Maura seorang asisten pribadi, mendapati dirinya terperangkap dalam hubungan rumit dengan atasannya, Marvel-seorang CEO muda yang ambisius dan obsesif. Ketika Marvel menunjukkan obsesi terhadap dirinya, Maura terperangkap dalam hubungan terlarang yang membuatnya dihadapkan pada dilema besar.
Masalah semakin pelik ketika Marvel, yang berencana bertunangan dengan kekasihnya, tetap enggan melepaskan Maura dari hidupnya. Di tengah tekanan ini, Maura harus berjuang mempertahankan batas antara pekerjaan dan perasaan, sekaligus meyakinkan keluarganya bahwa hubungannya dengan Marvel hanyalah sebatas atasan dan bawahan.
Namun, seberapa lama Maura mampu bertahan di tengah hasrat, penyesalan, dan rahasia yang membayangi hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oveleaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
“Dia …."
Dave sengaja memberi jeda untuk mengejek Maura. “Dia sudah tidak bersamaku. Aku menurunkannya di—” Ia celingukan mencari nama jalan tempatnya berada.
Maura semakin panik melihat gelagat aneh pria itu. Bukankah dia sudah berjanji akan merahasiakannya!
Dengan cepat ia merebut ponsel Dave dan mematikan panggilan. Dave yang terkejut pun melotot hendak melayangkan protes, tetapi Maura lebih sigap menarik wajahnya dan membungkam bibir itu menggunakan bibirnya. Ia mengecupnya cukup lama sebelum akhirnya Dave mendorongnya dengan sangat kuat.
“Aku akan bersembunyi di rumahmu!” sambar Maura, sebelum Dave memakinya karena tindakan tidak terduga barusan. “Ayo kita ke rumahmu!”
Jantung Maura berdetak menggila, seperti akan keluar dari tempatnya. Ditambah, tatapan Dave yang sekan ingin mencabik-cabiknya. Hidung pria itu kembang kempis menahan amarah, dan Maura tahu seperti apa jika pria itu sedang marah. Ia harus berhati-hati karena mungkin saja dia menyimpan pistol di saku celananya.
“A-ayo kita ke rumahmu,” ulang Maura yang mulai salah tingkah.
“Aku bukan supir pribadi!” Dave melirik kursi sampingnya sebelum membenarkan posisi duduk kembali menghadap depan.
Tidak ingin membuat pria itu semakin marah, Maura merangkak dan melompat melalui tengah-tengah untuk sampai ke kursi depan. Ia mengembuskan napas panjang setelah memposisikan diri di sana. Menoleh pada Dave. “Kamu sudah tidak terlihat seperti supir pribadi lagi. Ayo jalan!” pintanya disertai senyum kaku.
Dave melajukan mobilnya tanpa kata, sementara Maura meringkuk memeluk lutut, memunggungi Dave dengan mata terpejam.
Berhadapan dengan Marvel, bungsu keluarga Maverick itu memang sangat melelahkan. Namun, hari ini jauh lebih melelahkan walau tidak dilalui dengan pergulatan ranjang seperti biasanya. Setiap mereka bertengkar, semua masalah akan selesai di atas ranjang.
Saat ini Maura tidak tidur. Di dalam kepalanya bertanya-tanya, apakah semua masalah ini akan selesai dengan cara yang sama?
“Kamu menculikku. Tidak takut Pak Marvel marah?” tanyanya tiba-tiba.
“Tidak ada yang menculik. Kamu yang memutuskan untuk ikut.” Dave menjawab dengan nada datar seperti biasanya. Entah, mungkin tadi dia kerasukan hingga bisa tersenyum dan terkekeh, Maura pikir begitu.
Wanita itu berdecak. “Terpaksa! Emangnya tidak takut Pak Marvel marah?” Ia mengulang pertanyaannya.
Dave tidak langsung menjawab hingga Maura kembali bersuara, “Bisa dibilang kamu mengkhianati Pak Marvel. Risikonya bisa sangat berbahaya.”
Menyadari apa yang baru saja ia ucapkan, Maura membuka matanya lebar-lebar dan berbalik menghadap Dave sepenuhnya. Ia seperti menemukan kepingan puzzle yang terselip di kepalanya. “Tidak mungkin!” pekiknya.
Dave tersenyum tipis, dan Maura jelas melihatnya. “Brengsek!” maki wanita itu.
“Tepat seperti yang ada di kepalamu.” Dave melirik Maura sekilas. “Pak Marvel menyuruhku untuk menemukanmu sebelum matahari terbit. Waktu yang sangat pendek untuk menyembunyikanmu. Terlebih, kamu sendiri tau risikonya … bisa sangat berbahaya.”
Maura menatap pria itu, berang. Bagaimana bisa dia ditipu dengan cara yang sangat licik seperti ini.
“Apa masalah ini juga akan selesai setelah kita menghabiskan waktu di atas ranjang? Seperti yang kulakukan dengan Pak Marvel selama ini?” tanyanya sungguh-sungguh. Ia tidak keberatan menyerahkan diri pada Dave jika hal itu bisa menyelamatkannya dari kegilaan Marvel.
Dave menginjak rem mendadak dan menepikan mobilnya. Ia melihat Maura dengan tatapan tidak bersahabat, berbanding terbalik dengan Maura yang terlihat sangat yakin dengan tawarannya.
“Aku bukan Pak Marvel!” jawab Dave dengan nada rendah penuh penekanan.
“Tentu bukan. Aku yakin kamu lebih baik dari dia. Karena itu, tidak masalah seandainya kita bercinta, bahkan menikah.”
“Kamu juga menggoda Pak Marvel dengan cara seperti ini?” Kening Dave mengerut, memberi tatapan jijik.
Hening. Maura tidak langsung membalas. Ia mengedip beberapa kali seolah mencerna pertanyaan itu.
“Kamu tau reputasiku. Aku sangat penurut. Aku bisa melakukan apa pun selagi kamu bisa menyembunyikan keberadaanku.” Maura tahu ucapan Dave tadi bukan sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Ia tidak memiliki kewajiban untuk menjawab, karena jawabannya akan sangat menyakitkan.
“Sinting!”
Dave handak kembali melajukan mobilnya, tetapi Maura menahan lengannya dan mendekatkan diri. Semua terjadi sangat cepat. Ia sudah berada di pangkuan Dave dengan bibir membungkam mulut pria itu, mempermainkannya dengan gerakan menuntut.
Maura bisa merasakan tubuh Dave menegang ketika tangannya meraba perut.
"Hentikan!" Dave mendorong tubuh Maura menggunakan tangan kanan hingga ciumannya terlepas, sedangkan tangan kirinya menahan tangan wanita itu. Mau tidak mau Maura memberi sedikit jarak di antara mereka. "Jangan bermain-main!" sentak Dave.
Maura sedikit tersipu, malu karena tingkahnya sendiri. Ia enggan disebut sebagai jalang, tetapi tingkahnya berkhianat.
"Kita bisa menyelesaikan segala hal dengan cara ini!" Maura kembali mendekatkan wajahnya, tetapi Dave masih sigap menahan.
Walau sebenarnya enggan, ia menuruti gerakan tangan Dave yang akan memindahkannya ke kursi sebelah, tempatnya duduk tadi.
Dave merapikan jas dan kemejanya yang berantakan seraya berkata, "Aku bukan Pak Marvel. Jangan menganggap aku sama sepertinya!" Ia mengulang kalimatnya, dengan sangat jelas.
Maura mencebikkan bibirnya, kesal. Ia tidak pernah ditolak dalam hal seperti ini, Marvel selalu menyambutnya walau sedang tidak dalam mood yang baik.
Ah, tentu saja. Orang di sampingnya ini bukan si bajingan Marvel!
"Lalu bagaimana? Kamu akan menyerahkanku?" tanya Maura hati-hati. Pasrah ketika pria itu kembali pada kebiasaannya yang irit bicara, dan melajukan mobil entah membawanya ke mana. Pun, kemungkinan besar ia sudah tahu jawabannya.
***
Marvel mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Jessica setelah mendapat telepon dari security kantor. Mereka menemukan CCTV yang bisa memperjelas keberadaan Maura. Ia nyaris murka setelah melihat rekaman itu.
Di sana jelas sekali Dave membawa Maura dan orang lain yang ia yakini sebagai salah satu karyawannya. Isi kepalanya berkecamuk dipenuhi pikiran-pikiran buruk tentang asisten pribadinya dan orang kepercayaannya yang mungkin bersekongkol. Atau malah, mereka sudah menjalin hubungan sebelumnya?
Entahlah, kepala Marvel sakit memikirkannya.
Masih dengan kepala bersungut-sungut, Marvel mendial nomor Dave. Ia hampir membanting ponselnya karena panggilan tidak kunjung dijawab. Setelah beberapa detik menunggu, ia bisa mendengar gumaman di sebrang sana.
“CCTV halte memperlihatkan dia masuk ke mobilmu!” desisnya, sedikit berteriak.
“Dia—” terdapat jeda cukup lama sebelum Dave melanjutkan, “dia sudah tidak bersamaku. Aku menurunkannya di—”
Tut!
Panggilan terputus.
Marvel melihat layar ponselnya. Terdapat notifikasi "panggilan diakhiri" di sana. Apa-apaan ini, orang yang ia percaya lebih dari tuhannya sendiri berani mempermainkannya?
"Sam!" teriaknya. Seorang pria bertubuh kekar bak binaragawan masuk ke dalam ruang scurity. "Cari tahu keberadaan Dave. Beri dia pelajaran, tapi jangan sampai mati!"
"T-tapi, Pak. Saya menemukan sesuatu ...." Sam memperlihatkan layar ponselnya.
"Dasar jalang!" murka Marvel setelah melihat layar itu.