Calya, seorang siswi yang terpikat pesona Rion—ketua OSIS tampan yang menyimpan rahasia kelam—mendapati hidupnya hancur saat kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan Aksa. Aksa, si "cowok culun" yang tak sengaja ia makian di bus, ternyata adalah calon suaminya yang kini menjelma menjadi sosok menawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asma~~, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Di apartemen tang minimalis namun sangat indah, ini adalah sangkar emas. Milik Aksa, calon suaminya, yang ia benci setengah mati. Bagaimana tidak? Perjodohan konyol ini menghalangi rencananya untuk mendekati Rion, sosok yang sudah lama ia taksir. Bagi Calya, Rion adalah segalanya—pria idaman yang sempurna. Sementara Aksa? Aksa adalah penghalang.
Sore itu, Calya berhasil pulang lebih cepat dari sekolah, sengaja mempercepat langkahnya agar tidak bertemu Aksa. Ia ingin bebas dari tatapan Aksa yang selalu membuatnya merasa bersalah. Begitu sampai di apartemen, ia menjatuhkan tas dan langsung meraih ponsel. Senyum merekah di wajahnya saat melihat notifikasi grup chat dengan Vira dan Jojo.
"Eh, gue denger, Rion tadi nge-post foto baru di IG," tulis Vira.
Jantung Calya berdegup kencang. "Serius? Mana?" balasnya cepat, tak sabar.
"Gila, sumpah, ganteng banget," timpal Jojo, "pantesan aja Calya klepek-klepek."
Calya tertawa kecil. Mereka terus membahas Rion, dari senyumnya yang mempesona hingga cara jalannya yang keren. Bagi Calya, obrolan ini adalah pelariannya. Dalam dunianya yang penuh Rion, tidak ada tempat untuk Aksa.
Tiba-tiba, suara pintu berderit, memecah fokus Calya. Aksa sudah pulang. Calya langsung berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Aksa berjalan gontai melewati Calya, bahkan tidak menoleh. Ada yang aneh. Langkahnya terlihat lesu, dan wajahnya pucat. Calya melihatnya, tapi memilih acuh. Ia malah merasa lega karena Aksa tidak mengajaknya bicara.
Di kamarnya, Aksa menjatuhkan diri ke tempat tidur. Tasnya meluncur ke lantai, berisi buku-buku yang ia pelajari mati-matian, dan juga beban yang ia tanggung sendirian. Perutnya terasa mual, dan kepalanya berdenyut sakit. Ini adalah hasil dari pukulan dan makian yang ia terima dari Rion dan teman-temannya di belakang sekolah tadi.
"Lo pikir lo siapa, selalu merhatiin Calya? lo jangan berani-beraninya dekatin dia" hardik Rion, suaranya dipenuhi amarah. "Dia itu calon gue, bukan calon lo."
Aksa hanya diam. Ia tahu tidak ada gunanya melawan. Rion dan gengnya terlalu kuat. Yang lebih menyakitkan, Rion tahu tentang perjodohannya dengan Calya. Aksa merasa malu, bukan karena dipukul, tapi karena ia tahu Calya menyukai Rion. Ia merasa seperti penghalang bagi kebahagiaan Calya. Ia tak bisa memberi Calya kebebasan, dan itu membuatnya merasa bersalah.
Aksa memejamkan mata, berharap rasa sakit ini akan hilang. Ia mencoba membersihkan diri, tapi setiap gerakannya terasa berat. Di cermin, ia melihat lebam di wajahnya, tanda nyata dari kekerasan yang ia alami. Ia membersihkannya dan kembali ke kamar, mencoba tidur.
Malam harinya, Calya keluar untuk mengambil minum. Ia melihat pintu kamar Aksa yang biasa ia tempati dan mengusir Aksa keluar itu sedikit terbuka. Ia melangkah perlahan, dan matanya menangkap sesuatu yang tidak pernah ia duga.
Awalnya ia ingin tidur dan menyuruh Aksa untuk keluar dari kamarnya sendiri namun ia urungkan setelah melihat aksa terbaring di tempat tidur, memeluk dirinya sendiri. Bahunya bergetar, dan terdengar isakan pelan. Calya terkejut. Aksa menangis?
Rasa penasaran mengalahkan rasa benci. Calya mengintip lebih dekat dan melihat lebam di wajah Aksa. Serta-merta, hati Calya mencelos. Ia tidak pernah membayangkan Aksa selemah ini. Ia hanya tahu Aksa yang menyebalkan, yang selalu menghalangi jalannya. Tapi sekarang, ia melihat sisi yang terluka.
Calya memberanikan diri mengetuk pintu, "Sa?"
Isakan Aksa berhenti. Ia buru-buru mengusap air matanya dan duduk. "Kenapa, Cal? Masuk aja. Aku bakal keluar" Suaranya serak.
Calya masuk dan duduk di pinggir tempat tidur. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "eh ga usah lo disini aja, Wajah lo lebam gara-gara Rion?"
Aksa menyentuh lebam di wajahnya. "Oh, ini... tadi jatuh," ia berbohong, "di tangga sekolah."
Calya tahu ia berbohong. Ia menatap Aksa, "Bohong. Itu bukan karena jatuh. Itu karena Rion dan teman-temannya, kan?" tanya Calya sebenarnya dirinya sudah tau hanya saja ia ingin memastikan. ia melihat luka Aksa cukup parah dan itu di lakukan oleh Rion ia hanya berfikir apa Rion sampai separah jika ngebully siswa?
Aksa terdiam. Ia menunduk, tidak berani menatap mata Calya. "Aku... aku nggak mau bikin lo khawatir."
Calya yang mendengar itu tersenyum sinis, ngapain juga dia khawatir sama si cupu ini, nyatanya ia bahagia melihat si cupu itu luka "yauda lo tidur disini aja malam ini, jangan banyak tanya dan jangan banyak ngomong." ungkap Calya dan meninggalkan Aksa yang menatapnya tanpa membalas ucapan Calya
Aksa pikir Calya akan mengobati luka yang diperbuat oleh Rion namun nyatanya ia kecewa seharusnya ia tak berharap lebih pada Calya
Malam itu, meskipun hati Calya sempat ragu pada Rion dan sempat merasa kasihan dengan Aksa namun, kebencian Calya terhadap Aksa tak bisa ia hilangkan itu sudah menguasai dirinya. Ia memutuskan untuk tidur di sofa ruang tamu, membiarkan Aksa tidur sendirian di kamar.
Alih-alih merasa bersalah, Calya justru merasa puas. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia tidak boleh luluh. Rasa kasihan itu adalah kelemahan, dan ia tidak boleh lemah di hadapan Aksa. Perjodohan ini sudah cukup menghancurkan rencananya.
Calya mengambil ponselnya, jarinya dengan cepat membuka pesan dari Rion. Senyumnya mengembang membaca setiap pesan, membalasnya dengan emoji hati dan kata-kata manis.
Malam itu, di dalam apartemen yang sunyi, Calya kembali ke dunianya, dunia yang hanya berisi bayangan Rion. Setelah meyakinkan dirinya untuk tetap membenci Aksa, ia merasa bebas. Ponselnya bergetar di atas pangkuan, dan senyumnya langsung merekah saat melihat notifikasi dari Rion.
Rion: Cal, lagi ngapain?
Jantung Calya berdebar. Rion jarang sekali memulai percakapan dengannya. Calya segera membalas, berusaha terlihat santai padahal hatinya sedang bergejolak.
Calya: Lagi santai aja, kok. Kenapa, Rion?
Rion: Enggak. Cuma penasaran aja. Gue liat lo pernah pulang bareng sama Aksa, dia siapa lo?
Calya terdiam. Ia tidak menyangka Rion melihatnya. Ini adalah momen krusial. Rion tidak tahu tentang perjodohan itu, dan Calya tidak ingin Rion tahu. Ia harus meyakinkan Rion bahwa tidak ada apa-apa antara dirinya dan Aksa. Calya memilih untuk berbohong, sebuah kebohongan yang jauh lebih besar dari sekadar "Teman."
Calya: Aksa? Oh, dia temen gue dari sekolah lain, terus pindah kesini. Gue jarang banget ketemu dia, kok. Kenal juga cuma sekilas.
Calya meletakkan ponselnya, dadanya berdebar kencang. Ia merasa bersalah karena berbohong, tapi ia juga merasa senang karena Rion peduli.
Rion: Syukurlah. Gue kira dia pacar lo. Gue jadi nggak enak kalau mau deketin lo.
Membaca pesan itu, Calya merasa seperti melayang ke langit ketujuh. Ia tidak salah. Rion benar-benar cemburu.
Rion: Gue tertarik sama lo, Cal.
Membaca pesan itu membuat napas Calya tercekat. Senyumnya begitu lebar sampai rasanya sakit. Ia tidak peduli Rion sering membully siswa lain. Ia tidak peduli Rion menyakiti Aksa. Yang ia tahu, Rion menyukainya, dan itu sudah cukup.
Di kamar sebelah, Aksa terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Rasa sakit di perutnya dan lebam di wajahnya masih terasa nyeri. Ia merenung, memikirkan Calya. Ia tahu Calya membencinya, tetapi ia tidak bisa menyalahkan Calya.
Perjodohan ini adalah beban bagi keduanya. Namun, ia tidak bisa membohongi perasaannya. Ia mulai mencintai Calya. Ia mencintai Calya bukan karena perjodohan, tapi karena sifat Calya yang sebenarnya. Di balik sifat dinginnya, Aksa melihat kebaikan hati yang tersembunyi.
Aksa turun dari kasur untuk mengambil segelas air. Ia mendengar suara tawa Calya dari ruang tamu. Ia tahu Calya sedang bahagia. Ia tahu Calya sedang mengobrol dengan seseorang yang ia sukai. Aksa kembali ke kamar dengan hati yang hancur. Ia merasa seperti orang asing di apartemennya sendiri.
Meskipun hatinya sakit, ia tetap ingin melihat Calya bahagia. Ia tahu bahwa kebahagiaan Calya bukanlah bersamanya, melainkan dengan Rion. Aksa hanya bisa berdoa, semoga Calya menemukan kebahagiaan yang ia cari. Meskipun ia harus mengorbankan perasaannya sendiri.