Skaya merupakan siswi kelas XII yang di kenal sebagai siswi berprestasi, cantik, dan ramah. Banyak lelaki yang menyukai Skaya, tetapi hatinya justru terpesona oleh seseorang yang tidak pernah meliriknya sama sekali, lelaki dingin yang terkenal sebagai anggota geng motor yang disengani di kota nya.
Darren bukan tipe yang mudah didekat. Ia selalu bersikap dingin, bicara seperlunya, dan tidak tertarik oleh gosip yang ada di sekitarnya. Namun Skaya tidak peduli dengan itu malah yang ada ia selalu terpesona melihat Darren.
Suatu hari tanpa sengaja Skaya mengetahui rahasia Darren, ternyata semuanya tentang masalalu yang terjadi di kehidupan Darren, masalalu yang begitu menyakitkan dan di penuhi oleh janji yang tidak akan ia ingkar sampai kapanpun. Skaya sadar waktu begitu singkat untuk mendekati Darren.
Ditengah fikiran itu, Skaya berusaha mendekati Darren dengan caranya sendiri. Apakah usahanya akan berhasil? Ataukah waktu yang terbatas di sekolah akan membuat cinta itu hanya menjadi kisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka Lama yang Terbuka
Tatapan Darren berubah. Dingin, tapi di saat yang sama, seperti menyimpan ribuan kepingan kenangan yang tidak ingin diingat. Skaya melihatnya dengan hati berdebar. Ia tahu, dibalik semua ketegaran Darren ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang telah lama ia kubur sedalam-dalamnya. Lalu, tanpa peringatan.... Ingatan itu menyeruak.
----
Flashback - Dua Tahun Lalu
Malam itu, jalan Kota diterangi lampu-lampu jalan yang temaram. Motor-motor berjejeran di sepanjang sisi aspal, deru knalpot menggema di udara. Di tengah hiruk-pikuk balapan liar, Rama berdiri di samping motor kesayangannya menyeringai ke arah seseorang di depannya.
“Lo yakin mau lanjut, Vano?” suara penuh tantangan. “ Gue udh menang dua kali. Lo mau kalah tiga kali berturut-turut?” laki-laki di seberangnya, Vano menatap Rama dengan rahang mengeras.
“Gue harap lo tau, Rama,” gumamnya. “Di dunia ini, menang terus-terusan itu engga selalu bagus.”
Rama hanya terkekeh. Ia tidak tahu.... Bahwa malam itu akan menjadi balapan terakhirnya. Lalu bendera start dikibarkan. Dua motor melesat di jalan yang kosong. Rama ada di depan seperti biasa. Angin menerpa wajahnya, suara mesin meraung di telinganya.
Tapi sesuatu terasa aneh. Saat itu ia mendekati tikungan tajam, tiba-tiba... Remnya tidak berfungsi. Jantung Rama berdegup kencang. Ia mencoba menarik tuas berkali-kali, tapi motor tidak melambat.
Panik, ia menoleh kebelakang... Dan melihat Vano menyeringai. Ini bukan kebetulan. Seseorang telah merusak motornya. Dan sebelum ia bisa berbuat apa-apa....
BRAK!
Tubuhnya terlempar dari motor, berguling di aspal dengan kecepatan tinggi. Dunia berputar. Rasa sakit menghantam setiap bagian tubuhnya. Lalu semua menjadi gelap. Dan ketika Darren datang... Yang ia lihat hanyalah tubuh tumbuh kembarnya yang bersimbah darah.
----
Kembali ke Masa Kini
Darren merasakan dadanya yang sesak. Ia bisa mendengar suara napasnya sendiri, bisa merasakan gemetar ditangannya.
kenangan itu terlalu menyakitkan bagi Darren. Ia ingin menguburnya tapi Skaya... Skaya telah menggalinya kembali. Mata Skaya berkaca-kaca. Ia bisa melihat luka itu. Luka yang tidak pernah benar-benar sembuh.
“Rama... Dibunuh?” suaranya nyaris tak terdengar.
Darren mengepalkan tangannya. “Dia tidak langsung mati.”
Skaya menahan napas.
“Dia masih sadar waktu gue datang,” lanjut Darren. Suaranya terdengar berat, seolah setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan rasa sakit. “ Gue peluk dia. Gue bilang dia bakal selamat.”
Hening
“Tapi dia cuma senyum.”
Skaya menutup mulutnya dengan tangan.
“Sebelum dia mati Dia cuman bilang satu hal.”
Rania menunggu.
Lalu dengan suara yang hampir berisik, Darren mengulang kata-kata terakhir saudara kembarnya.
“Jangan balas dendam.”
Dan justru itulah.... Yang tidak bisa ia lakukan. Karena sejak malam itu satu-satunya hal yang ada di kepala Darren adalah membalas apa yang telah terjadi.
----
Udara terasa berat setelah Darren mengulang kata-kata terakhir Rama.
“Jangan balas dendam.”
Tapi justru itulah yang tidak bisa ia lakukan. Setelah kematian Rama, dunia Darren hancur. Satu-satunya orang yang benar-benar mengerti dirinya telah pergi, dan yang tersisa hanyalah kemarahan.
Dan semua kemarahan itu tertuju pada satu orang yaitu Vano
-----
Flashback - 1 Tahun Lalu
suasana markas yang dipenuhi ketegangan. Semua orang menatap dua sosok yang berdiri saling berhadapan di tengah ruangan.
Darren dan Vano.
“Lo pikir bisa lolos setelah ngebunuh Rama” suara Darren dingin, penuh amarah yang ia tahan mati-matian.
Vano penuh dengan sikap tenangnya hanya senyum tipis. “Gue nggak pernah bilang gue mau kabur.”
Tanpa aba-aba, Darren menerjang.
Tinju pertama mendarat di rahang Vano, membuat terdorong ke belakang. Tapi Vano bukan orang lemah. Ia langsung membalas dengan pukulan ke perut Darren, membuat terhuyung. Suasana langsung kacau. Anggota yang lain siap turun tangan, tapi mereka tahu ini bukan pertarungan biasa.
Ini pertarungan pribadi.
Darren kembali menyerang, kali ini dengan hantaman yang di penuh kemarahan. Darah mulai mengalir. Tapi Vano tetap tersenyum. “Kematian Rama... sepenuhnya salah gue.” Darren berhenti. Nafasnya memburu, dan matanya menyala penuh kebencian. “Apa maksud lo?” desisnya.
Vano mengusap darah di sudut bibirnya. “Ada seseorang yang lebih pantas lo benci.”
Darren mengerutkan keningnya.
Vano mendekat, berbisik di telinganya. “Seseorang yang ada di dekat lo, tapi lo nggak sadar.”
Darren merasakan tubuhnya menegang. Vano terkekeh. “Gue engga akan kasih tahu sekarang. Tapi percaya sama gue, Darren... Lo belum tau semua kebenaran.”
----
Kembali ke Masa Kini
Skaya melihat bagaimana tangan Darren mengepal begitu keras, seolah sedang menahan sesuatu yang sangat besar.
“Jadi lo pikir Vano membunuh Rama?” tanyanya Skaya pelan
Darren terdiam.
“Gue ga berfikir Skaya,” Suara rendah. “Gue tau di pelakunya.”
“Tapi... Kalau begitu, kenapa lo enga langsung...”
“Karena ada sesuatu yang lebih besar,” Darren memotong omongan Skaya
Tatapan matanya penuh dengan sesuatu yang lebih gelap dari sekedar dendam.
“Ada seseorang yang menginginkan Rama mati,”lanjutnya. “Dan Vano cuma bagian dari permainan ini.”
Rania merasakan bulu kuduk meramang.
Ini bukan sekedar dendam biasa. Ini kompirasi. Dan sebelum ia bisa mencerna semuanya, suara langkah kaki terdengar mendekat. Lalu suara yang begitu familiar menggenggam di udara.
“Lo masi sibuk ngomongin gue, Darren?” celetuk Vano yang tiba-tiba datang.
Ia berdiri di sana dengan senyum liciknya, seolah menantang. Dan kali ini Skaya tahu pertarungan mereka baru saja di mulai.