NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:574
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berangkat ke kota

“Cepat, Di! Jangan lambat, nanti ketinggalan angkot. Ibu, nggak mau lama-lama di rumah ini. Sesak Ibu, apalagi melihat wajah istrimu itu.” Sinis Bu Sri menatap menantunya. Pagi, itu mereka akan berangkat ke rumah Herman di kota.

Lastri tetap diam, dia menahan gundah dalam hatinya. Lastri masih merasa bersalah sudah bicara seperti itu kepada ibu mertuanya kemarin. “Mas, Bu makan dulu, sebelum ibu berangkat. Aku sudah masak Bu. Biar ibu dan mas Adi tidak kelaparan di jalan.” Ucap Lastri dengan lembut.

Bu Sri hanya mendengus, dia duduk di kursi depan engan melihat ke wajah Lastri. “Ogah, nanti Ibu makan saja di warung mpok asih. Atau, di rumah Herman saja langsung, Ratna pasti sudah masak yang enak-enak untuk menyambut ibu.” Ucap Bu Sri.

Adi langsung menatap istrinya, dia mengelus punggung istrinya lembut, seolah meminta istrinya untuk sabar. “Tapi, ibu makan saja dulu Bu, daripada nanti keluar uang buat makan di Mpok asih. Kalau, makan di rumah Herman masih jauh Bu. Sampai sana ibu bisa kelaparan.” Pinta adi.

“Udah, jangan atur ibu! Mau makan di mana pun terserah ibu! Kalau kamu tidak mau keluar uang, biar pakai uang ibu saja! Tarik semua uang ibu di tabungan desa, buat bayar angkot sama makan di warungnya asih! Kamu, kan memang perhitungan sama Ibu, kamu itu cuma mau nurut saja sama wanita pembawa sial itu.” Ucap Bu Sri tanpa rem.

“Astaghfirullah, Bu… cukup Bu, aku ngak mau dengar keributan pagi ini! Yasudah, kalau itu maunya ibu aku nurut saja! Aku nurut, asal ibu nggak ngomong sembarang lagi tentang istriku!” Ucap Adi, lantas Lastri menatap ke arah suaminya. Walapun dia dihina oleh mertuanya, setidaknya suaminya masih berada di pihaknya. Lastri menjadi merasa tegar karena itu.

Bu Sri mendengus lagi, dia tidak suka saat Adi membela istrinya. Saat di perjalanan menuju warung Mpok asih. Adi mengendong Ibunya, kedua tangan Adi membawa tas besar milik ibunya.

Beruntung pagi ini jalan tidak terlalu ramai, karena para ibu-ibu biasa sedang memasak dan bersiap ke ladang di siang hari. Para bapak-bapak pun, sudah berangkat ke ladang sejak subuh tadi, Adi hanya berpapasan dengan berapa anak-anak dan pemuda desa yang akan berangkat sekolah.

“Om Adi, om mau kemana om?” Tanya Fikri, anak tetangganya. Dia menatap Adi, yang tengah menggendong nenek Sri. “Om. Om nggak berat gendong nek Sri!” Tanya Fikri heran.

“Nggak, nenek Sri ngak berat. Yang berat itu, memikul dosa saat melihat ibu kelelahan jalan kaki. Sementara, kita kuat buat menggendongnya.” Ucap Adi, yang membuat fiktri tertegun.

“Wah, Om Adi berbakti sekali pada nenek Sri, nanti dewasa Fikri mau kayak Om Adi. Berbakti sama ibu.” Ucap Fikri, Adi tersenyum melihat celotehan polos dari anak yang baru berusia sekitar tujuh tahun itu.

Bu Sri sama sekali tidak terenyuh. “Duh, cepat kenapa adi! Kamu jangan banyak omong!! Ibu, mau cepat-cepat ketemu Herman! Jangan sampai kita ketinggalan angkot!!” Ucap Bu Sri, tangannya mengikat di leher anaknya sulungnya.

Mereka melewati jalan tanah yang berdebu. Hingga, sampai di warung Mpok asih. Sembari menunggu angkotnya datang, Adi dan Bu Sri memesan makanan. Mereka mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum berangkat ke kota. “Mas dadang, nasinya dua ya! Satu yang nggak pedas satu lagi yang pedas.” Pinta Adi.

Mereka makan dulu, beruntung yang dagang suaminya mbak asih, jadi dia tidak banyak bertanya seperti ibu-ibu gosip. Mas Dadang, hanya bicara singkat dengan ramah saja sembari membuatkan pesanan Adi.

“Totalnya lima ribu rupiah, dua porsi di!” Ucap mas Dadang saat menghitung total belanjaan Adi. Adi pun membayar, dan pamit pergi masuk ke dalam angkot. Kebetulan, angkotnya sudah datang.

Dalam perjalanan menuju kota. Bu Sri kerap sekali batuk-batuk, sampai wajah Bu Sri memerah, Adi pun terlihat khawatir dengan kondisi sang ibu. “Bu, kalau ibu nggak kuat, kita bisa balik pulang bu!” Ucap Adi saat melihat wajah ibunya memucat.

“Balik? Kamu kalau tidak ikhlas mengatar ibu, lebih baik kamu saja yang balik sana! Ibu tetap mau ke rumah Herman.” Ucap Bu Sri dengan nada tinggi.

“Aku, bukan tidak ikhlas bu. Aku cuma khawatir sama kondisi Ibu, Ibu sudah minum obat kan Bu?” Adi memelankan suaranya, setelah dua orang penumpang lainnya menatap ke arah mereka berdua. Adi, tidak mau dia dengan sang ibu menjadi pertontonan gratis oleh orang di sekitarnya.

Bu Sri mendengus. “ sudah.” Ucap Bu Sri singkat. Lalu menatap ke arah depan lagi. Bu Sri meremas ujung kerudungnya, jika boleh dibilang dia sekarang tengah mual, dan kepalanya sangat pusing. Rasanya dia ingin rebahan, tapi melihat sekelilingnya sudah memasuki kota. Bu Sri mencoba tetap kuat. “Aku harus kuat, sebentar lagi aku akan dijamu dengan baik oleh Herman dan menantu ku. Aku akan tidur disana saja.” Ucap Bu Sri.

Sementara di rumah Herman, Ratna marah memencak-mencak. Saat dia tahu, Yanto sudah memberikan alamat rumahnya pada Adi. Dan sekarang, Bu Sri dan Adi sudah akan menuju rumah mereka.

“Mas!! Pokoknya, aku tidak mau tahu mas!! Usir Ibu kamu dari rumah kita nanti!! Aku ogah, melihat mereka datang, apalagi Bu Sri mau tinggal di rumah kita!! Aku ngak mau!!” Ucap Ratna, mencak-mencak.

“Tenang dulu Ratna… aku juga bingung, Yanto sudah terlanjur bilang alamat rumah kita. Katanya, dia kasihan lihat ibu, mana ibu juga sudah bayar hutang ku pada Yanto lagi.” Ucap Herman, mengaruk-garuk kepalanya frustasi.

“Yasudah, kalau gitu! Kamu urus saja ibu kamu sendiri!! Aku nggak mau, masakin! Apalagi cuci bajunya! Ogahh!! Terlebih, Ibu kamu kan sakit-sakitan itu!! Aku nggak mau ya! Kamu suruh buat rawat ibu kamu itu!!” Bentak Ratna, Herman hanya bisa mencuit nyalinya saat si bentak Ratna.

“Okee, oke kalau kamu nggak mau urus ibu! Aku, juga nggak mau!! Tapi, tolong cuma buat hari ini saja saat ada mas Adi kamu bertingkah baik aja, biar dia percaya aku sudah berubah! Biar dia percaya aku beneran berubah. Sama, kamu jangan sampai keceplosan soal tanahnya yang sudah kita jual!!” Ucap Herman.

Wajah Ratna berubah kusut, dia melipat tanganya di depan dada. “Terus? Soal Ibu kamu gimana? Kamu terima aja dia tinggal disini!” Desak Ratna dengan kesal.

Lantas Herman hanya mengangguk, “ Iya, urusan Ibu kita pikirkan nanti saja! Kita nurut dulu saja sama mas Adi! Soal, ibu kita pikirkan nanti saja!” Jelas Herman. Ratna menatap suaminya tajam, “awas saja sampai ibu kamu jadi beban buat aku! Jangan, salahkan aku jika tiba-tiba ibu kamu, sudah aku suruh ngemis di jalanan!!” Tegas Ratna sembari menunjuk lurus ke wajah Herman.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!