NovelToon NovelToon
Kau Lah Cinta Terakhir Ku

Kau Lah Cinta Terakhir Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Time Travel / Cinta Terlarang
Popularitas:810
Nilai: 5
Nama Author: Thalireya_virelune

Aku, Ghea Ardella, hanyalah seorang gadis pecinta sastra,menulis mimpi di antara bait-bait senja,
terobsesi pada harapan yang kupanggil dream,dan pada seorang pria yang kusebut my last love.

Dia, pria asal Lampung yang tak pernah kusentuh secara nyata,hanya hadir lewat layar,namun di hatiku dia hidup seperti nyata.

Aku tak tahu,apakah cinta ini bersambut,
atau hanya berlabuh pada pelabuhan kosong.

Mungkin di sana,ia sudah menggenggam tangan wanita lain,sementara aku di sini, masih menunggu,seperti puisi yang kehilangan pembacanya.

Tapi bagiku
dia tetaplah cinta terakhir,
meski mungkin hanya akan abadi
di antara kata, kiasan,
dan sunyi yang kupeluk sendiri.


Terkadang aku bertanya pada semesta, apakah dia benar takdirku?atau hanya persinggahan yang diciptakan untuk menguji hatiku?

Ada kalanya aku merasa dia adalah jawaban,
namun di sisi lain,ada bisikan yang membuatku ragu.
is he really mine, or just a beautiful illusion?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thalireya_virelune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

tuhan,ujian apa lagi?

Aku menatap langit-langit kamar, seolah mencari jawaban yang tak pernah kutemukan.

"Tuhan… apakah ini ujian cinta bagiku?" bisikku lirih dalam hati.

Aku bertanya-tanya, kenapa rasa sakit ini harus mampir kepadaku. Kenapa aku yang harus merasakan dikhianati, ditinggalkan, disakiti, berkali-kali oleh orang yang paling aku cintai,dan orang yang ku jadikan sebagai cinta terakhir.

Apa karena aku terlalu bodoh?

Atau karena aku terlalu mencintainya?

Aku menatap selimut yang kini berlumur bercak merah. Tanganku gemetar, tubuhku lemah, tapi hatiku lebih sakit daripada tubuhku.

Reza orang yang dulu kucintai setengah mati, yang kuberi seluruh hatiku, seluruh ragaku kini bahkan tak peduli ketika aku pendarahan karena ulahnya. Dia pergi, seolah aku bukan siapa-siapa.

Aku menarik napas panjang, tapi terasa sesak di dada. “Tuhan, apakah ini teguran-Mu? Teguran atas segala dosaku yang terlalu jauh mencintai manusia, sampai melupakan Engkau?”

Air mataku jatuh, tak bisa kutahan lagi. Aku merasa hancur, merasa kotor, merasa tidak pantas.

Mungkin ini cara Tuhan mengingatkanku, bahwa cinta manusia itu fana, tapi cinta Tuhan abadi. Tapi tetap saja, luka ini terlalu berat untuk kutanggung sendirian.

Aku hanya bisa memeluk diriku sendiri, berharap esok masih ada cahaya yang bisa menyelamatkanku dari gelapnya luka ini.

Malam itu aku terperangkap dalam mimpi yang terasa begitu nyata. Aku berdiri di sebuah taman yang penuh bunga, tapi entah mengapa semua warna tampak pudar, seolah kehilangan nyawanya.

Di sana… aku melihat Reza. Ia berdiri, menoleh ke arahku. Senyumnya bukan lagi senyum hangat yang dulu menenangkanku. Kini tatapannya dingin, penuh jarak.

Namun, sebelum aku sempat berlari menghampirinya, sebuah sosok wanita asing menggenggam tangannya. Wajah wanita itu kabur, samar, tapi genggamannya pada Reza begitu erat, seolah menunjukkan bahwa dialah pemilik hati yang sebenarnya.

Reza menatapku lalu berkatam

"Jangan ganggu aku lagi. Dia orang yang aku cintai, bukan kamu, Ghea."

Aku terdiam. Air mataku jatuh deras tanpa bisa kutahan. Dengan suara bergetar aku memohon.

"Kenapa, Reza? Bagaimana dengan mimpi kita? Bagaimana dengan Celia?"

Namun ia justru tertawa, tawa sinis yang menusuk jantungku.

"Celia? Lo pikir gue mau punya anak dari cewek modelan kayak lo? Ngaca… ngaca dulu!"

Kata-kata itu menghantamku lebih keras daripada pisau. Tubuhku gemetar, kakiku lemas.

Belum cukup sampai di situ, Reza menatapku sekali lagi, lalu mengucapkan kalimat yang tak akan pernah bisa kulupakan seumur hidupku.

"Asal lo tau… lo itu cuma bahan nafsu."

Tiba-tiba aku terbangun. Pipiku basah, air mata masih menetes tanpa kusadari. Nafasku tersengal, seperti baru saja terseret keluar dari jurang yang dalam.

Aku melirik ke arah jam kecil di meja belajarku jarumnya tepat menunjuk pukul 02.00 dini hari. Sunyi,hanya suara detik jam yang menemani.

Aku menghela napas panjang. Hawa dingin menusuk hingga ke tulang, membuatku semakin merasa rapuh. Perlahan aku menarik selimut, mencoba menenangkan diri, meski bayangan mimpi itu masih melekat jelas di benakku.

Dengan sisa tenaga, aku memejamkan mata lagi. Membiarkan tubuhku terlelap, meski hatiku masih terasa perih.

Setelah mimpi itu, tidurku benar-benar hampa. Tak ada lagi bunga mimpi, hanya gelap yang terasa menekan.

Pagi harinya, dengan mata masih sembab, aku bangun perlahan. Seperti biasa aku mengenakan seragam, berusaha menutupi rasa letih di wajahku dengan senyuman tipis yang dipaksakan.

Aku melangkah ke meja makan. Aroma sarapan sudah tercium, namun perutku terasa kosong, enggan menerima apapun. Duduk di kursi itu, aku hanya menatap piring tanpa benar-benar punya selera.

Dalam hati aku berbisik, “Semoga hari ini aku kuat. Semoga aku bisa melewati semuanya tanpa runtuh lagi.”

“Kak, kenapa Kakak menangis?” tanya Bella pelan, menatapku dengan wajah polos.

Aku buru-buru tersenyum sambil menggeleng. “Siapa yang nangis? Kakak gak nangis kok,” jawabku berusaha menutupi.

Bella menatapku polos, lalu menunduk. “Tapi mata Kakak sembab…” gumamnya pelan.

Mama yang sedari tadi memperhatikan akhirnya ikut bicara.

“Iya, mata kamu bengkak, Sayang. Kenapa? Ada yang bikin kamu kepikiran?” tanya Mama, suaranya lembut tapi penuh rasa khawatir.

Aku menghela napas sebentar, berusaha menenangkan perasaan. “gak apa-apa, Ma. Kakak cuma kecapean belajar, mungkin makanya matanya jadi kayak gini,” jawabku seolah meyakinkan.

Tania, mamaku, masih menatap dalam, seakan bisa membaca kebohongan kecil yang kusembunyikan. Tapi beliau hanya tersenyum tipis dan mengusap kepalaku.

“Kalau capek, jangan dipaksa ya. Mama cuma gak mau kamu nyimpen sendiri kalau ada apa-apa.”

Aku mengangguk, menunduk dalam diam, menelan rasa sesak yang kembali muncul.

Aku pun mulai makan, meski rasanya hambar sekali pagi itu. Setelah selesai, aku pamit pada Mama dan Bella.

Di depan rumah, sudah ada Yena yang menjemputku. Dia tersenyum ceria sambil melambaikan tangan.

“Ayo cepet, Key! Jangan sampai telat,” serunya.

Aku pun naik ke motornya. Kami berangkat bersama menuju sekolah, angin pagi menyapu wajahku. Walau hatiku masih terasa berat, setidaknya ada Yena yang selalu ada di sisiku.

Sesampainya di kelas, Yena langsung menatap wajahku dengan sorot penuh curiga.

“ghea kamu kenapa? Matamu bengkak. Kamu nangis ya?” tanyanya pelan.

Aku buru-buru menggeleng, memaksa bibirku melengkung.

“Gak apa-apa kok,” jawabku dengan senyum palsu yang terasa berat.

Yena menatapku dengan wajah sedikit cemberut.

“Kamu kenapa semalem gak balas chat aku?” tanyanya penuh rasa ingin tahu.

Aku terdiam sejenak, baru ingat kalau semalam aku terlalu sibuk dengan telepon dari Reza sampai lupa membalas pesan Yena.

“Eh ada yang tibak -tibak nelepon aku,” jawabku agak gugup.

“Siapa? Tumben banget ada yang nelepon malem-malem,” desak Yena, matanya menyipit curiga.

Aku menunduk, berusaha menyembunyikan gelisahku. “Reza…” bisikku pelan.

“Reza?!” Yena kaget sampai suaranya sedikit meninggi. “Cowok itu?,Dia balik lagi ngehubungin kamu?”

Aku mengangguk pelan. “Iya habis itu pergi lagi.”

Yena menatapku tajam, penuh rasa tidak percaya. “Terus kenapa dia ngehubungin kamu ? kalau akhirnya pergi lagi?”

Aku menarik napas berat, lalu menunduk. “Dia cuma,,cuma pakai aku, Yen. Setelah selesai, dia pergi. Seolah-olah aku ini cuma objek, bukan manusia"

Yena menghela napas panjang, menahan emosi. “Udahlah, ghe, Lupain dia. Dia itu bukan cowok baik-baik. Kamu cuma bakal makin sakit kalau terus kasih dia ruang.”

1
Maira_ThePuppetWolf
Ceritanya bikin aku merasakan banyak emosi, bagus bgt thor! 😭
Luna de queso🌙🧀
keren banget thor, aku suka karakter tokohnya!
PsychoJuno
Lanjutkan kisahnya segera ya, thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!