Nayanika memang tidak pandai mencari kekasih, tapi bukan berarti dia ingin dijodohkan.
Sialnya, kedua orangtuanya sudah merancang perjodohan untuk dirinya. Terpaksa Naya menikah dengan teman masa kecilnya itu, teman yang paling dia benci.
Setiap hari, ada saja perdebatan diantara mereka. Naya si pencari masalah dan Sagara si yang paling sabar.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
LIKE LIKE LIKE >.<
****
Naya rebahan di kasur, sedangkan Sagara masih sibuk di ruang kerjanya. Saat ini Naya sedang melakukan panggilan video dengan teman-teman kerjanya.
"Kapan-kapan kita harus luangin waktu buat liburan gak sih?" Itu suara Ratih, salah satu pelayan cafe.
"Bener tuh. Seru juga kayanya," sahut Alga.
Sedangkan Loli dan Naya hanya menyimak. Loli sedang memakan yupi-yupi nya dan melihat mereka dengan tatapan lugu.
"Gimana, Nay, Loli? Kalian setuju gak?" tanya Ratih.
"Terserah kalian aja," jawab Naya dan Loli mengangguk setuju.
"Btw, Nay. Yang tadi sore itu siapa? Yang jemput kamu pakai mobil itu lohh," tanya Ratih.
"Ohhh itu kakak aku."
Loli melotot mendengar jawaban Naya. Sedangkan yang lain mengangguk paham, karena mereka tidak tau kalau Naya sudah menikah.
"Kakak?"
Naya terkejut, hampir saja ponselnya jatuh. Sagara berjalan mendekat membuat Naya langsung beranjak duduk.
"Kakak?" ulang Sagara.
"A-aku ... Sagara, j-jangan—"
Sagara langsung merebut ponsel Naya dan mematikan sambungan teleponnya. Mereka yang sempat melihat wajah Sagara pun jadi ketar-ketir, mereka pikir Naya dimarahi kakaknya karena masih belum tidur. Tapi Loli, tentu dia tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aduh, Naya ... ternyata kamu lebih oon daripada aku," gerutu Loli. Entah bagaimana keadaan Naya setelah ini.
Sagara menatap Naya dengan tajam. Naya berdiri berusaha menggapai tangan Sagara, tapi pria itu terus menghindar.
"Sagara, dengerin penjelasan aku dulu—"
"Kakak? Kamu anggap saya kakak kamu?" Sagara menggeleng tak percaya.
Oke, dia mengerti karena mereka memang menikah karena dijodohkan, tapi, Sagara tidak menyangka karena Naya akan mengatakan pada temannya kalau dia adalah kakaknya. Setidaknya katakan saja pacar, kekasih, kenapa harus kakak?
"Diem dulu, aku mau jelasin!" geram Naya. Dia mencengkram kedua lengan Sagara dan menatap mata pria itu.
"Aku belum siap kalau mereka tau aku udah nikah, Sagara. Kamu harusnya paham," ujarnya menjelaskan.
"Cuma itu? Alasan macam apa itu, Nayanika?" Suara Sagara terdengar lirih namun penuh penekanan, Naya sampai merinding mendengarnya. Tatapan mata Sagara terlihat begitu kecewa.
"Kalau kamu belum siap mengakui, setidaknya katakan kalau saya adalah kekasih kamu. Kamu mau selingkuh? Di sana banyak laki-laki, kan? Sengaja kamu bilang kalau saya ini kakak kamu, biar mereka gak jauhin kamu, begitu?"
Naya melepaskan lengan Sagara. Tatapannya menajam. "Kok kamu mikir gitu? Kamu pikir aku gak cukup sama satu laki-laki?! Dari awal juga aku udah bilang kan, kalau kita gak boleh mencampuri urusan masing-masing. Harusnya kamu ngerti!"
"Kalimat kamu selalu itu-itu aja." Sagara mendengus geli, dia menunduk lalu kembali menatap Naya dengan senyum miring. "Saya gak pernah larang kamu ini itu. Dari kemarin, saya juga tau kalau kamu ke tempat wisata sama teman laki-laki kamu, saya tetap diam. Tapi kenapa semakin dibiarkan, kamu semakin liar?"
Naya mengeram kesal. Kenapa Sagara seolah memojokkannya?
"Saya begini karena saya gak mau kelakuan kamu diketahui keluarga saya, Naya. Kamu tau sendiri bagaimana Eyang Kakung. Kalau Eyang Kakung tau, habis kamu."
"Kenapa jadi salahin aku?! Kamu juga salah, Sagara!" tekan Naya.
"Coba, salah saya apa? Apa selama ini saya pernah pergi ke tempat wisata sama wanita lain tanpa seizin kamu?"
Tangan Naya terkepal erat. Dia benar-benar terpojokkan sekarang.
"Kamu itu maunya dingertiin terus! Aku juga mau bebas!"
"Kamu boleh bebas kalau belum menikah," sela Sagara. Mati-matian dia menahan agar tidak membentak istrinya. "Status kamu adalah istri saya, seorang istri harusnya menjaga sikap dan menghormati suami."
Nafas Naya naik-turun dengan cepat. "Kalau gitu ceraikan aku!" ucapnya tanpa ragu.
Sagara mengeraskan rahangnya. Urat-urat lehernya terlihat menonjol, bola matanya bergetar tanda dia sedang menahan amarah.
"Saya gak akan ceraikan kamu sampai kapanpun."
Naya menggigit bibir bawahnya. "KAMU EGOIS! Semenjak nikah sama kamu, aku gak sebebas dulu!" pekiknya menggebu-gebu. Matanya sudah berkaca-kaca.
Sagara membuang muka. Sungguh, dia bingung harus mengatakan apalagi pada Naya agar gadis itu paham.
Naya memukul dada Sagara. "Semua kamu larang, ini itu, semuanya! Aku mau bebas, Sagara, aku mau bebas!" Dia memekik lagi.
"Aku benci! Kenapa kamu harus balik lagi?! Kenapa gak tinggal selamanya aja di Belanda, hah?!"
Sagara tetap diam meski Naya terus memukuli dadanya.
"Gara-gara kamu, aku gak bisa bebas kaya dulu!" Naya menatap tajam Sagara. Nafasnya memburu.
"JAHAT! AKU BENCI KAMU, SAGARA!" pekikan Naya menggema di ruangan itu.
"Aku gak mau tinggal sama kamu lagi!" Setelah mengatakan itu, Naya langsung berlari ke luar.
Sagara menunduk, dia memijat pelipisnya yang berdenyut. Sifat Naya sangat keras kepala. Usianya sudah 25 tahun, tapi sifatnya begitu labil, kekanakan. Sagara tidak tau lagi bagaimana caranya menghilangkan sifat sialan itu.
****
Dengan derai air mata, Naya berjalan menyusuri trotoar jalan tanpa alas kaki dan hanya memakai piyama lengan pendek. Padahal angin malam sangat dingin.
Ia sakit hati karena Sagara. Dia selalu berpikir kalau Sagara lah yang telah merenggut kebebasannya. Sagara selalu ingin dirinya patuh, sedangkan ia tidak pernah menuntut ini itu pada suaminya.
Naya duduk di sebuah halte. Jalanan mulai sepi, dia tidak tau harus kemana sekarang. Tak mungkin dia pulang ke rumah orang tuanya, yang ada dia diomeli nanti.
Ia menaikkan kakinya ke atas kursi lalu memeluknya dan menelungkupkan kepalanya di atas lutut. Tangisnya terdengar semakin keras. Naya benar-benar terlihat seperti orang yang paling sedih di dunia.
"Kenapa Sagara gak pernah mau ngertiin aku?" Ia terisak. Benar-benar seperti bocah.
Hampir setengah jam Naya di sana. Malam semakin larut. Dia bergerak merebahkan tubuhnya di kursi panjang itu. Matanya sembab karena terlalu lama menangis, bahkan sekarang masih menangis.
"Mama ... mau pulang. Gak mau sama Sagara lagi," rengeknya dengan air mata mengalir.
Lama kelamaan, Naya lelah dan tanpa sadar ia ketiduran di sana.
Seseorang yang sedari tadi memantau dari mobil pun segera mendekat ke arah Naya.
Sagara, dari tadi dia memang mengikuti Naya, anehnya gadis itu tidak sadar kalau diikuti. Tentu saja Sagara tidak akan membiarkan Naya pergi sendirian di malam hari seperti ini.
Dia membungkus tubuh Naya dengan jaketnya lalu segera menggendongnya ke dalam mobil. Naya tidak terganggu sama sekali dan itu memudahkan Sagara untuk membawanya pulang.
Sambil menyetir, dia sesekali menatap Naya yang terlihat polos saat tidur.
"Kalau sedang tidur, dia akan jadi perempuan lugu, dan ketika bangun, dia seolah menjelma menjadi singa betina," gumam Sagara lalu dia terkekeh kecil.
Meski darah tinggi dibuatnya, Sagara masih memiliki hati nurani. Entah bagaimana nasib Naya kalau dia tidak menikah dengan Sagara. Pasti tidak akan ada laki-laki sesabar ini selain Sagara.
bersambung...