Velia diperlakukan dingin oleh suaminya, Kael setelah menikah. Belum sempat mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan dirinya malah mendapati Kael mengkhianati dirinya.
Dalam semalam, Kael menunjukkan sifat aslinya membuat Velia tak tahan dan mengakhiri hidupnya. Namun, Velia justru terbangun di masa lalu dimana dirinya belum mengenal Kael sama sekali. Apa yang akan di lakukannya pada kesempatan kedua ini? Apakah gadis itu berhasil mengubah takdir? atau justru menempuh jalan yang sama?
cr cover: https://pin.it/5RJgxu4Ex :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Velia melempar botol shampo di tangannya ke arah cermin, membuatnya hancur berkeping-keping. "Ayah, seharusnya aku mendengarkanmu. Maafkan aku, aku gagal menjadi anak yang baik," gumam wanita itu seraya meraih serpihan kaca.
"Jika aku memiliki kesempatan kedua, aku akan memperbaiki semuanya," ucap Velia sambil menorehkan goresan di pergelangan tangannya. Cairan berwarna merah keluar dari lukanya.
"Selamat tinggal, Kael. Kuharap di kehidupan berikutnya kita tidak bertemu lagi," gumam Velia menatap kosong ke arah lukanya. Tubuh wanita itu akhirnya ambruk ke lantai kamar mandi yang dingin.
"Aku tidak menyangka akan menyusulmu dengan cara seperti ini, Ayah," batinnya sambil terus menatap langit-langit kamar mandi. Menit demi menit berlalu, kesadarannya kian memudar. Wanita itu kehilangan nyawanya dalam kesendirian, tanpa seorang pun yang menemani kepergiannya.
Saat tubuhnya mulai mendingin, sebuah siluet tiba-tiba saja muncul dari sudut ruangan memancarkan aura yang hangat. Sosok itu berjongkok, mengulurkan tangannya ke arah Velia. “Belum saatnya,” bisik sosok itu pelan. Sentuhan hangat itu mendarat di dahi wanita itu dan seketika cahaya yang menyilaukan muncul.
Blip!
"Velia! Cepat bangun bodoh! Bisa-bisanya kau tertidur disaat-saat seperti ini," bisik seseorang di samping Velia.
"Nara? Kenapa suaranya terdengar seperti Nara? Apa aku bergentayangan dan Nara bisa melihat arwahku?" batin Velia, kelopak matanya bergerak perlahan namun masih enggan untuk terbuka.
"Cepat bangun, Velia. Atau kau akan mendapat surat peringatan," bisik Nara sambil menarik ujung baju Velia.
Velia mengangkat kepalanya dengan malas, rambutnya sedikit berantakan akibat tertidur di atas meja. Bekas lipatan kain di pipinya menunjukkan kalau dirinya tertidur lumayan lama. "Apa yang terjadi? Ini alam baka? Kenapa nampak seperti masa lalu?" racau Velia.
"Alam baka? Kau bercanda? Kita berada di kantor sekarang. Kita sedang bekerja, Velia ...," jawab Nara, lalu bersandar pada kursinya. Ia menatap ke arah Velia dengan tatapan bingung. Mulutnya sedikit terbuka, namun tak ada kata-kata yang keluar.
"Sebaiknya kau pulang dan beristirahat, Velia. Kau mulai bertingkah aneh," ujar Nara sedikit menggelengkan kepalanya.
Velia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia pun mencubit lengannya yang membuat wanita itu meringis kesakitan. "Jadi ini bukan mimpi?" batinnya sembari mengusap bekas cubitannya.
Akal sehat Velia masih menolak mempercayainya, dengan cepat ia menyalakan komputer di hadapannya. Tangannya sedikit gemetar ketika membuka kalender untuk memastikan sesuatu. "2014? Jadi aku benar-benar kembali ke masa lalu?" pikir Velia, kepalanya sedikit menunduk menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca di balik helaian rambut.
Ia mengangkat kepalanya, pandangannya terpaku pada kalender yang terpampang di layar komputer. "Ini 6 bulan sebelum aku bertemu dengan Kael. Dan 2 bulan sebelum kepindahan Nara," pikirnya sambil menggigit kuku jempolnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Nara, ada kekhawatiran dari sorot matanya. Nara sudah berteman dengan Velia sejak masih sekolah, sifat aneh Velia hari ini membuatnya sedikit bingung.
Velia mengangguk, sudut bibirnya sedikit terangkat. "Baiklah. Sedikit lagi jam istirahat dan sepupuku akan datang mengantarkan bekal, temani aku ke bawah ya?" pinta Nara mengedipkan sebelah matanya.
Velia hanya tertawa kecil, membuatnya mengingat masa lalu dimana ia beberapa kali menemani Nara mengambil bekal— sebuah kebiasaan yang tidak pernah berubah.
Beberapa menit kemudian, jam istirahat akhirnya tiba. Kedua wanita itu meregangkan tubuhnya sebelum akhirnya turun ke lantai dasar. Saat tiba di lobi, Nara berjalan ke arah pria dengan kaos hitam yang tengah bermain ponsel. Mata Velia terbelalak melihat sosok pria yang tidak asing baginya.