bagaimana jadinya kalau anak bungsu disisihkan demi anak angkat..itulah yang di alami Miranda..ketiga kaka kandungnya membencinya
ayahnya acuh pada dirinya
ibu tirinya selalu baik hanya di depan orang banyak
semua kasih sayang tumpah pada Lena seorang anak angkat yang diadopsi karena ayah Miranda menabrak dirinya.
bagaimana Miranda menjalani hidupnya?
simak aja guys
karya ke empat saya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pagi pertama suami istri
Pikiran Rian gelisah, Audy beberapa kali menelepon namun tak kunjung dia angkat. Ada beberapa pesan dari Audy
[sayang jangan percaya sama istri kamu, aku ini artis profesional aku tahu batasan]
[sayang aku sudah berhenti jadi model sesuai keinginan kamu jangan sia siakan pengorbananku]
[sayang aku bawa investor dari Belanda dan Cina untuk pembangunan pabrik sepeda listrik kamu]
[sayang kok tidak jawab]
Rian mematikan Ipadnya. Ia duduk di kasur sambil menatap Miranda yang sudah tertidur dengan tenang.
“Aku bingung,” gumamnya sambil mengeratkan kepalan tangan.
Sejak kecil hidupnya penuh aturan. Ketika anak lain bermain dia dipaksa belajar. Ketika para remaja asik nongkrong dia dipaksa mengikuti berbagai les. Semua hidupnya sudah terukur dan jelas, dan Rian merasa bosan. Ia mencari pelarian dan berkenalan dengan Audy yang membuat hidup Rian lebih berwarna. Untuk pertama kalinya Rian mengenal klub malam dan kehidupan malam karena Audy.
Hubungan dengan ibunya semakin renggang, ibunya selalu menolak Audy. Rian menginginkan Audy entah karena cinta, entah karena nyaman, atau hanya ingin terlihat melakukan perlawanan pada ibunya.
Hingga dua tahun yang lalu Reza memberi tahu bahwa ibunya terkena serangan jantung. Walaupun Rian kesal pada ibunya, dia tetap menyayangi ibunya. Kesehatan ibunya adalah segalanya.
Setelah serangan jantung itu, ibunya tidak terlalu banyak mengatur. Hanya satu yang diinginkan ibunya, yaitu Rian menikah dengan orang yang tepat. Sebenarnya Kirana sudah siap menjodohkannya namun Rian menolak. Jodoh yang dipilihkan ibunya pasti mirip ibunya yang banyak mengatur, maka Rian mulai mencari calon istri dengan kriteria perawan, polos, dan bodoh agar mudah dikendalikan.
Ia lalu menugaskan Reza untuk mencarinya. Reza simpel saja, cari siapa saja yang berutang padanya, lalu ambil anaknya. Kebetulan Handoko punya utang padanya.
Rian malam ini gelisah. Ia memikirkan Audy. “Dia bekas orang Rian, bukan satu orang tapi banyak, tidak ada yang bisa menjamin dia virgin atau tidak, tetapi artis film dewasa,” desis Rian sambil menjenggut rambutnya.
Dia kembali memandangi Miranda. Miranda dari segi fisik lumayan sempurna, seseorang dengan darah Jerman dan Indonesia, kecantikan perpaduan Indonesia dan Eropa, fisik dan wajah sempurna. Hanya saja “dia dekat sekali dengan Mamah, hidupku akan penuh aturan, Mamah akan kembali mengendalikan aku.”
Rian memegangi kepalanya. “Benar kata Reza aku terjebak dengan rencanaku sendiri.
Miranda menggeliat pelan lalu berguling menghadap Rian. Tanpa berkata apa pun, tangannya meraba dada Rian, menyentuhnya dengan gerakan yang begitu natural seolah tubuhnya memang mencari kehangatan itu.
Rian refleks menegang. Biasanya sentuhan manusia membuatnya risih. Bahkan selama pacaran dengan Audy, dia selalu menjaga jarak. Bukan karena tidak mau, tetapi karena ada rasa jijik yang tak pernah dia mengerti. Sentuhan baginya seperti alarm yang memaksa tubuhnya menutup diri.
Namun malam ini berbeda.
Miranda menyusup mendekat, memeluk Rian dari samping seperti memeluk bantal guling. Tubuh mungil itu melilit pinggangnya, hangat, lembut, dan absurdnya… tidak mengganggu sama sekali. Bahkan terasa pas. Seakan Miranda diciptakan dengan bentuk yang tepat untuk mengisi celah antara lengan dan dada Rian.
Rian terpaku.
Helaan napas Miranda terasa di tulang selangkanya, ritmenya tenang seperti gelombang kecil yang memukul pasir malam hari. Rambutnya menyentuh dagu Rian, wangi samar sabun hotel bercampur aroma kulitnya. Rian menunduk tanpa sadar, menghirup wangi itu lebih dalam, dan seketika dadanya terasa lapang—perasaan asing yang membuatnya bingung.
Ini tidak masuk akal. Miranda adalah istri kontrak, perempuan yang seharusnya ia pilih hanya sebagai formalitas. Tidak ada alasan tubuhnya seharusnya bereaksi begini.
Tangan Miranda bergerak, merapatkan pelukan, bahkan kakinya menyilang ringan di betis Rian. Sungguh posisi yang untuk orang lain akan terasa mengganggu. Tapi Rian… justru merasa tubuhnya melunak.
Keanehan itu menenangkan.
Rian menutup mata perlahan. Detak jantung Miranda terasa di lengannya, lembut dan teratur, membuat pikirannya yang semula kacau perlahan mereda. Ia menarik napas panjang, membiarkan aroma Miranda memenuhi paru-parunya seakan itulah obat tidur paling ampuh yang pernah dia temui.
“Kenapa nyaman sekali,” gumamnya dalam hati, hampir malas mengakuinya.
Tanpa sadar dia balas memeluk Miranda, tidak erat, hanya sekadar menarik gadis itu sedikit lebih dekat. Gerakan kecil tapi jujur.
Dalam hitungan detik, ketegangan di bahunya luruh. Pikiran yang semula penuh Audy dan ibunya memudar, tergantikan sensasi hangat sederhana dari seseorang yang bahkan tidak berusaha memikatnya.
Rian menyerah pada ketenangan itu.
Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Rian tertidur bukan karena lelah, bukan karena obat tidur, bukan karena alkohol—melainkan karena hadirnya seorang perempuan yang bahkan tidak sadar sedang menenangkan batinnya.
Ia tertidur berpelukan dengan istri kontraknya. Absurd, tetapi terasa paling benar malam itu.
Rian terbangun karena kantong kemihnya penuh. Ia perlahan menggeser tubuh Miranda agar bisa bangun.
Ada dorongan aneh muncul. Keinginan untuk mencium Miranda.
Rian menundukkan kepala. Bibirnya hampir menyentuh bibir Miranda.
“Mas mau menciumku,” bisik Miranda dengan mata terbuka.
“Tidak. Aku mau kencing,” sahut Rian ketus.
Ia buru buru bangkit dan berlari ke kamar mandi. Pintu langsung dikunci dari dalam.
“Sial. Dia pasti makin besar kepala,” gerutunya.
Rian menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.
Sementara itu Miranda sudah bangun. Senyum geli terbit di wajahnya.
“Pagi pertama dengan status istri,” gumamnya.
Ia berjalan ke jendela, menyibak hordeng, lalu menuju lemari.
Miranda menyiapkan baju untuk Rian. Ia meletakkannya di meja dengan presisi dan hati hati.
Kemudian ia menuju pantry. Tangannya cekatan membuat kopi.
Dari kamar mandi terdengar gemericik air.
“Sudah lima belas menit. Ngapain saja dia. Apa sedang teleponan dengan artis dewasa itu,” ucap Miranda kesal.
Ia menarik napas dalam. “Tenang Miranda. Fokus. Kuliah. Bangun usaha. Jadi konglomerat dengan kerja kerasmu sendiri.”
Mimpinya sudah berubah dari sekadar ingin bekerja. Kini ia ingin memiliki perusahaan sendiri.
Rian keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi. Ia tertegun melihat pakaian yang Miranda siapkan begitu rapi.
Miranda berdiri di sampingnya. Rian memicingkan mata.
“Kenapa kamu di situ. Aku mau ganti baju,” ketus Rian.
“Barangkali yang mulia suamiku butuh bantuanku,” balas Miranda ringan.
“Kebanyakan nonton drama Korea kamu,” sahut Rian.
Ia sebenarnya ingin mengusir Miranda. Ia tidak terbiasa berganti baju di depan orang.
Rian membuka jubah mandinya lalu mulai mengenakan pakaian yang disiapkan.
Miranda mengambil jubah itu dan menaruhnya kembali di tempatnya dengan presisi.
Ia lalu kembali berdiri di dekat Rian yang sudah sibuk menatap iPad.
“Awali hari dengan ngopi, suamiku,” ucap Miranda lembut.
Rian menoleh sekilas. Ekspresinya sulit dibaca.
“Kenapa aku merasa seperti kembali pada masa kekaisaran,” ujarnya datar.
Dalam hati ia menyesal karena justru meladeni gaya Miranda yang seperti permaisuri melayani kaisarnya.
Kakak ga punya akhlak
mma Karin be smart dong selangkah di depan dari anak CEO 1/2ons yg masih cinta masalalu nya