Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
🌙
Hari ini hari pertama Hayi sekolah di sana. Ia memakai seragam lengkap beserta kerudung putihnya. Sangatlah, tidak nyaman, itulah yang di rasakan Hayi. Ia berangkat bersama Hilya, Aisyah dan Intan, karena kebetulan mereka satu kelas.
"Bagaimana tidur kamu semalam, nyenyak nggak?" Tanya Intan pada Hayi.
"Gue nggak bisa tidur sama sekali." Jawab Hayi.
"Memangnya kenapa?" Tanya Intan bingung.
"Gue biasa tidur jam 5 pagi." Jawab Hayi dengan santainya.
"Emm maaf, ay, bisakah kamu jangan bicara dengan kata-kata itu, kamu ada ustadzah yang dengar kamu bisa kena hukum. Perkataan seperti itu sangat kasar dan tidak pernah ada yang menggunakan kata itu disini." Tegur Aisyah mencoba mengingatkan.
"Terus?"
"Aku, kamu..." Kata Aisyah dengan tersenyum canggung karena sebenarnya ia tidak enak mengatakan, hanya saja itu demi kebaikan Hayi.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Kata ustadzah Dina yang baru saja datang
"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
"Oh ya, bukankah ada murid dan baru disini, ya? Bisa perkenalan diri dulu?" Kata ustadzah Dina.
"Ay, ayo ke depan dulu." Kata Intan.
Hayi pun hanya menghela nafasnya saja dan langsung berdiri maju ke depan. Semua orang menatapnya dengan seksama begitupun Hayi.
"Salken, gue Hayi, panggil aja gue Ay, gue dari Jakarta." Kata Hayi yang membuat semuanya seperti keheranan.
"Ekhemm, sudah sudah. Hayi, untuk kedepannya perbaiki ya cara bicara kamu. Ya sudah kamu kembali ke tempat duduk. Baiklah saya akan memulai pelajaran kali ini..." Kata ustadzah Dina dengan memulai pelajaran.
Pelajaran pun selesai, Hilya dan teman-temannya bermaksud mengajak Hayi ke kantin untuk makan siang, hanya saja gadis itu lebih memilih tidur di kelas.
"Hayi." Sebuah suara terdengar yang membuat sang pemilik nama mendongak. Di lihatnya ada seorang pria yang tak asing di matanya sudah berdiri di ambang pintu.
"Lo kan yang tadi malam?"
"Ikut saya."
"Kemana? Nggak mau lah, gue mau tidur, ngantuk."
"Saya bilang ikut saya, selagi saya masih berbaik hati pada kamu. Atau apa perlu saya menyeret kamu?"
Hayi pun mendongak dan menatap lekat wajah pria itu yang kini terlihat sangat garang seperti ingin memakannya hidup-hidup. Akhirnya, Hayi pun mau ikut dengan pria itu. Entah ia jadi di beri hukuman atau apa ia juga masih belum paham.
"Gus..." Sapa salah satu santri pada pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Gus Altair.
"Oh, nama Lo Agus ya?" Tebak Hayi yang membuat santri tadi terkejut karena Hayi yang begitu berani berbicara tidak sopan pada Gus Altair.
"Lo diem berarti bener kan, nama lo Agus." Kata Hayi dengan terkekeh.
"Diam dan ikut saja, semakin banyak bicara semakin saya akan menghukum kamu lebih banyak." Kata Gus Altair.
"Bersihkan semua masjid ini selama 3 hari serta sapu halamannya. Tidak ada bantahan, karena kamu sudah melanggar aturan, yang pertama, kamu keluar di atas jam 10 malam, yang kedua kamu melewati batas antara santri putra dan santri putri, jadi hukuman ini pantas untuk kamu, saya permisi assalamualaikum." Kata Gus Altair yang langsung berlalu begitu saja.
"Woyy!! Apa-apaan sih Lo!! Gue belum bilang kalau gue setuju ya. Agus!!! Gila lo ya!!!" Teriak Hayi dengan tidak terima .
Teriakan menggema itu terdengar di seluruh penjuru yang membuat beberapa siswa langsung melihatnya. Mereka terkejut mendengar teriakkan itu tentunya.
"Heh! Kamu jangan bicara kurang ajar seperti itu sama Gus Al."
"Dia anak pimpinan pesantren ini."
"Kamu kok berani-beraninya bicara kurang ajar seperti itu."
"Peduli apa sih gue. Terserah gue lah." Kata Hayi
"Apa anak kota itu memang rata-rata tidak punya sopan santun seperti kamu ya?"
"Diem deh lo!" Bentak Hayi.
"Astaghfirullah."
"Jangan ada yang membantu pekerjaan selama 3 hari, jika ada yang membantu, laporkan pada saya dan saya akan menghukumnya." Kata Gus Altair dari kejauhan membuat semua orang langsung bubar.
Hayi langsung mengumpat serapah mendapatkan hukuman itu. Dia menendang batu dan sialnya malah mengenai salah satu ustadz yang baru saja keluar dari masjid itu. Ia terkejut dan bermaksud ingin lari dan bersembunyi, hanya saja ia sudah kepergok lebih dulu dan hanya bisa menurut saja menjalankan hukuman itu.
"Hayi dimana? Kok nggak keliatan, bukannya tadi dia di kelas ya?" Tanya Intan.
"Kalian tidak lihat ya, dia di hukum membersihkan masjid karena berbicara kurang ajar sama Gus Al?" Jawab Arumi.
"Hah astaghfirullah, serius??"
Dengan segera mereka pun langsung menuju ke masjid, dan benar saja Hayi tengah menyapu halaman masjid dengan terus menggerutu yang entah apalah itu. Mereka menghampiri Hayi yang membuat gadis itu menoleh.
"Mau saya bantu tidak, ay?" Tanya Hilya
"Lo mau kena hukum karena bantu gue?" Kata Hayi.
"Emang kalau ada yang bantuin kami bakal di hukum juga ya?" Tanya Aisyah.
"Iya tuh si Agus yang bilang. Kesel gue, mana panas banget lagi." Kata Hayi dengan terus mengeluh.
"Agus?"
"Nggak tau lah gue, ada yang bilang Gus Al lah, pusing gue." Kata Hayi.
"Ya kamu sih, kan sudah saya bilangin. Dia itu Gus Al, anak dari kyai Ilham, pemilik pesantren ini. Baru aja kemarin dia pulang dari Kairo." Kata Aisyah.
"Ya terus? Kenapa lo jelasin ke gue? Nggak penting juga kali." Ujar Hayi dengan bodo amat
"Ih ini penting ay, biar kamu nggak di hukum lagi. Kalau kamu ketemu sama Gus Al, cara bicara kamu jangan pakai lo gue ya, ya sama siapapun deh di pesantren ini, itu nggak boleh." Kata Aisyah menjelaskan.
"Saya bantuin deh, lagian ini sepi kok tidak ada orang." Kata Hilya yang sudah memegang sapu di susul Intan dan Aisyah.
"Udah, ayo cepetan biar nanti tidak ada yang melapor ke Gus Al." Kata Intan.
"Yaudah deh, thanks ya udah mau bantuin gue." Kata Hayi. Setidaknya gadis itu tau cara berterima kasih terlepas dari cara bicaranya yang kurang ajar.