NovelToon NovelToon
DRAMA SI SANGKURIANG

DRAMA SI SANGKURIANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Tamat
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: gilangboalang

Di tengah hiruk pikuk kota Bandung yang modern, seorang pemuda terjebak dalam cinta yang tidak seharusnya. Ia tak tahu, bahwa wanita yang ia cintai menyimpan masa lalu yang kelam — dan hubungan mereka bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan takdir yang berulang dari masa lampau...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BABAK III: METAMORFOSIS NAHKODA (LANJUTAN) ​ADIEGAN 14: KETERLENAAN DALAM KEMENA

​Reza kembali ke Jakarta sebagai seorang pemenang. Ia tidak lagi tinggal di Menteng bersama Arya; ia telah membeli sebuah unit apartemen mewah di kawasan Sudirman, membayar tunai dari gaji pelayarannya. Kehidupan sebagai Nahkoda termuda di perusahaan pelayaran memberinya kekayaan, status, dan kekuasaan.

​Di tengah kesibukan mengurus dokumen kapal dan menikmati cuti pertamanya setelah berbulan-bulan di laut, Reza benar-benar terhanyut. Malam-malamnya diisi dengan pertemuan bisnis, pesta penyambutan, dan pujian dari rekan-rekan kerja Ayahnya. Ia telah menjadi pria yang sangat diinginkan—tampan, kaya, dan berwibawa.

​Ironisnya, dalam kebahagiaan dan kesuksesan yang memabukkan ini, Reza melupakan tujuan utamanya: Nawangsih. Laut, dan kehidupan baru yang Arya berikan, telah begitu sukses mengubahnya hingga ia sempat lupa akan sakit hati dan sumpah pengusiran. Bandung dan rumah sederhananya terasa seperti cerita lama yang terjadi pada orang lain.

​Keterlenaan yang Menyesakkan

​Suatu sore, Reza sedang bersantai di balkon apartemennya. Ia mengenakan kaus polos yang mahal, menikmati pemandangan kota Jakarta yang bersinar dari ketinggian. Di sampingnya, Arya (Ayah Reza) sedang membaca koran bisnis, sesekali tersenyum bangga pada putranya.

​"Laporan muatanmu bersih, Za. Semua mitra puas. Kamu Nahkoda hebat. Sekarang, nikmati cutimu. Ayah akan mengatur penempatan berikutnya," ujar Arya, bangga.

​"Terima kasih, Yah. Semua ini berkat Ayah," jawab Reza, pandangannya kosong menatap horizon kota.

​Sejenak, keheningan menyelimuti mereka. Reza merasa nyaman, terlena. Rasa sakit, penyesalan, dan amarah masa lalunya seolah tertutup oleh lapisan kemewahan dan kesuksesan.

​Tiba-tiba, Arya membuka pembicaraan yang menghantam kesadaran Reza.

​"Bagaimana, Nak? Sudah ada rencana ke Bandung?" tanya Arya, nadanya hati-hati.

​Reza terhenyak. Ia menoleh ke Arya. Butuh beberapa detik baginya untuk memproses kata-kata itu. Bandung.

​"Oh, Bandung... belum, Yah," jawab Reza, sedikit malu karena ia hampir melupakannya. "Aku belum sempat. Aku harus mengurus dokumen kapal dan bertemu beberapa klien."

​Arya meletakkan korannya. Ia menatap Reza dengan tatapan yang menyiratkan harapan dan kekhawatiran yang bercampur.

​"Kamu tidak lupa dengan tujuanmu merantau, kan, Nak? Ibumu. Dia menunggumu."

​(Arya berbohong tentang Nawangsih 'menunggu'—ia tahu Nawangsih tidak akan pernah mencari Reza, tetapi Arya ingin Reza memperbaiki hubungan.)

​Reza merasakan desakan di dadanya. Rasa bersalah karena melupakan Nawangsih. Wanita yang ia cintai dan ia puja, yang ia jadikan motivasi untuk meraih semua kesuksesan ini, kini hanya menjadi rencana yang tertunda.

​"Tentu saja tidak, Yah. Hanya saja... Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Sudah sepuluh tahun, Yah. Rumah kami... Aku lupa seperti apa tepatnya. Lingkungannya... Aku hanya ingat gudang belakang yang gelap."

​Reza teringat aroma dapur Nawangsih, tawa polosnya saat usia 5 tahun, dan masakan nasi goreng yang sempurna. Kemudian, bayangan itu cepat digantikan oleh adegan pengusiran yang dingin dan air mata ibunya.

​Ia mengambil ponselnya, membuka galeri, dan menatap foto Nawangsih. Foto itu masih menyimpan keindahan abadi—wajah Nawangsih tidak menua sedikit pun. Reza (25 tahun) yang kini terlihat sangat dewasa, melihat ibunya yang tampak tidak lebih tua dari usianya saat ia diusir (15 tahun).

​Kontras ini menusuk.

​"Aku harus ke sana, Yah. Aku harus ke sana sebelum terlambat. Aku ingin melihat keadaannya, memastikan dia baik-baik saja," kata Reza, kini tekadnya kembali mengeras.

​Arya tersenyum lega.

​"Pergilah. Kamu sudah pantas. Kamu sudah menepati janji ibumu. Pergilah dan tunjukkan siapa kamu sekarang."

​Rencana Kepulangan

​Reza menghabiskan sisa malam itu dengan merencanakan perjalanan pertamanya ke Bandung setelah sepuluh tahun. Ia tidak akan datang dengan pakaian lusuh atau wajah ketakutan. Ia akan datang dengan mobil mewah yang ia beli, mengenakan pakaian sipil yang elegan, dan membawa hadiah.

​Ia tidak ingin ada yang tahu bahwa ia adalah Nahkoda muda yang sukses. Ia ingin kembali ke Bandung, mengendap-endap ke rumah lamanya, dan melihat Nawangsih.

​Ia mencari-cari alamat rumah lama di peta digital, memetakan setiap tikungan di kompleks perumahan sederhana yang dulu ia kenal. Ia sadar, kunjungannya ini bukan lagi hanya tentang permintaan maaf. Itu adalah langkah awal untuk mewujudkan obsesinya: mengambil kembali Nawangsih.

​Ia membayangkan momen pertemuan mereka. Ia, pria dewasa, sukses, dan tampan. Dan Nawangsih, yang tetap terlihat seperti gadis remaja.

​Nawangsih akan terkejut. Ia pasti tidak akan mengenaliku.

​Pikiran itu, bahwa ia akan terlihat sebaya atau bahkan lebih tua dari ibunya, tidak membuatnya jijik, melainkan justru memicu hasrat terlarang yang selama ini ia tekan.

​"Aku akan berangkat besok," putus Reza, menatap Arya. "Aku akan membawa pulang Mama."

1
Agustina Fauzan
baguuus
gilangsaputra
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!