aku sapa lagi ya, udah terlalu panjang soalnya /Scowl/