NovelToon NovelToon
Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Beda Dunia / Wanita Karir
Popularitas:778
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Prolog:
Claretta Fredelina Beryl adalah seorang wanita dewasa yang belum juga menikah di usianya yang ke 28 tahun.

Dan karena itu Letta sering kali di teror dengan pertanyaan "kapan nikah?" Bahkan keluarga besarnya sampai mengatur sebuah perjodohan dan kencan buta untuknya, tapi dengan tegas Letta menolaknya namun tetap saja keluarganya menjodoh-jodohkannya.

Tanpa keluarga Letta ketahui, sebenarnya Letta mencintai seorang pria namun sayangnya pria itu bukanlah pria yang berstatus lajang. Yah, Letta mencintai seorang pria yang sudah menjadi seorang suami. Meskipun Letta mencintai pria itu Letta tidak pernah memiliki niat untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan pria itu.

Lalu bagaimana jika tiba-tiba Letta berubah pikiran? Apa yang menyebabkan Letta berani menjadi orang ketiga di rumah tangga yang harmonis itu? Yuk simak ceritanya!
Selamat Membaca Guy's!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 04 (Pagi Pertama, Pertemuan Tak Terduga)

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Sinar matahari pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai apartemen, perlahan membangunkan Letta dari tidurnya. Masih dengan mata setengah terpejam, ia menggeliat pelan di atas ranjang, membiarkan tubuhnya menyesuaikan diri dengan kenyamanan tempat baru ini.

Suasana di apartemen begitu hening, hanya terdengar suara samar mesin pendingin ruangan yang berdengung lembut. Dari jendela besar di ruang tengah, terlihat langit cerah berwarna biru muda, dihiasi sapuan tipis awan putih. Kota ini terasa asing, namun anehnya, ada ketenangan yang meresap ke dalam hatinya.

Letta bangkit perlahan, membiarkan kakinya menyentuh lantai yang dingin. Ia berjalan menuju jendela, membuka tirai sepenuhnya. Seketika, pemandangan kota yang mulai hidup di pagi hari terpampang di hadapannya — deretan gedung tinggi, jalanan yang mulai dipadati kendaraan, dan orang-orang yang sibuk memulai harinya.

Ia menarik napas panjang, menghirup udara pagi yang terasa bersih dan segar. Ada sensasi baru yang menggelitik di dadanya: campuran antara gugup, antusias, dan semangat yang sulit dijelaskan.

Sambil melangkah ke dapur kecil, Letta membuat secangkir kopi hangat. Aroma kopi segera memenuhi ruangan, menambah rasa nyaman yang perlahan mengusir sisa-sisa kantuk. Ia membiarkan dirinya menikmati momen itu, duduk di kursi dekat jendela, menggenggam cangkir hangat di tangannya.

Hari ini, ia akan memulai banyak hal baru. Pekerjaan, rutinitas, mungkin juga pertemuan-pertemuan tak terduga. Tapi untuk saat ini, Letta membiarkan dirinya menikmati damainya pagi pertama di tanah asing ini — sebelum akhirnya dunia luar kembali mengetuk pintu dunianya.

Setelah beberapa menit menikmati pagi, Letta membuka laptopnya, memeriksa jadwal kegiatan hari ini.

Senyum kecil tersungging di bibirnya. "Ayo, Letta," gumamnya pelan, menyemangati diri sendiri. "Kamu bisa."

Setelah merasa cukup membaca seluruh rangkaian kegiatan yang harus dijalani hari ini, Letta pun beranjak dari tempatnya untuk bersiap-siap. Tak lama, ponselnya berbunyi — sebuah pesan dari Etan masuk, memberitahukan bahwa ia sedang dalam perjalanan untuk menjemput Letta.

Dengan cekatan, Letta mulai mempersiapkan diri, memastikan semuanya berjalan lancar di hari pertamanya di daerah A.

Saat ini Letta berdiri di depan cermin apartemennya, membenarkan kerah kemeja putih berpotongan klasik yang ia kenakan pagi itu. Ia sengaja membiarkan satu-dua kancing teratas tetap terbuka, menciptakan kesan santai namun tetap rapi. Cahaya pagi dari jendela membias ke cermin, membuat kain kemejanya tampak semakin bersih dan segar.

Hari ini penting. Ini hari pertamanya bertemu dengan tim proyek di daerah A, dan Letta ingin menampilkan dirinya dengan tepat: profesional, tapi tetap approachable.

Ia melangkah ke ranjang, mengambil jumpsuit hitam dengan potongan high-waisted yang sudah ia siapkan semalam. Dengan gerakan cekatan, Letta mengenakannya, merapikan bagian pinggang sebelum mengaitkan sabuk hitam tipis di atasnya. Sabuk itu mempertegas lekuk pinggangnya, memberi kesan ramping tanpa berlebihan.

Kain jumpsuit itu jatuh ringan di sekitar kakinya, dengan potongan lebar di bagian bawah yang membuat setiap langkah terasa bebas dan elegan. Letta berputar kecil di depan cermin, memastikan penampilannya dari segala sudut. Modern, chic, tapi tetap simpel — persis seperti gaya yang ia sukai.

Tak lupa, ia meraih tas tangan kecil berwarna putih yang tergeletak di atas meja konsol. Tas itu dilengkapi dengan detail aksen sederhana di bagian penutupnya, cukup untuk menambahkan sedikit karakter pada keseluruhan tampilannya.

Terakhir, Letta melangkah ke rak sepatu dan memilih sepasang sepatu hitam dengan desain minimalis — bersih, sederhana, namun tetap memancarkan keanggunan. Ia mengenakannya perlahan, membiarkan dirinya sejenak menikmati rasa nyaman dari kombinasi pakaian yang ia pilih hari ini.

Sebelum pergi, Letta memeriksa dirinya sekali lagi di cermin panjang di dekat pintu. Ia menarik napas panjang, menghela dengan lembut, lalu tersenyum kecil pada bayangannya sendiri.

"You're ready," gumamnya.

Dengan langkah ringan, Letta membuka pintu apartemennya. Begitu daun pintu bergeser, sinar matahari pagi langsung menyambutnya dengan hangat — seolah dunia luar ikut memahami bahwa ini adalah awal dari perjalanan pentingnya.

Saat melangkah keluar, pandangannya langsung menangkap sosok Etan yang berjalan mendekat.

"Selamat pagi, Nona," sapa Etan ramah, menghentikan langkahnya di hadapan Letta.

"Pagi, Etan," balas Letta dengan senyum tipis.

Tanpa banyak bicara, keduanya berjalan berdampingan menuju mobil yang sudah terparkir di basement. Suasana di antara mereka masih sunyi, namun bukan karena canggung, melainkan masing-masing tengah tenggelam dalam pikirannya.

Beberapa menit berlalu, hingga akhirnya Letta memecah keheningan.

"Bagaimana keadaan perusahaan kita di sini?" tanyanya, teringat pada salah satu cabang Beryl Escapes yang beroperasi di daerah A.

Selain proyek pembangunan hotel yang menjadi fokus utamanya saat ini, Letta juga harus memantau perkembangan cabang perusahaan mereka di bidang pariwisata.

"Sejauh ini semua masih terkendali, Nona," jawab Etan tenang. "Bahkan, menurut laporan terbaru, cabang di sini berkembang dengan pesat."

Letta mengangguk puas mendengar laporan itu. Sedikit beban di pundaknya terasa berkurang, setidaknya untuk saat ini.

Mobil yang membawa Letta dan Etan meluncur mulus di jalanan pagi itu. Sesekali, Letta memandangi pemandangan di luar jendela, memperhatikan suasana kota yang perlahan menggeliat — jalanan mulai dipenuhi orang-orang yang bergegas menjalani rutinitas mereka.

Tak lama, mobil berhenti di sebuah area proyek besar yang masih dalam tahap pembangunan. Sebuah hotel megah yang kelak akan menjadi kebanggaan Beryl Escapes di daerah A.

Letta turun dari mobil dengan gerakan tenang namun penuh wibawa. Ia membetulkan posisi tas kecilnya, lalu melangkah mengikuti Etan yang berjalan mendampinginya menuju area proyek.

Suasana di proyek begitu hidup. Suara mesin, dentingan logam, dan teriakan instruksi dari mandor bergema di udara. Para pekerja mengenakan helm proyek dan rompi keselamatan, sibuk dengan tugas masing-masing.

Etan memberikan helm keselamatan kepada Letta, yang menerimanya tanpa banyak bicara. Mereka mulai meninjau site, mengecek progres struktur bangunan, kualitas material, serta mendengarkan laporan dari beberapa supervisor di lapangan.

Letta serius menyimak, mencatat hal-hal penting di dalam pikirannya. Ia ingin memastikan semua berjalan sempurna. Ini bukan hanya soal reputasi perusahaan, tapi juga soal pembuktian dirinya sendiri.

Hingga di sebuah sudut proyek, saat Letta tengah mengamati konstruksi lobi utama yang mulai dibangun, matanya tanpa sengaja menangkap sosok seorang pria yang sedang mengangkut papan-papan kayu.

Langkah Letta terhenti.

Ada sesuatu dalam gerakan pria itu yang terasa akrab — cara ia menunduk, cara tubuhnya bergerak dengan tenaga terukur, bahkan bentuk bahunya yang sedikit membungkuk saat membawa beban berat.

Dan saat pria itu berdiri tegak, menghapus keringat di dahinya, Letta bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Detik itu juga, dunia Letta seakan berhenti berputar.

Zidan Ardiansyah.

Nama itu bergetar dalam hatinya, bersama dengan semua kenangan masa putih abu-abu yang selama ini ia simpan rapi.

Zidan tampak sedikit lebih dewasa sekarang — garis rahang yang lebih tegas, kulit yang sedikit lebih gelap karena sering terpapar matahari, namun tatapannya... tatapan itu masih sama. Hangat. Tulus.

Letta berdiri kaku, tak mampu mengalihkan pandangannya.

Etan, yang sadar akan perubahan ekspresi Letta, mengikuti arah pandangannya. Ia mengernyit sedikit. "Ada sesuatu, Nona?" tanyanya pelan.

Letta menggeleng cepat, seolah ingin menepis lamunannya. "Nggak... nggak apa-apa," jawabnya buru-buru, meski jantungnya berdetak tak karuan.

Di sisi lain, tanpa sengaja, Zidan menangkap sosok Letta di antara kerumunan pekerja. Ia terhenti sejenak, matanya membeku pada sosok yang ia lihat.

Letta kembali melirik ke tempat Zidan berada dan seperti ada sesuatu yang mengikat pandangan mereka, seolah dunia di sekelilingnya memudar, menyisakan hanya satu gambaran yang jelas — gadis yang dulu selalu menggoda dan mengejarnya meskipun ia terus menolaknya.

Keduanya saling memandang, diam dalam keheningan. Jarak puluhan meter di antara mereka terasa tak ada, meski deru suara proyek yang menggema memisahkan mereka.

Waktu seakan membeku, menghidupkan kembali kenangan lama yang penuh dengan impian dan kebersamaan yang kini terasa jauh. Rasanya, proyek kali ini akan jauh lebih menantang daripada yang mereka bayangkan.

TBC...

1
Mira Esih
ditunggu terus update terbaru nya thor
Leo Nuna: siap kak🫡
total 1 replies
Mira Esih
sabar ya letta nnti jg ada perubahan sikap Zidan masih menyesuaikan keadaan
Mira Esih
terima aja Zidan mungkin ini takdir kamu
Leo Nuna: omelin kak Zidan-nya, jgn dingin2 sma Letta😆🤭
total 1 replies
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah hidupnya pas²an..
Okto Mulya D.: sama²
Leo Nuna: iya nih kak, makasih loh udh mampir😉
total 2 replies
Okto Mulya D.
Kasihan ya, cintanya ditolak
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah cinta putih abu-abu yaa
Okto Mulya D.
semangat Letta
Okto Mulya D.
udah mentok kalii sudah 28 tahun tak kunjung ada
Okto Mulya D.
Letta coba kabur dari perjodohan.
Okto Mulya D.
jadi pelakor yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!