NovelToon NovelToon
KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

Status: tamat
Genre:Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Gadis bernama Yasmin yang baru pindah ke desa, setelah coba tinggal di kota dan tidak nyaman, dia tinggal di rumah sang nenek, Yasmin seorang gadis yang mandiri, ceria diluar, namun menyimpan sebuah duka, bertemu dengan Ziyad seorang dokter muda yang aslinya pendiam, tidak mudah bergaul, terlihat dingin, berhati lembut, namun punya trauma masa lalu. bagaimana kisahnya.. sedikit contekan ya.. kita buat bahasa seni yang efik dan buat kita ikut merasakan tulisan demi tulisan..

yda langsung gaskeun aja deh.. hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Bab 2

Pagi itu Desa Tembung terbangun dalam sisa hujan semalam. Jalan tanah masih basah, memantulkan cahaya lembut matahari yang baru naik dari balik bukit. Aroma tanah liat yang lembap bercampur wangi dedaunan basah memenuhi udara. Burung-burung kecil beterbangan rendah, seakan menikmati kesejukan yang jarang bertahan lama di desa ini.

Yasmin duduk di beranda rumah neneknya, menatap embun yang menempel di rerumputan halaman. Secangkir teh panas mengepul di tangannya, menghangatkan pagi yang agak dingin. Matanya menatap kosong ke arah jalan kampung, seakan menunggu sesuatu. Atau seseorang.

Semalaman ia sulit tidur. Peringatan Nek Wan terus bergema di kepalanya.

Ziyad… anak baik, tapi dia menyimpan rahasia besar. Bisa menyeret siapa pun ke dalam masalah.

Rahasia besar. Kata-kata itu membentuk bayangan tak jelas, tapi cukup kuat untuk membuat dadanya berdebar. Apa sebenarnya yang disembunyikan Ziyad? Mengapa neneknya sampai memberi peringatan seolah itu bahaya yang nyata?

“Min, kau melamun lagi?” tanya Nek Wan parau, pandangannya menelisik.

Yasmin menoleh. Neneknya duduk di kursi bambu tua, menenun tikar pandan. Wajahnya tampak teduh, tapi ada gurat muram yang tak bisa sepenuhnya disembunyikan.

“Tidak, Nek. Cuma… memikirkan hujan semalam,” jawab Yasmin sambil tersenyum ragu.

Nek Wan berhenti menenun, menatap cucunya dengan mata yang dalam. “Hujan semalam atau orang yang meneduhkanmu dari hujan itu?” sindirnya pelan.

Pipi Yasmin memanas. Ia menunduk cepat, menyesap teh agar tak perlu langsung menjawab. Namun diamnya justru membuat neneknya menghela napas panjang.

“Min… Nek tidak melarang kau berkenalan dengan siapa pun. Tapi ada hal-hal yang harus kau waspadai. Orang itu, Ziyad, dia bukan orang sembarangan. Ada masa lalu yang berat, yang tidak semua orang bisa pahami,” tutur Nek Wan sendu.

Yasmin menatap neneknya penasaran. “Apa maksud Nek? Masa lalu apa?” tanyanya hati-hati.

Nek Wan terdiam lama. Tangannya kembali sibuk dengan tikar, seakan sengaja menghindari tatapan cucunya. “Sudahlah. Jangan terlalu dalam mencari tahu. Kadang, tahu terlalu banyak justru membawa celaka,” ucapnya datar.

Yasmin menggigit bibirnya. Jawaban neneknya bukannya meredakan rasa ingin tahu, justru menambahnya. Semakin larangan diucapkan, semakin besar keinginan hatinya untuk mengungkap.

---

Siang menjelang, Yasmin memutuskan pergi ke warung kecil di ujung kampung untuk membeli beberapa kebutuhan. Jalanan mulai ramai dengan aktivitas warga: ibu-ibu membawa bakul sayur, anak-anak menenteng layangan basah yang gagal terbang kemarin sore, dan lelaki desa sibuk memperbaiki motor di depan rumah.

Saat ia hendak membayar belanjaannya, obrolan dua ibu-ibu di dekat pintu warung menarik perhatiannya.

“Kasihan betul ibunya si Ziyad itu, sudah lama sakit-sakitan. Anak itu rajin menjaganya, tapi mukanya selalu kelihatan muram,” bisik seorang ibu dengan nada prihatin.

“Memang… tapi orang bilang, sakitnya ibunya ada hubungannya dengan kejadian lama. Ah, entahlah. Orang kampung ini suka membesar-besarkan cerita,” sambung ibu lainnya lirih.

Yasmin pura-pura sibuk menghitung uang kembalian, tapi telinganya menangkap jelas. Kejadian lama? Apa maksudnya?

Saat ia melangkah keluar, matanya tanpa sengaja menangkap sosok Ziyad. Ia baru keluar dari apotek kecil di samping warung, membawa kantong plastik berisi obat-obatan. Wajahnya tetap dingin, namun ada gurat lelah yang nyata di matanya.

Yasmin ragu, tapi entah dorongan apa yang membuat kakinya melangkah mendekat.

“Dokter…” panggilnya hati-hati.

Ziyad menoleh, sedikit terkejut melihatnya. Tatapannya hanya sebentar, lalu kembali datar. “Belanja?” tanyanya singkat.

Yasmin mengangguk. “Iya. Dan dokter… belanja obat, ya?” sahutnya pelan, meski jelas terlihat dari kantong yang dibawa.

“Untuk Ibu,” jawab Ziyad singkat, suaranya berat.

Keheningan jatuh sejenak. Yasmin ingin bertanya lebih banyak, tapi lidahnya kelu. Akhirnya ia hanya berkata pelan, “Semoga cepat sembuh, ya, dok. Semoga Allah beri kesehatan,” ucapnya tulus.

Ziyad menoleh sekilas. Ada sesuatu di matanya, seolah rasa terima kasih yang tak bisa diucapkan panjang. “Aamiin,” sahutnya lembut.

Yasmin tersenyum kecil. Ada kehangatan samar di balik dinginnya lelaki itu. Namun sebelum ia bisa melanjutkan percakapan, Ziyad sudah melangkah pergi, meninggalkan jejak tanya di hatinya.

---

Sore hari, Yasmin berjalan sendirian di pematang sawah. Udara masih lembap, langit berlapis awan tipis yang dibiaskan cahaya jingga. Sesekali suara jangkrik dan katak dari persawahan mengisi udara.

Ia menoleh ke arah rumah besar bercat putih yang berdiri agak terpisah di ujung kampung. Itu rumah keluarga Ziyad. Dari kejauhan, jendela-jendelanya tertutup rapat, dan suasana di sekitarnya lebih sunyi dibanding rumah lain. Seakan menyimpan sesuatu.

Yasmin menggenggam selendangnya. Kata-kata Nek Wan, bisikan ibu-ibu di warung, dan tatapan letih Ziyad siang tadi berputar di benaknya.

Saat ia masih menatap, tiba-tiba pagar rumah itu terbuka. Ziyad keluar sambil membawa baskom berisi kain basah, mungkin cucian ibunya. Ia berjalan ke sumur di samping rumah. Gerakannya tenang, tapi ada kesungguhan yang membuat Yasmin terpaku.

Tanpa sadar, langkahnya semakin mendekat.

Namun sebelum ia bisa menyapa, terdengar suara seruan lirih dari dalam rumah. Suara perempuan tua, penuh rintihan. Yasmin berhenti seketika.

Ziyad menoleh cepat, tatapannya tajam. “Kenapa kau di sini?” tanyanya tegas.

Yasmin terperanjat. “A-aku hanya lewat… maaf kalau mengganggu,” balasnya gugup.

Sorot mata Ziyad melembut seketika, menyadari keterkejutannya sendiri. Ia menunduk sebentar, lalu menghela napas. “Jangan berdiri lama-lama di sini. Angin sore lembap, bisa buat sakit,” ujarnya lebih tenang.

Yasmin mengangguk, meski hatinya masih berdebar. Ada getaran aneh di balik ketegasan itu—antara rasa takut, penasaran, sekaligus kagum.

Ia melangkah pergi perlahan. Namun telinganya masih menangkap samar suara dari dalam rumah: lirih, penuh kesakitan… atau mungkin kesedihan.

---

Malamnya, Yasmin kembali duduk di beranda, ditemani lampu minyak yang temaram. Suara jangkrik bersahutan dari sawah, angin malam membawa aroma tanah basah yang masih tersisa.

Ia menatap langit gelap, pikirannya kacau. Tentang Ziyad. Tentang ibunya. Tentang rahasia yang semakin terasa nyata.

Nek Wan datang membawa segelas air hangat. Duduk di sampingnya, ia menatap cucunya dengan tatapan penuh arti. “Kau sudah mulai dekat dengan anak itu, ya?” tanyanya pelan.

Yasmin menelan ludah. “Aku hanya… penasaran, Nek. Dia terlihat berbeda dari yang orang-orang bicarakan. Dia baik, meski pendiam. Dan… ada sesuatu di matanya. Seperti dia menyimpan beban berat,” ucapnya ragu.

Nek Wan memejamkan mata sejenak, lalu membuka dengan pandangan muram. “Kau benar, Min. Dia menyimpan beban. Beban yang bukan miliknya seorang. Beban yang bisa menimpa siapa pun yang terlalu dekat,” tutur neneknya sendu.

“Kenapa, Nek? Apa yang sebenarnya terjadi?” desak Yasmin penasaran.

Nenek menoleh, tatapannya tajam menusuk hati Yasmin. “Rahasia keluarga itu… tidak untukmu. Jangan mencari tahu. Kalau kau sayang pada dirimu, jauhilah Ziyad,” ucapnya tegas.

Yasmin terdiam, dadanya sesak. Semakin neneknya melarang, semakin besar keinginannya untuk mengungkap.

Di kejauhan, suara gonggongan anjing terdengar samar. Malam semakin pekat, seakan ikut menyimpan rahasia yang enggan diungkap. Yasmin menggenggam erat selendangnya, hatinya bergejolak.

Dalam diam, ia tahu satu hal: ia tidak bisa berhenti di sini. Ia harus tahu. Tentang Ziyad. Tentang ibunya. Tentang rahasia besar yang membuat semua orang bicara dengan bisikan.

Namun ia juga tahu, jalan itu akan membawa dirinya lebih dekat pada lelaki yang mulai membuat jantungnya berdetak tak terkendali.

“Min…” suara Nek Wan lirih, hampir seperti doa. “Jangan biarkan hatimu terseret terlalu jauh. Karena sekali kau masuk ke dunia Ziyad, sulit untuk keluar lagi,” pesannya sendu.

Yasmin menunduk. Senyum tipis muncul di bibirnya, meski hatinya bergetar. “Mungkin aku sudah terlanjur melangkah, Nek,” bisiknya lirih.

Dan malam itu, di bawah langit gelap Desa Tembung, Yasmin sadar—perjalanannya baru saja dimulai.

Bersambung…

1
Nadhira💦
endingnya bikin mewek thorrr...
Babah Elfathar: Biar ga sesuai sangkaan, hehehe
total 1 replies
Amiura Yuu
suka dg bahasa nya yg gak saya temukan dinovel lain nya
Babah Elfathar: mkasi jangan lupa vote, like dan subscribe ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!