" Aku akan membiayai sekolahmu sampai kamu lulus dan jadi sarjana. Tapi kamu harus mau menikah denganku. Dan mengasuh anak-anak ku. Bagaimana?
Aqila menggigit bibir bawahnya. Memikirkan tawaran yang akan diajukan kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai_va, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sup Panas
Aqila sudah siap berangkat ke sekolah. Dia menunggu Pak Husein yang akan menjemputnya. Tepat pukul enam lebih lima belas menit, mobil Pak Husein sudah memasuki halaman rumahnya.
" Selamat pagi pak." Aqila dengan riang mengucapkan salam kepada Pak Husein.
" Selamat pagi non Qila. Ini bekal dari nyonya besar. Pesannya harus di habiskan."
" Hehehe. Terima kasih pak. Minta tolong nanti ini pakaian untuk ayah sama kakak saya ya pak."
" Baik non."
Pak Husein mengarahkan mobilnya menuju ke sekolah Aqila. Saat mereka berhenti di pelantaran parkir sekolah Aqila, mereka masih menjadi pusat perhatian.
" Non nanti pulang jam berapa?"
" Hari ini jam tiga pak. Karena ada pelajaran tambahan."
" Oke non. Nanti di jemput pak Abi ya?"
" Kok kak Abi yang jemput?"
" Iya. Katanya mau diajak ke suatu tempat. Nggak tahu saya."
" Oh iya pak. Terima kasih sudah diantar kan ya pak."
" Sama-sama non."
Aqila turun dari mobil dan menuju ke kelas. Di kelas, Aqila duduk di bangkunya dan membuka buku pelajaran hari itu.
" Udah jadi orang kaya nih?"
Aqila melihat Rea di hadapannya.
" Ada apa?"
" Udah kaya sekarang kamu ya. Naik mobil mewah."
Aqila mengacuhkan Rea dan kembali membaca buku pelajarannya.
" Aku lagi ngomong sama kamu. Brengsek !!!!!"
Aqila masih mengabaikan Rea. Rea hendak mengambil buku yang sedang dibaca oleh Aqila ketika suara memanggil Aqila.
" Aqila !!!"
Aqila melihat kearah asal suara.
" Iya Za."
" Di panggil Bu Santi di ruangannya."
" Aku segera kesana."
" Jangan lupa ke ruang guru bentar. Izin sama Pak Tigor sebentar lagi jam pelajaran Pak Tigor. Nanti disangka kamu telat. Karena di ruangan Bu Santi bisa agak lama. Mau bahas tentang beasiswa ke perguruan tinggi."
" Oke."
Aqila menuju ke ruang guru terlebih dahulu untuk meminta izin kepada Pak Tigor. Setelah itu bersama Reza, mereka menuju ke ruangan Bu Santi sang kepala sekolah.
" Jadi gimana? Aqila tetap mau mencari beasiswa untuk menjadi guru?"
" Iya Bu."
" Hmmmm. Gimana ya. Sayang banget nilai kamu ini bisa masuk fakultas kedokteran loh."
" Saat ini saya ingin jadi guru saja bu. Karena sudah cita-cita saya sejak kecil."
" Yaaaahh.. Ibu rasa juga begitu. Lebih baik ambil jurusan yang kamu sukai aja. Daripada di paksakan. Reza gimana?"
" Saya tetap mau ambil jurusan sastra inggris Bu. Ada kan beasiswa nya ?"
" Ada. Harus berusaha ekstra keras. Karena saingannya lumayan banyak."
" Baik Bu."
Reza dan Aqila pun meninggalkan ruangan Bu Santi.
" Apa benar?"
" Apa nya ?"
" Apa benar kalau selama beberapa hari ini kamu di antar menggunakan mobil mewah?"
" Iya."
" Bagaimana bisa?"
" Ada hal yang aku nggak bisa ceritakan. Maaf."
Aqila berjalan mendahului Reza dan kemudian masuk ke dalam kelas di tengah-tengah pelajaran Pak Tigor. Rea menatap tidak suka ke arah Reza dan Aqila.
Pada saat bel istirahat berbunyi, Aqila membuka bekal nya. Amanda duduk di sebelahnya.
" Masa iya aku makan bareng kamu lagi?"
" Porsinya terlalu banyak buatku. Kalau nggak habis kan nggak enak juga."
Aqila membuka termos bekal. Dilihatnya termos yang berisi sup yang masih cukup panas karena bahan dari termos nya yang bagus.
" Masih panas Qila. Bagus nih bahan termosnya. Pasti mahal."
" Ngapain aja kamu sama Reza tadi?"
Rea datang lagi di meja Aqila.
" Nggak ada apa-apa."
" Kenapa kalian terlambat datang di jam pelajaran Pak Tigor?"
" Apa kamu tuli? Bahkan semua anak di kelas jug udah dengar kalau Reza dan Aqila mendapatkan beasiswa ke perguruan tinggi dan mereka sedang di panggil ke ruangan Bu Santi tadi." Amanda menjawab perkataan Rea.
" Diak kamu !!! Kenapa lama banget?"
Aqila menghela nafas sebentar lalu menjawab pertanyaan Rea.
" Kami tidak melakukan apa-apa. Dan setelah dari ruangan Bu Santi, kami langsung kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran Pak Tigor."
" Bohong kamu !!"
" Aku nggak butuh kepercayaan dari kamu."
Aqila menjawab ucapan Rea dengan acuh tak acuh. Membuat Rea menjadi marah. Rea menggulirkan termos yang berisi sup panas. Termos pun terguling ke samping mengenai tangan dan paha Aqila. Aqila pun memekik kesakitan.
" Aaaaahhhh.... Panasss...."
Amanda langsung mengangkat termos berisi sup panas itu dan mengambil tissue. Amanda menyeka tangan Aqila yang memerah karena sup panas. Aqila memekik kesakitan karena terkena tissue.
" Maaf...maaf Qila. Tambah sakit ya? Aduh gimana ini?"
Amanda panik karena Aqila mulai menangis.
" Bawa ke ruang kesehatan Man..."
" Iya Za."
" Aku akan melaporkan mu kepada guru kelas."
Rea tidak bergeming. Merasa kekayaan orang tuanya bisa membuatnya bebas dari hukum.
Dengan dibantu Reza, Amanda membawa Aqila ke ruang kesehatan. petugas kesehatan segera melakukan pertolongan pertama untuk Aqila.
" Kena apa ini kok bisa sampai kayak gini?"
" Kena sup dokter."
" Sup nya masih panas banget?"
" Iya. Termosnya bahannya bagus. Waktu di buka masih mengepul asapnya."
" Oh gitu. Coba hubungi orang tuanya. Lebih baik di bawa pulang saja. Biar istirahat di rumah. Pahanya sampai memerah kayak gini. Gimana bisa sup nya tumpah,m kesenggol gitu?"
" Ulah Rea. Anak itu sedang mencari perhatian."
" Ck.. Anak itu lagi. Pasti dia bebas dari hukuman lagi."
" Qila, aku harus hubungi siapa?"
" Di handphone aku, tekan nomer satu aja."
Amanda mengambil handphone Aqila yang ada di saku roknya. Aqila yang terkena obat pereda nyeri langsung memejamkan matanya dan terlelap.
" Hallo Qila."
Amanda sedikit mengerutkan keningnya. Suara asing di telinganya.
" Ini kak Alvi?"
" Ini siapa?"
" Ini Manda kak temannya Aqila."
" Ada apa handphone Aqila ada di tangan kamu?"
" Manda cuma mau ngabari ada insiden di sekolah. Aqila sedang di ruang kesehatan karena tersiram sup panas lalu......"
" Aku segera kesana."
Abizan segera mematikan panggilan telepon Amanda. Amanda mengerutkan keningnya.
" Siapa sih ini? Bukan kak Alvi deh sepertinya."
Amanda menunggui Aqila yang terlelap. Dilihatnya tangan Aqila yang terkena sup panas di olesi salep bening. Paha Aqila pun juga memerah.
" Rea gila."
Amanda meniup tangan Aqila. Perutnya berbunyi tetapi Amanda enggan meninggalkan Aqila sendirian. Cukup lama Amanda menemani Aqila sampai akhirnya Amanda tertidur. Amanda terbangun saat seseorang menepuk pundaknya. Amanda mengerjapkan matanya melihat seseorang yang membangunkannya.
" Apa aku udah ada di surga?" monolog Amanda dalam hati
" Hei..."
Abizam akhirnya menyentil dahi Amanda.
" Aduh sakit.... Bukan di surga ternyata."
" Kamu siapa?"
" Om yang siapa? Baru kali ini Manda liat Om."
Tidak menjawab pertanyaan Amanda, Abizam kembali bertanya.
" Aqila kenapa?"
" Sup yang di bawa Qila di tumpahkan anak nakal di kelas Om. Karena masih panas, jadi kena tangan dan pahanya Aqila. Tangan dan pahanya jadi merah seperti ini. Kata dokter jaga disini harus bawa ke rumah sakit supaya nggak melepuh dan meninggalkan bekas luka. Ini tadi Qila di beri suntikan pereda nyeri. Makanya dia langsung tidur."
" Siapa nama teman Aqila yang nakal itu?"
" Rea om."
" Dia cowok atau cewek?"
" Cewek lah."
" Aku akan mengurusnya nanti. Aku bawa Qila ke rumah sakit dulu."
" Eh tunggu. Om ini siapanya? Om mau nyulik Qila ya ?"
" Aku tunangannya."
" Hah? Kok Qila nggak bilang?"
" Emang kamu siapanya?".
" Aku sahabatnya Qila padahal."
" Ckk..."
" Aku ikut om. Aku harus memastikan om nggak menculik Aqila. Atau mau saya teriak disini biar orang-orang kesini semuanya."
" Ckk.. Merepotkan."
" Yaudah ayo."
Amanda berpamitan kepada petugas medis di ruang kesehatan kemudian mengikuti Abizam yang menggendong Aqila yang sedang terlelap karena obat pereda nyeri. Mereka berhenti di depan sebuah mobil mewah. Abizam membaringkan Aqila di kursi belakang mobilnya. Amanda masih dibuat terpana dengan mobil mewah Abizam.
" Jadi ikut nggak sih?"
" Ini mobil siapa om?"
" Mobilku. Kenapa sih ? Berisik banget. Jadi ikut nggak?"
" Jadi... Jadi om."
Amanda langsung duduk di kursi sebelah sopir dan mengenakan sabuk pengaman. Abizam segera melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit. Di rumah sakit, Aqila langsung mendapatkan pengobatan. Abizam dan Amanda menunggu di depan ruangan IGD.
" Sebenarnya apa yang terjadi?"
" Rea teman sekelas kami, dia kan menyukai Reza. Tapi Reza cuek-cuek aja. Tadi Reza dan Aqila di panggil Bu Santi kepala sekolah di sekolah kami. Terkait tentang beasiswa perguruan tinggi. Karena kembali ke kelas agak lama, Rea curiga kalau Reza dan Aqila punya hubungan khusus."
" Memang mereka ada hubungan khusus?"
Sempat terlintas dibenak Abizam jika Aqila menjalin hubungan dengan pria lain.
" Nggak lah om. Aqila itu orangnya kaku. Terlalu fokus sama impian dia yang jadi guru. Kalau aku duga, pasti Bu Santi nawarin beasiswa yang lain deh. Tapi Qila pasti akan pilih menjadi guru."
" Kenapa kira-kira seperti itu?"
" Dari dulu aku satu sekolah sama Aqila. Baru di kelas tiga ini aku satu kelas. Dari cerita Qila, sejak dia berada di sekolah menengah atas ini, dia sering mendapatkan perlakuan tidak adil. Maka dari itu Aqila pengen jadi guru. Supaya nggak ada murid-murid yang lain yang mengalami ketidakadilan seperti Aqila."
" Maksudnya?"
" Aqila sering di bully dan di perlakukan tidak adil sama Rea and the geng. Tapi guru-guru di sekolah kami menutup mata untuk itu. Hanya karena Rea anak ketua yayasan di sekolah kami. Nggak hanya Aqila, banyak anak-anak lain yang seperti Aqila di bully sama Rea and the geng."
Abizam mengepalkan tangannya erat. Merasa geram dengan cerita Amanda.
" Kalau gitu kamu harus bantu aku."
" Bantu apa om?"