dikisahkan ada seorang gadis desa bernama Kirana, ia adalah gadis yang pintar dalam ilmu bela diri suatu hari, ayahnya yaitu ustadz Mustofa menyuruh Kirana untuk merantau ke kota karena pikirnya sudah saatnya ia untuk membiarkan putrinya itu mempelajari dunia di luar desa
Kirana memenuhi permintaan sang ayah dan pergi ke kota yang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung halamannya. dan di sinilah Kirana mulai di hadapkan dengan situasi yang menguji keberanian serta kesabarannya, pertemanan, Cinta segitiga sampai akhirnya ia bertemu dengan takdir yang memang telah di putuskan untuk dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riris Sri Wahyuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
masih belum menyerah
Tak lama, masakan pun selesai. Kirana menata ikan goreng, sayur bening, dan sambal sederhana di atas meja. Mereka bertiga duduk bersama nenek di tengah, Reyhan dan Kirana di sisi kanan-kirinya.
"Sekali lagi, nenek ucapkan terimakasih pada kalian, kalian berubah sudah sangat membantu nenek hari ini." ucap sang nenek dengan tatapan penuh rasa syukur.
"alhamdulillah, kami juga merasa senang bisa membantu nenek. " balas Reyhan dengan lembut. Kirana ikut membalas dengan anggukan.
"yasudah, mari kita makan bersama! " ajak nenek pada keduanya. Reyhan dan Kirana mengangguk lalu mereka mulai menikmati hidangan tersebut bersama-sama.
"wah, kamu ternyata pintar memasak ya, " ucap sang nenek memuji masakan yang di buat oleh Kirana. Kirana tersenyum sambil menunduk malu. sementara Reyhan melirik sekilas ke arahnya sambil ikut memasang senyum tanda kalau ia juga setuju dengan komentar nenek barusan.
Mereka pun makan dengan suasana hangat dan akrab, seolah sudah saling mengenal lama. Di luar, angin malam bertiup lembut, membuat tirai lusuh di jendela bergoyang perlahan.
Namun, si balik kesunyian malam itu sekelompok pria diam-diam sedang mengintai rumah sang nenek. rupanya mereka adalah pria yang sama yang tadi sore bertarung dengan Reyhan ketika ia pulang dari kampus. rupanya mereka masih belum menyerah sampai bisa benar-benar memberi Reyhan pelajaran.
"kali ini kita nggak boleh sampai gagal, saat dia lengah kita langsung saja culik dia. " ucap salah satu pria
"siap bos. " Jawab kedua anak buahnya serempak tapi pelan.
Sementara itu, di dalam rumah Kirana telah menyelesaikan makannya, ia hendak pergi mencuci tangannya. "em, maaf nek saya izin cuci tangan sebentar. " ucap Kirana sopan.
"oh, iya ada ember berisi air di depan rumah, kamu bisa pakai itu buat cuci tangan. "
"baik nek,. " Kirana pergi keluar rumah dan seperti yang di katakan nenek ia melihat ember berisi air bersih yang terletak di dekat pintu. ia pun mulai mencelupkan tangannya dan mencucinya di sana.
Setelah selesai mencuci tangan, Kirana berniat untuk kembali masuk ke dalam tetapi entah mengapa ia merasa bahwa ada seseorang yang saat itu tengah mengawasi dirinya. ia pun melihat sekeliling dan pandangannya menangkap sosok pria yang tengah bersembunyi di balik tembok sebuah rumah kosong yang tak jauh dari sana. ia tau mereka adalah orang yang sama dengan orang yang ia hadapi sore tadi.
"rupanya mereka belum menyerah juga. " ucapnya pelan sambil mengambil sebuah batu yang tergeletak di tanah.kirana melemparkan batu tersebut dan tepat mengenai kepala salah satu pria
Pria itu langsung terhuyung dan mengumpat keras, “Sial! Dia ternyata melihat kita”
Suara itu memecah kesunyian malam. Dua pria lain yang bersembunyi di belakang tembok langsung bergegas keluar, berlari ke arah Kirana dengan wajah marah.
Kirana segera mundur beberapa langkah sambil menatap tajam matanya berubah serius, sepenuhnya waspada.
“kalian belum kapok rupanya."
Salah satu pria maju dengan nada mengejek, “Kamu dan kawan kamu udah bikin bos kami malu tadi sore, dan sekarang waktunya balas dendam, Nona sok jago.”
Kirana mengepalkan tangannya. “Kalau kalian nyari masalah, kalian datang ke orang yang tepat.”
Tanpa menunggu mereka menyerang, Kirana bergerak duluan. Tubuhnya melesat cepat, menendang salah satu pria di perut hingga jatuh tersungkur. Pria lain mencoba memukulnya dari belakang, tapi Kirana dengan gesit memutar tubuhnya dan menangkis pukulan itu, lalu membalas dengan siku ke arah rahang.
Namun jumlah mereka tak seimbang dua pria lainnya datang dari arah gelap, membuat Kirana harus melompat mundur untuk menjaga jarak.
Sementara itu, di dalam rumah, Reyhan yang mendengar suara gaduh langsung menoleh ke arah jendela. “astagfirullah, suara apa itu?”
Nenek tampak khawatir. “Nak, kayaknya dari luar…”
Reyhan segera berdiri dan berlari keluar tanpa pikir panjang. Begitu ia sampai di halaman, matanya langsung menangkap Kirana yang sedang bertarung melawan empat pria sekaligus.
“Kirana!” serunya keras.
Kirana sempat menoleh sekilas, “Rey, hati-hati! Mereka membawa lebih banyak bala bantuan kali ini”
Namun justru salah satu pria mencoba menyerang Reyhan dari samping. Dengan refleks, Reyhan menangkis pukulan itu dan membalas dengan satu tendangan keras ke dada lawannya. Suara benturan terdengar jelas.
Mereka berdua kini berdiri berdampingan di bawah cahaya remang dari lampu jalan, sama-sama bersiap menghadapi para pria yang mulai mengepung dari berbagai arah.
“astagfirullahaladzim,” ujar Reyhan pelan.
Kirana menoleh cepat, pandangannya tajam tapi tenang. “aku rasa, mereka masih ingin mengincar dirimu rey. "Reyhan mengangguk tanda setuju. " iya, dan kita tak punya pilihan selain melawan mereka. "
Seketika keduanya melesat bersamaan Kirana dengan gerakan cepat dan terarah, Reyhan dengan kekuatan penuh. Pertarungan sengit pun kembali pecah di malam yang dingin itu, di depan rumah nenek yang kini diselimuti ketegangan.
Suara benturan keras terdengar bertubi-tubi ketika pertarungan benar-benar pecah. Reyhan dan Kirana bergerak cepat, bahu membahu menghadapi empat pria itu di halaman rumah sang nenek yang sempit namun cukup untuk menjadi arena kecil.
Salah satu pria berperawakan besar maju ke arah Reyhan dengan pukulan kuat. Reyhan menangkisnya dengan lengan kiri, lalu memutar tubuh dan membalas dengan tendangan memutar yang menghantam bahu lawannya keras. Pria itu langsung terjatuh ke tanah, mengerang kesakitan.
Sementara Kirana, di sisi lain, menghadapi dua orang sekaligus. Ia menghindari serangan pisau dari salah satu pria dengan langkah gesit ke samping. Ia lalu menendang lutut pria itu hingga tersungkur, kemudian meninju wajahnya tanpa ragu. Namun ketika ia hendak berbalik, pria lain datang dari arah belakang dan mendorongnya keras.
Tubuh Kirana terhempas dan bahunya membentur tembok kasar di samping rumah. Ia meringis, menahan rasa perih yang menyengat di lengan kanannya. “Agh…”
Reyhan yang melihat itu langsung terkejut sekaligus marah. “ astagfirullahalazim, Kirana!” serunya, lalu berlari ke arah pria yang menyerang. Ia menarik kerah baju lawan dan menghantamkannya ke dinding hingga ambruk tak bergerak.
Kirana bangkit perlahan sambil menahan sakit di bahunya. Ia menatap lawannya yang tersisa dengan tatapan tajam penuh tekad. “Kalian pikir aku bakal mundur cuma karena ini?” katanya sambil menarik napas dalam dan kembali bersiap.
Pria terakhir mencoba menyerangnya dari depan, tapi sebelum sempat melayangkan pukulan, Kirana bergerak cepat ia menangkis serangan itu, memutar tubuh, dan menghantamkan lututnya ke perut lawan. Disusul tendangan tinggi yang membuat pria itu tersungkur tepat di depan kaki Reyhan.
Reyhan mengakhiri perlawanan dengan satu pukulan keras ke rahang pria tersebut, membuatnya pingsan seketika.
Keheningan kembali menyelimuti halaman. Hanya suara napas terengah dan dedaunan yang bergoyang pelan tertiup angin malam.
Reyhan segera berlari ke arah Kirana, menatap bahunya yang tampak lecet dan sedikit berdarah.
“Kamu luka,” ucapnya khawatir
Kirana tersenyum tipis, mencoba menenangkan. “Cuma lecet kecil kok, nggak apa-apa.”
“Tetap aja, itu harus diobati,” balas Reyhan tegas namun lembut.
Kirana hanya diam, sedikit terharu melihat ekspresi serius Reyhan yang belum pernah ia lihat. Ia menunduk, lalu berucap lirih, “Makasih Rey…”
Reyhan menatapnya sebentar, lalu menarik napas panjang. “Lain kali jangan bertindak sendirian, seperti tadi ”
Kirana tersenyum kecil. “Kalau kamu nggak datang pun, aku juga masih bisa kok ngadepin mereka.”
Reyhan mendengus pelan. “Iya, tapi tetap saja kamu terluka begini karena mau menolongku dari orang-orang itu. "
Malam itu, setelah para pria itu kabur terbirit-birit, Reyhan dan Kirana masuk kembali ke dalam rumah. Nenek yang cemas langsung menyambut mereka dengan kain basah di tangan, siap membersihkan luka Kirana.