Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.
Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.
Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.
Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyelidikan
"Bang, ada orang yang datang!" teriak Elina.
Fathir segera keluar dari rumah melalui pintu belakang. Pria yang dilihat Elina segera berlari menjauh. Fathir terus mengejarnya namun pria itu menghilang setelah keluar dari gang. Fathir masih mencoba mencari, namun akhirnya dia memutuskan kembali ke rumah Hadi.
"Orangnya lolos."
"Aku curiga, dia ada hubungannya dengan kematian Hadi."
"Bisa jadi. Pelaku sering datang ke TKP lagi untuk memastikan tidak ada barang bukti yang tertinggal."
"Sepertinya dia mau memastikan kalau tidak ada bukti yang tertinggal."
"Iya."
"Kalau begitu, ayo kita cari lagi."
Kembali Elina dan Fathir menyusuri seisi rumah. Hampir satu jam lamanya mereka mencari di setiap sudut rumah, namun keduanya tidak menemukan apapun. Elina keluar dari rumah lalu memandang ke sekeliling. Dia menyusuri jalan yang ada di gang. Gang tempat tinggal Hadi terhubung dengan gang lain dan terdapat empat akses jalan menuju jalan raya.
Sesampainya di jalan raya, Elina melihat sekeliling. Ada beberapa toko di sekitar jalan. Selain itu ada pula bengkel dan rumah warga.
"Tolong cari rekaman cctv di sekitar jalan ini. Kalau benar orang tadi pelaku pembunuhan Hadi, pasti dia tertangkap salah satu kamera cctv yang ada di sekitar sini."
"Oke."
"Ayo kita kembali ke dalam. Aku mau menanyai beberapa tetangga Hadi."
Elina bersama Fathir kembali memasuki gang yang menuju rumah Hadi. Elina menghampiri tiga orang wanita yang sedang duduk di bawah pohon.
"Selamat siang Bu."
"Siang."
"Saya Elina. Saya pengacara Ibu Santi. Apa Ibu-ibu mengenal Bu Santi?" Elina memberikan kartu namanya pada ketiga wanita tersebut.
"Tentu saja kenal."
"Dia perempuan yang malang. Dia sering menjadi pelampiasan suaminya."
"Apa mereka sudah lama tinggal di sini?"
"Sudah lama juga. Rumah yang ditempati Hadi adalah rumah orang tuanya. Setelah kedua orang tuanya meninggal, dia tinggal di sana."
"Apa Pak Hadi sering memukuli Bu Santi."
"Ya. Terkadang saya dengar teriakan Santi. Saya sampai merinding mendengarnya."
"Apa warga tidak ada yang membantu saat Pak Hadi memukuli Bu Santi?"
"Bukannya kami tidak mau membantu, tapi Hadi itu laki-laki yang kasar. Dia juga tidak takut dengan siapa pun, termasuk ketua RT dan keamanan di sini. Pernah Pak RT mencoba menegur, tapi malah dikejar oleh Hadi sambil membawa golok."
"Saat kejadian malam itu, apa kalian ada melihat ada orang lain yang datang ke rumah Bu Santi?"
"Saya tidak tahu. Jam sembilan malam daerah ini sudah sepi. Ngga ada yang keluar rumah lagi."
"Apa Pak Hadi punya musuh di sini?"
"Semua orang di sini ngga terlalu suka sama dia. Tapi ngga ada yang berani sama dia."
"Terima kasih atas keterangannya."
Elina segera berpamitan setelah selesai mewawancarai ketiga wanita tersebut. Sebelum kembali ke kantor, lebih dulu dia akan menemui Aditya dan membicarakan tentang penemuannya. Sementara Fathir masih bertahan di sana. Pria itu sedang mengumpulkan rekaman cctv di sekitar jalan raya dekat gang rumah Hadi. Dia juga mencoba mencari informasi, siapa tahu ada yang bisa memberikan informasi berharga.
***
Begitu mobil yang dikemudikan Elina berhenti di pelataran parkir, Aditya yang memang sudah menunggunya segera mendekati mobil lalu masuk ke dalamnya.
"Aku baru aja dari TKP. Tadi ada orang yang mendekati TKP. Bang Fathir mencoba mengejarnya, tapi dia lolos. Ada kemungkinan dia terlibat dalam kasus penusukan Hadi."
"Sepertinya iya. Dokter Akmal telepon, dia bilang ada yang aneh dengan luka tusukan di tubuh Hadi. Arah tusukan sedikit berbelok. Kemungkinan dua orang yang melakukan penusukan. Hasil autopsi pertama dokter Akmal tidak memperhatikan itu. Tapi saat autopsi kedua, dia baru menemukan keganjilannya."
"Apa Abang sudah mengatakannya pada Jaksa yang bertugas?"
"Sudah. Bahkan aku juga mengajukan penyelidikan kembali tapi ditolak oleh Jaksa."
"Haaiisshh menyebalkan."
"Sepertinya harus mengandalkan mu untuk membebaskan Bu Santi dari hukuman. Seperti yang kamu lakukan pada Salman."
"Aku akan berusaha sekuat tenaga."
"Oh ya, aku sudah meminta Aang memeriksa ke sana. Dia dapat informasi kalau memang benar ada yang datang ke rumah Hadi saat penusukan terjadi. Tapi wajahnya tidak terlihat karena dia menggunakan jaket berhodie dan masker."
"Apa ada hal lain yang bisa menjadi petunjuk."
"Jin yang ditemui Aang bilang, orang itu punya tato bintang di tangan kirinya."
"Tato bintang seperti apa?"
"Tato bintang di dalam lingkaran. Mungkin seperti pentagram."
"Baiklah. Aku akan menyelidikinya. Aku akan menemui Bu Santi lagi. Siapa tahu ada petunjuk lain yang berguna."
"Hati-hati El."
"Iya, Bang."
Aditya segera turun dari mobil. Elina langsung menjalankan kendaraannya. Kali ini dia akan menuju rutan di mana Santi ditahan selama menjalani persidangan. Semoga saja wanita itu bisa memberikan informasi yang berguna untuk penyelidikannya.
Sesampainya di rutan, Elina diarahkan menuju ruangan berkunjung. Tak lama kemudian Santi datang. Wanita itu duduk tepat di hadapan Pengacara muda itu.
"Bu Santi, apa Ibu tahu kegiatan Pak Hadi selama ini apa saja?"
"Setelah bekerja, Kang Hadi sering mendatangi warung remang-remang yang dekat terminal."
"Apa Ibu tahu kalau dia punya musuh?"
"Saya ngga tahu. Tapi dengan temperamennya, bisa jadi dia punya musuh."
"Apalagi yang Ibu tahu?"
"Dia punya perempuan simpanan. Kalau ngga salah, dia penjaga di warung remang-remang. Perempuan itu juga penyebab pertengkaran kami."
"Apa Ibu tahu siapa namanya?"
"Lani."
"Apa Ibu pernah lihat orang dengan tato bintang di tangan sebelah kiri?"
"Tidak."
"Baiklah, Bu. Saya rasa cukup untuk sekarang. Dua hari lagi sidang pertama kita. Harap Ibu mempersiapkan diri dengan baik."
"Terima kasih, Bu Elina."
Elina hanya menganggukkan kepalanya saja. Wanita itu segera bangun dari duduknya lalu keluar dari ruangan. Dalam waktu dua hari, dia harus mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang orang yang dilihatnya tadi. Bisa jadi pria itu adalah pembunuh Hadi yang sebenarnya. Jika memang benar pria itu pelakunya, maka Santi bisa bebas dari tuduhan.
***
“Knock.. Knock..”
Kepala Elina terangkat ketika mendengar suara. Senyum mengembang di wajahnya ketika melihat Gerald memasuki ruangan dengan bungkusan di tangannya. Pria itu segera menuju sofa yang ada di ruang kerja rekannya itu lalu mendudukkan diri di sana. Elina segera bangun dari duduknya lalu mendekati Gerald.
“Lembur?” tanya Gerald.
“Aku sedang mempersiapkan eksepsi untuk besok. Besok sidang pertama Bu Santi digelar.”
“Dan eksepsi yang kamu ajukan adalah..”
“Menolak dakwaan. Bu Santi tidak bersalah. Dia memang menusuk suaminya tapi bukan dia yang menyebabkan korban meninggal.”
“Apa yang membuatmu menarik kesimpulan itu?”
Elina mengatakan kejanggalan yang ada di kasus Santi. Dimulai dari hasil autopsi yang memperlihatkan kejanggalan pada luka tusukan korban. Jika tusukan hanya diberikan oleh Santi, luka cenderung lurus. Tapi luka di tubuh Hadi tidak berbanding lurus sejak tusukan pertama. Arah pisau berbelok mengenai organ vital.
Selain itu, ketika korban ditemukan, pisau yang menjadi alat pembunuhan tergeletak di lantai. Hal tersebut yang membuat darah banyak keluar dari luka korban dan korban meninggal karena kehabisan darah. Sementara menurut pengakuan Santi, wanita itu tidak menarik pisau dari perut suaminya. Kejanggalan bertambah ketika Elina melihat sosok misterius yang mendatangi TKP.
Gerald hanya menganggukkan kepalanya ketika mendengarkan penjelasan Elina. Sambil mendengarkan penuturan Elina, pria itu mengeluarkan kotak makanan dari dalam plastik. Diambilnya sumpit lalu mengambil sepotong sushi dari dalamnya. Gerald langsung menyuapkan sushi ke mulut Elina saat mulut wanita itu terbuka.
“Kamu sudah bekerja keras hari ini. Sekarang saatnya mengisi energi yang sudah terkuras.”
“Aku memang lapar. Tadi aku melewatkan makan malam.”
Elina mengambil alih kotak berisi sushi lalu memakannya sendiri. Gerald mengambil kotak yang tersisa kemudian memakan sushi miliknya.
“Siapa Jaksa yang menanganinya?”
“Carya Respati.”
“Carya,” gumam Gerald pelan.
“Abang mengenalnya?”
“Tentu saja. Kami beberapa kali berhadapan saat aku masih bertugas di Jakarta.”
“Berapa kali tepatnya?”
“Tiga kali.”
“Seperti apa Carya itu?”
“Dia itu seorang yang ambisius. Jika dia sudah yakin dengan kasus yang ditanganinya, maka dia tidak akan melepaskan terdakwa. Dia akan membuat terdakwa mengakui perbuatannya. Kamu harus berhati-hati. Dia pintar sekali memanipulasi kata-kata.”
“Apa hubungan kalian dekat? Maksudku apa kalian berhubungan baik?”
“Dekat? Tidak juga. kami hanya bertemu di ruang sidang. Soal hubungan baik, sepertinya dia membenciku.”
“Dari tiga kali pertemuan, berapa kali Abang memenangkan kasusnya?”
Tidak ada jawaban dari Gerald. Pria itu hanya melemparkan senyuman seraya menyuapkan sushi ke dalam mulutnya. Elina tertawa melihat reaksi yang diberikan oleh Gerald. Tanpa pria itu menjawab, Elina sudah tahu jawaban dari pertanyaannya.
“Tentu saja dia membenci Abang karena dia tidak pernah menang melawan Abang.”
“Jangan sampai dia tahu kalau aku mentormu. Dia bisa menjadikanmu target atas kebenciannya padaku, hahaha..”
“Aku tidak takut padanya. Tapi ada hal lain yang aku takutkan. Aku takut aku tidak bisa membuktikan kalau Bu Santi tidak bersalah. Dia adalah korban yang terpaksa melakukan pembelaan diri.”
“Kamu pasti masih ingat kasus Salman? Saat itu semua bukti mengarah padanya. Tapi kamu berhasil membebaskannya dari tuduhan.”
“Tapi waktu itu Abang yang menjadi penasehat utama. Aku hanya membantu Abang.”
Gerald meletakkan sumpit di di atas meja. Dia mengubah posisi duduknya menghadap pada Elina. Diraihnya tangan wanita itu lalu menggenggamnya dengan lembut. Matanya menatap lekat pada manik hitam Elina.
“Dengar El, kamu adalah pengacara hebat. Apa kamu lupa sudah berapa banyak kasus yang kamu menangkan? Aku yakin kamu bisa memenangkan kasus ini, walau aku tidak mendampingimu. Kamu harus yakin itu.”
Untuk sejenak Elina terdiam sebelum akhirnya wanita itu menganggukkan kepalanya. Gerald mengusak puncak kepala wanita yang dicintainya diam-diam. Pria itu melepaskan pegangan tangannya dan melanjutkan makannya.
“Eksepsimu sudah selesai?”
“Sudah.”
“Cepat habiskan makananmu. Setelah itu pulang. Kamu harus cukup istirahat sebelum menghadapi sidang esok.”
Hanya anggukan kepala saja yang diberikan Elina. Wanita itu segera menghabiskan makanannya. Gerald membereskan wadah bekas makanan dan minuman mereka lalu membuangnya ke tempat sampah. Elina mematikan laptop, memasukkan ke dalam tas lalu keluar dari ruangan bersama dengan Gerald. Keduanya pulang ke rumah menggunakan mobil terpisah. Tapi Gerald mengikuti mobil Elina sampai tiba di rumahnya dengan selamat.
***
Pukul sembilan pagi Elina sudah berada di Pengadilan Tinggi Kota Bandung. Hari ini adalah sidang perdana kasus pembunuhan Hadi dengan Santi sebagai terdakwa. Santi sudah datang menggunakan mobil tahanan. Jaksa Penuntut Umum yang bertugas menangani kasus ini juga sudah datang. Carya mendekati Elina yang baru saja memasuki ruang sidang.
“Elina Garvita Hikmat, Am I right?” tanya Carya.
“Sepertinya aku cukup terkenal.”
“Tentu saja aku mengenalmu. Mentormu adalah orang yang sangat kukenal, Gerald Adrian Novak.”
***
Manis mana sih, perlakuan Zahran apa Gerald?
aku yakin Gita suka sama Gerald , tapi sayangnya Gerald suka sama Elina . dan pada akhirnya nanti Elina malah mendukung Gita dengan Gerald .
pikiranku terlalu jauh gak sih , tapi namanya juga nebak , bener sukur , kalau salah ya udah berarti gak sesuai dengan ide cerita kak othor . jadi nikmati aja ya El......
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
tapi nabila ikutin alurnya mak author deh
sedangkan sama Zahran , Zahran bisa mengimbangi Elina biar kata Zahran menuruti elina tapi dia bisa membujuk Elina dan mengarahkan insyaallah bahagia terus kalau sama Zahran..
E..tapi kok aq lebih sreg EL sam bang Ge ya 🤭🤭🤭
Ya walaupun duda sih, kan skrg Duda semakin didepan 🤣🤣🤣
Tapi aq manut aja apa yg ditulis kak icha.,
Siapa tw dgn kasus ini akhrnya El sama Gita bisa jadi bestie ye kan....
Trys gita jadian sama zahran 🤣🤣🤣