"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 04 : Hari Bangkrutnya Selena
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh lima menit ditambah naik ojek, Selena pun akhirnya sampai ke rumah kost nya. Tanpa menunggu waktu lama, ia berganti baju dan bergegas menuju ke service center di sekitar kost nya. Ia berharap setidaknya laptopnya itu dapat diperbaiki kembali.
“Silakan, ada yang bisa saya bantu, kak.” Tanya petugas pelayanan service.
“Ini kak, laptop saya tadi terkena tumpahan cokelat waktu saya tadi di café. Bisa tolong di cek kan kak dia kenapa. Soalnya nggak bisa hidup,” jelas Selena.
“Baik kak, kami cek dulu ya. Mau ditunggu atau ditinggal kak?”
“Kalau ditunggu berapa lama kak?”
“Kurang lebih sekitar tiga puluh menit kak. Itu baru pengecekannya saja. Kalau untuk perbaikannya mungkin memakan waktu kurang lebih tiga sampai tujuh hari,” jelas petugas.
Di satu sisi, Selena ingin sekali segera merebahkan dirinya di kasur kost nya. Tapi, ia merelakan waktu rebahannya dan memilih menunggu teknisi memperbaiki laptopnya.
“Saya tunggu saja kak kalau gitu,” putusan akhir Selena untuk menunggu proses perbaikan laptopnya.
“Baik kak, saya serahkan dulu ke teknisi untuk dicek dulu ya kak. Owh ya, sambil menunggu silakan kakak menikmati camilan yang ada di pojok sana kak,” tunjuk petugas pelayanan.
Selena menoleh dan memperhatikan tempat yang ditunjuk oleh petugas. Ia hanya mengangguk kecil dan beranjak menuju ke pojok tempat camilan itu disediakan.
"Semoga nggak banyak nanti bayar nya,” batin Selena.
“Kak Selena Aria Widyantara,” panggil petugas pelayanan.
Selena yang terkantuk-kantuk pun sedikit terperanjat dan segera berlari ke sumber suara. Dengan perasaan yang takut dan khawatir, Selena mendengarkan dengan seksama penjelasan dari petugas.
“Setelah dicek oleh teknisi kami, ternyata kerusakannya ada di motherboard dan biaya penggantiannya sekitar Rp. 1.500.000 sampai Rp. 4.000.000 kak,” jelasnya.
Mendengar informasi itu, Selena tercekat seolah nafasnya sedang dihantam batu besar. Ia menimbang-nimbang. Apakah akan diperbaiki atau membeli laptop baru.
“Alamak. Empat juta. Itu kalau buat beli laptop baru, nambahi mungkin empat juta,” gerutunya.
“Kalau diganti, nanti file-file di laptop nya bakal ilang nggak kak?”
“File nya nggak bakal hilang. Soalnya file tersimpan di SSD/HDD. Lain cerita kalau SSD nya ikut rusak. Itu tidak aman kak,” jelasnya kembali.
Setelah tau bahwa file nya aman-aman aja, Selena langsung mengiyakan untuk diganti. Meskipun ia harus merelakan tabungannya untuk mengganti kerusakan yang bukan disebabkan olehnya.
“Baik kalau begitu kak, ini notanya. Kakak bisa kembali lagi satu minggu lagi ya. Terima kasih, hati-hati di jalan,” ujar petugas dengan ramah.
...****************...
Setelah kembali dari tempat service laptop, Selena bergegas naik ke kamarnya di lantai dua. Setiap anak tangga yang dipijak nya terasa lebih berat dari biasanya. Setiap langkahnya terdapat beban yang tak biasanya ia pikul. Masih terbayang ia akan kehilangan tabungannya kurang lebih sebesar empat juta.
Hari itu cukup melelahkan. Tugas revisian naskah menumpuk, dimaki editor dan sekarang laptop sudah rusak parah. Rasanya, seolah dunia sedang marah dengannya. Ia menarik napas kasar, mencoba menahan supaya air matanya tidak jatuh. Namun sekuat apapun ia menahan, satu bulir hangat pun lolos dari ujung netranya.
“ARGHHH…. DUNIA, KENAPA DIRIMU JAHAT SAMA AKUU. SALAHKU DIMANA SAMA KAMU. AYAHKU SUDAH KAU RENGGUT, SEKARANG APA LAGI YANG AKAN KAU RENGGUT DARIKU, DUNIA.”
Kali ini, ia tak sanggup menahannya dan barang di kamarnya menjadi samsak kemarahannya. Setelah puas meluapkan amarahnya, ia pun akhirnya tertidur lelap di lantai bersama barang-barang yang sudah tidak karuan itu.
...****************...
Disisi lain, kondisi rumah Bhima terasa lebih sepi dari biasanya. Namun, hal itu berbanding terbalik dengan pikirannya. Rasanya, pikirannya penuh. Sejak berpisah dengan Selena di halte bus tadi, ada sesuatu yang mengganggu.
Bhima pun segera membersihkan diri dan merebahkan dirinya di atas sofa tengah ruang keluarga. Ia membuka ponselnya, entah apa yang ia cari. Namun, ia masih berusaha mencari jejak untuk bisa menghubungi Selena.
“Lupa, kan tadi nggak sempat minta kontaknya. Bodoh banget lo Bhim… Bhim.” Ia mengusap kasar wajahnya karena menyesali kebodohannya. Tapi, semuanya terlambat.
Bhima tak menyerah, seolah ia sedang tergila-gila dengan Selena. Bhima pun segera menghubungi manager PawPaw café yang kebetulan adalah temannya. Ia pun meminta izin untuk melihat rekaman CCTV café.
“Heh Bhima. Kok lo segitunya sih. Ini orang asing lho. Nanti kalau ketemu ya pasti ketemu. Nggak usah segitunya kali. Lebih baik, lo pikirin tuh harga saham yang merosot tajam ampe merah tuh grafik. Astaga, rugi bandar nih gue.”
Bhima mengusak rambutnya kasar dan meraih minuman yang ia beli sebelum diantar pulang Dion ke rumahnya. Raut wajahnya berkerut pasrah dan menatap langit-langit rumahnya. Berharap semuanya akan segera membaik seperti dulu. Meskipun ia sedikit ragu keajaiban itu akan terjadi.
...****************...
Tak terasa, sudah pukul satu pagi. Selena terbangun karena haus. Setelah ia menuntaskan rasa hausnya. Ia pun bergegas membersihkan kekacauan yang ia sebabkan sendiri tadi. Kurang lebih setengah jam kamarnya akhirnya bersih kembali.
“Nggak…. Nggak boleh nyerah seperti ini. Ayo Lena, kemarin juga dimaki orang itu, kamu juga bisa bangkit. Semangat. Semoga masih ada cadangannya di ponsel ini,” harapan Selena sangat besar naskah nya tersimpan di google drive nya.
“Astaga…. Cuma tersisa ini doang?”
Netranya memanas, kembali lagi tenggorokannya tercekat. “Kenapa harus seperti ini? Apa memang aku yang lupa nggak simpan file nya di drive ya. Makanya cuma sisa segini."
Selena memijit kepalanya pelan dan berusaha mengingat keteledorannya sendiri. Dengan penuh rasa malas dan kesal kepada dirinya sendiri, ia pun memulai ulang dari awal sambil menangis terisak-isak sendiri.
"Eh bentar, kenapa aku harus sedih. Kan aku bisa meminta ganti rugi pada pria nggak tau diri itu. Siapa namanya tadi, Bhima. Namanya bagus, kok nggak seperti kelakuannya sih. Kelakuannya malah mirip pamannya, Sengkuni.
Mengingat hal itu, Selena tak jadi menangisi tabungannya yang digunakan untuk membayar biaya perbaikan. Ia justru merasa lebih tenang karena uang nya akan kembali lagi ke tabungannya.
...****************...
Lihatlah Selena, jiwa yang kini dirundung mendung, Langkah kakinya berat, tertatih di sela duri yang kian tajam. Masalah datang padanya bak hujan badai yang tak kunjung usai, Satu luka belum kering, seribu perih sudah menanti di ambang pintu.
Dunia mungkin melihatnya sebagai sosok yang malang, Namun bagimu, biarlah ia menjadi pusaka yang harus kau jaga. Jadilah teduh saat dunianya membara, Jadilah rumah saat ia merasa asing di tanahnya sendiri.
Jangan biarkan api kecil di matanya padam tertiup duka yang bertubi-tubi. Genggam tangannya, bukan untuk mengekang, Tapi untuk membisikkan bahwa ia tidak lagi berjalan sendirian.
Bhima, jagalah Selena dengan seluruh ketulusanmu, Sebab di balik kerapuhannya, tersimpan permata yang hanya bisa bersinar, Jika kau beri ia rasa aman untuk kembali percaya pada cahaya.