Dari sekian banyak yang hadir dalam hidupmu, apa aku yang paling mundah untuk kau buang? Dari sekian banyak yang datang, apa aku yang paling tidak bisa jadi milikmu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AYU 20
Pagi ini akan jadi pagi yang panjang karena tiba tiba, Natalia sang duta tidur larut ngajak gue jogging. Sebuah mukjizat bukan? Bahkan saat gue cuma bisa mengelilingi lapangan kota sebanyak lima kali, gadis itu justru lebih unggul tiga. Padahal lapangan ini cukup luas.
Gue yang sudah terlalu capek menuruti ego Lia, kali ini duduk di pinggir lapangan. Sesekali menegak air mineral yang Lia bawa. Entah apa yang sedang terjadi dengan gadis itu, gue cuma bisa geleng geleng kepala mendapati senyum terus merekah dari bibirnya.
"Istirahat dulu kalik!"
"Ntar nanggung!"
Hanya butuh selang lima menit setelah Lia hilang dari pandangan gue. Seorang pria dengan hoodie hitam berdiri didepan gue, membuat gue otomatis mendongak. Dengan senyum khasnya dan wajah bangun tidur itu, rasanya baru kemarin saja dia mengungkapkan perasannya.
"Ngapain?"
Juna terkekeh, ikut duduk disebelah gue sebelum kembali menatap gue dari samping.
"Nemenin Zidan main basket sama anak komplek" pria itu menunjuk lapangan basket yang tak jauh dari lapangan kota. Masih satu daerah hanya di batasi dengan jalan raya saja.
"Habis sholat shubuh juga, lo tumben?"
Gue menunjuk Lia yang sudah lumayan jauh di ujung lapangan, "nurutin ndoro putri"
"Siang ini ada acara?"
Gue menggeleng setelah cukup berfikir kalau hari ini memang tidak ada hal yang harus gue lakukan, kecuali mengerjakan tugas yang kemarin sempat tertunda.
"Timezone yuk?"
Gue terkekeh, "tiba tiba?"
"Gue lagi dapet vocher"
"Oh oke! Ngga sama Zidan aja, Jun?"
"Bosen sama dia mulu, Yuk" Juna menghela napas panjang. Dibilang benar juga, bahkan seperti layaknya gue dan Lia, mereka berdua memang kemana mana selalu bersama. Bahkan sempat Juna bercerita bahwa kamar kedua pria itu bersebelahan, selalu saling merepotkan satu sama lain sudah jadi hal yang biasa. Seperti saudara seayah seibu katanya.
Ya wajar kalau bosan.
"Boleh, ntar tunggu didepan kos aja"
Cuma butuh satu jam setelah akhirnya Lia ngajakin balik lagi. Juna, pria dengan jaket denim dengan kaus putih di dalamnya dan jangan lupa celana kargo hitam itu. Berdiri tepat didepan kos dan bersandar didinding, bermain dengan ponselnya tanpa peduli orang yang berlalu lalang dijalanan.
Gue bisa lihat wajah serius sekaligus judes saat secara tak sadar larut dalam media sosialnya. Gue tersenyum tipis sambil menyenggol lengan kanannya.
Kali ini ekspresinya berubah seratus delapan puluh derajat, menatap gue dengan senyum sambil menyimpan ponselnya di saku.
"Lama ya? Sorry," sesal gue.
"Baru aja, lagian sambil anter Zidan dulu tadi"
"Kemana?" Gue meraih helm yang baru saja Juna berikan, mengaitkan pengait sambil melihat Juna menyalakan motornya.
"Ambil barang di rumah temennya, sambil ngopi bentar"
Gue naik setelah Juna mengisyaratkan motornya sudah siap dinaiki. Disepanjang perjalanan, pria itu menceritakan beberapa keributan yang terjadi di kost nya. Dari drama masak indomie sampai airnya surut dan air galon yang tiba tiba bocor, ah bahkan gue ngga tau kenapa semua itu bisa terdengar lucu jika diceritakan dari mulut Juna.
"Oh ya, tadi ada ujan tiba tiba di kos, padahal diluar lagi panas kan?"
Gue menatap pantulan wajah Juna di spion, pria itu terlihat kesal dengan bibirnya yang menekuk kebawah.
"Kok bisa?"
"Ternyata suaminya ibu kos nyiram tanaman dari lantai dua"
Gue tergelak, tepat saat pria itu menatap gue juga si pantulan spion. Wajah bahagia yang gue tunjukkan karena cerita itu membuatnya ikut tersenyum. Menampilkan gigi rapihnya dan dua manik bulan sabit.
"Juna, suami ibu kos lo apaan sih!" Pekik gue dengan gelak tawa yang tak henti.
Mungkin sebagian pengendara yang melewati kita atau yang kita lewati mengira kita berdua adalah dua orang waras yang menggila. Tapi apa peduli gue? Gue bahkan lebih memilih untuk gila sejenak jika itu membuat gue bahagia.
"Kos gue tuh ngga waras, Yuk. Mau pindah sayang, ngga pindah tambah stress gue"
"Ah sayangnya kos gue cuma buat putri aja," gue menoleh, menatap Juna dari samping.
"Emang kenapa?"
"Yah kalo campur kan gue bisa saranin pindah"
"Jangan,"
"Kenapa gitu?" Gue membenarkan helm yang tiba tiba turun hampir menutupi mata gue, helm ini emang sedikit kebesaran dikepala gue.
"Nanti malah gue makin suka sama lo, lo mau tanggung jawab?"
Gue tetawa lagi, "ga ikut ikut deh kalo itu mah"
"Ngga satu kos aja udah suka, gimana kalo satu kos"
"Jangan suka sama gue!" Seru gue tepat pria itu melajukan motornya setelah lampu hijau menyala. Disaksikan beberapa remaja yang ada disekitar kita, mereka sebagian menoleh.
"Udah terlanjur"
"Bandel!"
"Biarin"
Siang ini, sebagian kebahagiaan atau justru kesuntukan gue semasa kuliah terbayarkan. Dengan main di timezone sama Juna. Membuat gue melupakan sejenak tentang tugas kuliah, apa yang sudah terjadi dimasa lalu, luka batin yang sesekali masih berasa, atau sesimple indomie yang tadi pagi gue rencanakan akan dimakan siang ini.
Pria itu bisa membuat gue ada dititik dimana dunia pantas untuk selalu di syukuri. Untuk sekedar kalah dalam permainan saja bisa membuat kita berdua saling tertawa.
"Yah, masa berjam jam cuma dapet ini!"
Juna tergelak saat gue mengangkat boneka kecil yang baru saja dia dapatkan dari peemainan capit boneka. Boneka beruang kecil dengan hati merah yang terkait diantara dada.
"Pencapaian tuh" Juna kembali memasukkan koin yang tinggal sisa beberapa di tangan. Kembali bermain untuk target yang dia inginkan, boneka sinchan yang letaknya di sudut kotak.
"Ngga akan bisa!" Ucap gue malas. Ini sudah kesepuluh kalinya dan berbuah masam untuk bisa mendapatkan apa yang Juna mau. Lagian boneka yang ada di tangan gue aja bentuk keberuntungan aja setelah capitan kesembilan.
"Yang penting udah usaha"
"Jun?"
"Hm?" Pria itu masih sibuk berkutat dengan tombolnya sebelum menatap gue karena kekalahan kembali terjadi.
"Laper ngga?"
"Mau makan apa?"
"Somay"
"Pake saus kacang?"
Gue mengangguk, "pake kecap juga!"
Pria itu terkekeh, lantas mengusap puncak kepala gue sebelum kita berdua sama sama berjalan keluar timezone.