"Ayo kita bercerai.." Eiser mengucapkannya dengan suara pelan. Kalea tersenyum, menelan pahitnya keputusan itu.
"Apa begitu menyakitkan, hidup dan tinggal bersama sama denganku?" tanyanya, kemudian menundukkan kepalanya. "Baik, aku akan menyetujui perceraiannya, tapi sebelum aku menyetujuinya, tolong beri aku waktu sebulan lagi, jika dalam waktu sebulan itu tidak ada yang berubah, maka kita resmi menjadi orang asing selamanya.."
Eiser mengangguk, keputusannya sudah bulat. Bagi Eiser, waktu sebulan itu tidak terlalu lama, dia akan melewati hari hari itu seperti biasanya, dan dia yakin tidak ada yang berubah dalam waktu sesingkat itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Egaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Haa.. Eiser marah padaku.." Kalea bergumam sendiri di depan kolam ikan yang ada disana. Dia tak percaya Eiser akan memarahinya karena peraturan itu.
Kalea yakin, dia pernah membacanya dinovel. Disana tertulis kalau Eiser juga kesal dengan peraturan yang ada dinegaranya. 'Lagian itu tidak dijelaskan dengan begitu rinci sih, bisa jadi dia mengkhawatirkanku, hal seperti ini juga harus dipertimbangkan lagi kan..'
Saat Kalea melamun, seseorang datang dan mendekat ke arahnya. Dia tersenyum melihat Kalea. Kemudian tanpa ragu menyapa wanita itu duluan. "Hai nona.."
Angin berhembus pelan, mengalunkan rambut Kalea dengan begitu indah. Kalea menoleh ke arah suara itu, namun saat mata mereka bertemu, Kalea langsung menutup wajahnya karena malu.
"Sir Lois! Ha-hai juga!" Kalea membalas sapaannya dengan menulis sesuatu dicatatan yang dia bawa.
"Kita bertemu lagi hari ini.." ucapnya santai.
Kalea mengangguk pelan dan merasa sedikit malu karena tingkahnya. Dia kembali ingat kejadian yang terjadi sebelumnya..
Kalea terus melangkah menuju ruang kerja Eiser, dia terlalu percaya diri akan bertemu dengannya saat itu, namun kenyataannya ruang kerja Eiser telah berpindah ke ruangan lainnya.
Clekk! Kalea menerobos masuk ke ruangan itu.
"Sayang!" Kalea menunjukkan kertas itu di depan wajahnya.
"Nona Kalea?" Sir Lois menatapnya heran.
"Sir Lois?" tanpa suara, kemudian dia menuliskan sesuatu dikertas. 'Dimana Eiser sekarang?'
Lois tersenyum, dia ialah bawahan Eiser yang paling setia. Mengetahui betapa buruknya hubungan antara Kalea dan Eiser, dia sangat berharap kedua orang itu berbaikan dan bahagia. "Ruang kerjanya ada dibagian timur, kau bisa menemukannya disana." Seperti itulah pertemuan mereka sebelumnya.
Kembali ke kolam ikan, dengan angin yang berhembus pelan, memberi kenyamanan bagi sesiapapun yang tengah bersantai didepannya. Sir Lois kembali berkata.
"Aku sudah mendengar kabarnya, para pelayan ditegur dan dimarahi habis habisan olehnya, bahkan kau juga diabaikan sekarang.." ucap Sir Lois, berhenti sebentar kemudian kembali berkata. "Nona Kalea.. maafkan aku ya, seharusnya aku juga ditegur dan dihukum sesuai aturannya." ucap Lois.
Kalea menggelengkan kepala, kemudian menuliskan sesuatu. 'Tidak perlu meminta maaf, Ini semua salah aku, aku yang melanggar peraturannya, bukan kalian.. jadi yang seharusnya meminta maaf itu bukan kalian, tapi aku..'
Sir Lois tersenyum, kemudian ikutan menuliskan sesuatu dikertas itu. 'Apa kau tau..? Sebenarnya Tuan Eiser sangat senang kau datang menemuinya, bahkan sebenarnya dia tidak peduli sama sekali peraturannya, lihat saja nanti, saat makan malam tiba..'
'Ada apa dengan makan malamnya?'
Sir Lois hanya tersenyum tanpa berkata apa apa lagi, dia hanya berpamitan dan pergi begitu saja. "Kalau begitu, aku permisi dulu.."
Kalea menganggukkan kepalanya, menatap Sir Lois yang semakin menjauh. Angin kembali berhembus, membawa beberapa kelopak bunga yang telah gugur bersamanya. "Apa ada sesuatu yang terjadi nanti?" tanya Kalea sendiri.
Disisi lainnya, tukk tukk.. sutttss suttss suuutt.. Suara pena yang berulang kali bergerak diatas kertas begitu cepat, Eiser berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, kemudian dia kembali sadar.
'Untuk apa aku terburu buru?' tanyanya di dalam hati.
Kemudian matanya melirik ke arah jam tangannya, itu menandakan pukul tujuh malam, sebentar lagi waktu untuknya makan malam. Tanpa sadar Eiser terburu buru demi bisa makan malam bersama istrinya, Eiser kembali ingat kejadian waktu itu, waktu dimana Kalea tergeletak dengan mulut yang berdarah darah.
Eiser melepaskan pen itu dengan kasar. Meraup wajah dengan cepat. "Hah! Apa yang aku lakukan?" tanyanya kesal dan frustasi.
'Apa karena aku merasa lega, Kalea sudah sadar dan rela menemuiku tanpa mengirim pesan terlebih dulu? Demi bertemu denganku, dia.. melanggar peraturan yang ku benci untuk pertama kalinya..' monolog hati Eiser.
Brak! Eiser menjedotkan kepalanya ke atas meja itu, alhasil keningnya memerah dan perih. "Aw, sakit.." ucapnya dengan wajah datar, kemudian dia teringat wajah Kalea tadi, Eiser tersenyum dengan semburat merah dipipinya 'Bahkan menemuiku dengan wajah yang penuh dengan kekhawatiran seperti itu.. Kalea.. apa terjadi sesuatu saat kau tak sadarkan diri?'
Tokk Tokk Tokk.. Suara ketukan pintu, kemudian pintu itu terbuka. Clekk! Di ambang pintu itu, terlihat wanita cantik yang tak lain ialah Kalea, raut wajahnya sedang kesal dan emosi.
"Ini hampir jam makan malam, Eiser Lee!" tulisan itu begitu besar hingga Eiser bisa membacanya begitu jelas.
"I-iya?" Eiser gugup.
"Aku menunggumu dimeja makan, tapi kau tidak juga muncul muncul! Padahal Sir Lois berkata seperti itu dengan percaya diri, ternyata tidak ada yang terjadi apapun! yang ada hanya perutku yang kelaparan!" tulisnya sebanyak mungkin.
"Iya..?" Eiser kebingungan, banyak kertas yang mulai bertumpukan dimejanya. Semua itu tulisan Kalea, dia memang tidak berbicara, tapi menulis semuanya di atas kertas. Sangat banyak.
"Kau juga melewatkan makan siangmu kan? Kalau begitu, tidak ada alasan sudah makan atau semacam aku tidak lapar darimu! Ayo kita makan bersama!"
Sett! Kalea menarik tangan Eiser.
Eiser sedikit syok melihat perubahan Kalea, tapi dia tidak mampu menolaknya. Sama seperti waktu itu, dia benar benar tidak bisa menolak Kalea. Hari dimana semuanya menjadi kacau.
'Apa tujuan mu sekarang Kalea? apa kau lupa betapa sengsaranya kau hidup dan tinggal bersamaku?'
"Kalea.." panggil Eiser.
Kalea tidak peduli dan terus melangkah. Wajahnya memerah, jantungnya berdegup kencang. Dia sedikit kecewa karena Eiser tidak akan pernah menolaknya, semua kemauan Kalea, Kalea yang asli..
'Andai saja Eiser tau jiwa yang menggerakkan tubuh Kalea ini ialah jiwa wanita lain.. apa dia akan menurut seperti ini?' tanya Kalea didalam hati.
Sett! Eiser berhenti melangkah, hal itu membuat Kalea hilang keseimbangannya dan berbalik ke tubuh Eiser. Mereka berpelukan sebentar, kemudian Kalea sedikit membagi jarak antara mereka.
"Aku tidak lapar, aku hanya lelah.. aku ingin kembali ke kamarku.." ucap Eiser, dia mulai berbalik dan ingin melangkah, namun suara perutnya begitu nyaring dan tidak tertahankan. Kruukkkk~ suara perut lapar.
Kalea yang mendengarnya, hanya bisa menahan diri agar tidak tertawa, kemudian suara perut itu kembali terdengar.. Kruyukkkk~ suara perut Eiser.
"Haha! Sepertinya suara perutmu lebih jujur daripada ucapanmu.." tulis Kalea.
"Itu suara perutmu Kalea.." balas Eiser.
"Benar, itu memang benar, aku sangat lapar sekarang, tapi karena kau.. aku harus menunggu dan bersabar, kalau kau tidak ingin mendengar suara perutku lagi, ayo kita makan malam bersama sekarang!" tulisnya panjang lebar.
"Itukan hanya alasanmu.." gumam Eiser.
Kalea menaikkan alisnya berulang kali, seolah sedang bertanya. 'Apa yang kau bicarakan tadi?'
Eiser tidak meresponnya, kemudian mempersilahkan Kalea untuk jalan lebih dulu darinya. "Lady duluan.." ucap Eiser pelan.
"Hmm, kalau begitu.. terima kasih atas perhatiannya Tuan.." Kalea menulisnya sambil mengedipkan mata pada Eiser. Dia berjalan lebih dulu dari Eiser.
Eiser seperti terpanah oleh kedipan mata Kalea tadi, seolah jiwanya terbang melayang dan berbunga bunga, dia kembali menyadarkan dirinya sendiri.
'Aku pernah menghadapi Kalea yang begini, dulu saat Kalea mulai bersikap baik dan lemah lembut padaku, semuanya karena ada udang dibalik batu, tepat disaat dia berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan, dia kembali bersikap dingin dan acuh tak acuh lagi.'
Di meja makan itu, tidak ada sesiapapun yang bicara. Kalea juga merasa tak nyaman dengan suasana yang dingin itu. Kemudian dia bangun dan menyendokkan sedikit makanan untuk menyuapi Eiser.
Eiser sedikit syok melihat sendok berisi makanan itu didepannya, dia melirik ke arah Kalea yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh harapan. Eiser merasa semakin kesal dan tak nyaman.
Takk!! Eiser meletakkan sendoknya di atas meja.
"Astaga!" Kalea terkejut.
"Hentikan Kalea! Jika kau mau sesuatu, kau tinggal bilang padaku, jangan bersikap baik kalau hanya ada niat dibalik itu semua!" tegasnya.
Kalea meletakkan sendok itu juga, menatap Eiser yang menatapnya dengan tatapan curiga. "Baik, kalau kau sudah tau, aku akan mengatakannya sekarang.." ucap Kalea yakin.
"Katakan."
"Kembalikan botol racunnya padaku.." pinta Kalea, dia harus mendapatkan kembali botol berisi racun itu lalu memusnahkannya, hanya dengan cara itu, Eiser akan selamat dan tetap hidup.
Kedua mata Eiser membulat setelah mendengarnya, dia terlihat gemetar dan tak karuan. 'Botol racun?' Eiser kembali ingat, hari dimana Kalea terbaring lemah dengan mulut yang berdarah darah karena racun yang diminumnya.
Brakk!! Suara meja yang digeprak Eiser dengan tangan.
"Kau boleh meminta sesuatu kecuali yang itu, aku tidak akan pernah mengembalikannya! tidak akan pernah!" tegas Eiser.
"Tapi.." Kalimat Kalea terpotong.
"Mulai sekarang, pastikan Nona Kalea tidak pernah mengunjungiku lagi, dan pastikan.. dia tidak pernah melakukan transaksi apapun tanpa izin dariku! Kalian mengerti?!" tegas Eiser.
"Mengerti Tuan!" ucap para pelayan serentak.
.
.
.
Bersambung!