"Siapa nama lo?." Suara lelaki itu yang dalam bergema di telinga seorang gadis yang menatapnya dengan penuh minat.
"A-abila!." Jawabnya tergagap
"Apa cewek itu ngeliatin kita?." Lelaki itu melirik ke arah gadis lain yang tengah memperhatikan mereka dengan mengepalkan tangannya.
Abila yang mengerti maksud lelaki tampan yang berdiri di hadapannya itu langsung mengangguk pelan. "I-iya."
"Good!."
Tanpa berkata apa pun lagi, lelaki itu langsung mencium bibir Abila
Dan, tidak ada yang menyangka bahwa ciuman itu yang akan menentukan nasib mereka.
Satu ciuman dari bad boy tampan dan semua berakhir bagi Abila
Sejak orang tuanya meninggal, Abila Beyza Auliandra lebih suka menjalani kehidupannya dengan tenang. Pemalu dan pendiam, Abila hanya bisa bersikap bebas ketika berada di dekat sahabatnya, Rafka Shankara Arsala pemain basket yang sedang naik daun di sekolah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Abila diam, tidak berkomentar. Tetapi menunduk, menatap ke bawah. 'Ini semua jelas-jelas karena kamu, Zerga!.' Batin Abila, kesedihannya beralih menjadi amarah yang bahkan membuatnya shock. Abila jarang sekali marah, dia akan lebih memilih untuk menahan emosinya, tetapi setelah kejadian kemarin malam, dia tidak bisa menahan perasaan marahnya.
Namun, ketakutannya terhadap Zerga, justru menguasai amarahnya.
Zerga berdiri, merapikan pakaiannya. "Cewe-cewe kayak lo itu cuma pengen caper doang, iya kan?." Ia tersenyum mengejek. "Keliatan sedih supaya di kasihani."
Bibir Abila bergetar dan ia ingin membalas perkataan laki-laki itu. Abila tidak ingin berdebat atau meminta belas kasihan pada siapa pun, dia hanya ingin di beri waktu untuk sendirian. Tetapi Abila menahan jawabannya.
Sementara itu, Zerga hanya memandangnya dengan raut wajah jijik dan kemudian berjalan pergi, tanpa melirik ke arah Abila.
Di bawah, di tempat dimana para loker tertata rapi, Rafka sudah mengetahui kekacauan yang terjadi di loker milik Abila. Salah satu temannya telah memberitahukan hal itu padanya dan karena itulah Rafka bergegas datang untuk melihatnya secara langsung.
"Siapa yang udah ngelakuin ini?." Rafka menoleh, bertanya pada temannya.
"Gua ngga tau pasti sih, bro. Tapi gua denger... ini karena Zerga and Gengs." Jawab teman Rafka. "Katanya... cewe Zerga kesel sama Abila, tapi ga tau dah karena apa. Coba lu cari tau sendiri."
Setelah mendengar hal itu, Rafka mengepalkan tangannya, menahan emosi yang meluap-luap dalam dirinya. Ia bisa mentolerir ketika Zerga menjelek-jelekkannya, tetapi jika Abila juga ikut terseret, Rafka tidak bisa menerimanya. Rafka marah, tetapi ia tahu bahwa berkelahi dengan Zerga tidak akan cukup untuk memuaskan luapan amarahnya!
Jadi, Rafka berniat mengalahkan bajingan itu dalam permainannya sendiri. Dalam hitungan detik, Rafka telah memutuskan bahwa dirinya akan menyetujui permintaan pelatih basket sekolah mereka untuk bergabung.
Beberapa saat kemudian, Rafka berjalan menuju ruangan pelatih untuk mengatakan keputusannya.
"Coach!."
Seorang pria berusia sekitar empat puluhan tahun, menoleh dan menatap Rafka setelah tau dirinya di panggil. Pria itu adalah Pelatih di Sma Mahardhika, salah guru paling ketat di sekolah. Dia telah melatih tim SMA Mahardhika selama lebih dari enam belas tahun dan memimpin mereka dengan tangan besi.
"Rafka?." Pelatih itu mengernyitkan kening nya. "Apa yang kamu lakukan di sini?."
"Coach, saya akan menerima tawaran anda." Ungkap Rafka. "Saya akan bergabung di tim basket sekolah."
****
Pintu ruang khusus guru olahraga terbuka dengan kasar untuk kedua kalinya di hari itu. Pak Edo- coach basket hanya bisa menghela napas dan mendongak, mendapati Zerga berdiri di depan pintu, dengan berani melayangkan tatapan tajam ke arahnya.
"Zerga... Zerga! Selalu kamu, Saya tahu ayah kamu donatur di sekolah ini, tapi kamu juga tidak boleh seenaknya disini!." Kata pria itu sembari menggelengkan kepala, menatap Zerga dengan heran.
"Coach! Kenapa coach ngizinin Rafka gabung sama tim basket kita? Saya ngga setuju, Coach!." Tuntut Zerga dengan kesal. Tak memperdulikan perkataan yang Edo katakan padanya.
"Kamu pernah liat dia main ngga?." Tanya Pak Edo, tatapan matanya kembali menatap ke arah dokumen yang ada di sedari tadi tengah ia baca. "Saya justru senang kalau Rafka setuju untuk gabung ke tim kita, karena tim kita punya dia, seorang pemain yang sangat berbakat."
"Basket itu bukan olahraga main-main, Coach!." Seru Zerga, berjalan mendekat dan langsung duduk di kursi didepan meja Pak Edo. "Dia murid pindahan dan belum pernah ikut latihan bareng tim kita."
"Sudahlah, Zerga. Saya lihat Rafka sangat baik ketika bermain bola dan saya yakin dia akan sama bagusnya dengan tim kita." Jawab Edo, masih tidak memperhatikan Zerga. "Kalau kamu punya masalah dengan itu, berarti itu bukan masalah saya." Imbuh Edo, nada bicaranya terdengar wibawa dan hal itu sepertinya sudah final. Tidak akan ada lagi perdebatan mengenai hal ini dan Zerga sangat marah.
Dia pergi menuju loker putra, tempat di mana anak-anak basket bisa mengganti seragam mereka dengan kaos basket kebanggaan sekolah mereka.
Rafka juga ada di sana, sudah berganti dengan pakaian basketnya yang baru. Pelatih juga memberinya nomor punggung 10.
Zerga menyerbu masuk ke ruang ganti dan langsung berjalan mendekati Rafka.
Sementara Rafka menatapnya dengan tatapan waspada saat keduanya bertahap muka.
Semua orang yang ada di dalam ruangan itu terdiam saat mendapati dua cowok paling populer du sekolah mereka saling berhadapan dengan tatapan tajam.
"Keluar lo dari tim!." Tuntut Zerga, tanpa basa basi. "Ini bukan tempat lo."
"Lo sama sekali ngga berhak buat ngatur-ngatur gue." Rafka tersenyum menyeringai.
Zerga melangkah semakin mendekat, sehingga tidak ada orang lain yang dapat mendengar percakapan mereka selanjutnya.
"Mau gua sebar dari mana asal usul lo yang sebenarnya?." Zerga berbisik.
Raut wajah Rafka terkejut, tatapan matanya terlihat sedikit panik. Tetapi dia langsung mendorong dada Zerga mundur ke belakang dan ketika Rafka hendak memukul Zerga, beberapa pemain yang sudah waspada, langsung datang untuk melerai keduanya, sekaligus menghentikan apa yang akan Rafka lakukan.
"Lo jangan macem-macem sama Zerga, Rafka!." Kata salah satu pemain. "Dia kapten di tim kita."
Zerga menyeringai, menatap Rafka dengan tatapan meremehkan. "kalau lo ngga mau pergi dari tim ini, gua tau kok gimana caranya supaya lo mau pergi." Katanya dengan nada yang dingin dan acuh tak acuh.
"Gue ngga akan pergi dan lo... lo ngga akan bisa ngelakuin apa pun!." Geram Rafka, mencoba menahan emosinya. "Lagian, bukan gue duluan yang mulai hari ini. Tapi lo, Zerga! Lo yang duluan mulai permusuhan hari ini! Karena lo yang udah ngerusak loker Abila pagi ini. Lo dan semua temen-temen anjink lo itu!."
Sebelah alis Zerga terangkat, dia tidak mengerti akan maksud yang baru saja Rafka katakan.
'Ngerusak loker Abila?.'
"Terserah lo mau ngomong apa. Tapi akhir pekan... gua jamin lo bakal keluar dari tim ini." Kata Zerga bersumpah dan berjalan pergi.
Rafka terlihat sangat marah karena pemain lain lebih memilih mengikuti Zerga, dan meninggalkannya sendirian di ruangan tersebut.
Rafka tidak berencana untuk masuk kedalam tim basket sekolah, tetapi setelah mengetahui bahwa Zerga dan teman-temannya menindas Abila, membuat Rafka tidak bisa tinggal diam.
Membayangkan bahwa Abila pasti sangat sedih, membuat Rafka ingin masuk ke dalam tim ini dan memberi pelajaran pada Zerga.
Dengan masuk kedalam tim, Rafka akan menentang ancaman Zerga.
Tapi bagaimana jika Zerga memutuskan untuk mengungkap rahasia Rafka yang sebenarnya? Lalu apa yang akan terjadi setelah itu?
"Gue harus diam-diam ngawasin dia!." Gumam Rafka. "Ngga ada seorang pun yang boleh tau tentang rahasia itu. Ngga ada seorang pun!."
Sisa hari itu berlalu tanpa kejadian apa pun lagi. Loker Abila juga sudah di bersihkan oleh petugas kebersihan yang mendapati aduan dari beberapa siswa. Dan kuncinya pun juga sudah di ganti dengan yang baru.
Abila tidak mendapatkan bullyan apa pun secara langsung, tetapi para siswa siswi terus memperhatikannya saat makan siang di kantin, dan ketika Lyoraa melewati Abila, gadis itu menunjukkan seringainnya.
Abila merasa tidak nyaman dengan perhatian itu. Membuatnya langsung pergi ke perpustakaan setelah urusannya di dalam kantin selesai.
Rafka tak sengaja bertemu dengan Abila di dalam perpustakaan, lelaki itu mendekati Abila dan langsung menghiburnya dengan membuat kesan lucu terhadap guru-guru mereka.
Rafka cukup pandai dalam hal itu dan Abila berhasil tertawa bersamanya.
Apa yang terjadi hari ini, cukup mengganggu pikiran Abila. Tetapi bersama Rafka, hal itu terasa menenangkan.
Zerga melewatkan latihan basket hari ini dan begitu pula dengan beberapa temannya. Pelatih sangat kesal dengan hal itu dan memutuskan untuk menghukumnya nanti.