NovelToon NovelToon
Brondong Untuk Kakak Cantik

Brondong Untuk Kakak Cantik

Status: tamat
Genre:Berondong / Anak Genius / Anak Kembar / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Tamat
Popularitas:25.9k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kehidupan seorang balita berusia dua tahun berubah total ketika kecelakaan bus merenggut nyawa kedua orang tuanya. Ia selamat, namun koma dengan tubuh ringkih yang seakan tak punya masa depan. Di tengah rasa kehilangan, muncullah sosok dr. Arini, seorang dokter anak yang telah empat tahun menikah namun belum dikaruniai buah hati. Arini merawat si kecil setiap hari, menatapnya dengan kasih sayang yang lama terpendam, hingga tumbuh rasa cinta seorang ibu.

Ketika balita itu sadar, semua orang tercengang. Pandangannya bukan seperti anak kecil biasa—matanya seakan mengerti dan memahami keadaan. Arini semakin yakin bahwa Tuhan menempatkan gadis kecil itu dalam hidupnya. Dengan restu sang suami dan pamannya yang menjadi kepala rumah sakit, serta setelah memastikan bahwa ia tidak memiliki keluarga lagi, si kecil akhirnya resmi diadopsi oleh keluarga Bagaskara—keluarga terpandang namun tetap rendah hati.

Saat dewasa ia akan di kejar oleh brondong yang begitu mencintainya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 30

Malam itu, udara kampus terasa lebih sunyi dari biasanya. Lampu jalan di sekitar gedung perpustakaan mulai redup, hanya menyisakan cahaya remang yang memantul di permukaan jalan beraspal. Celin masih duduk di ruang baca lantai tiga, tempat yang paling sepi dan jarang dilewati mahasiswa. Layar laptopnya terbuka, menampilkan sederet angka-angka transaksi yang semakin rumit.

Namun pikirannya bukan hanya pada data itu. Suara Cakra siang tadi masih terngiang di telinganya: “Jalan itu selalu ke arah kamu.”

Ia menarik napas panjang, mencoba menepis getaran aneh di dadanya. Tidak, Celin. Kau tidak boleh goyah. Dia terlalu muda. Dia adik bagi Arka dan Aksa. Kau tidak boleh menyeretnya ke dunia ini.

Namun logika itu tidak bisa menutupi kenyataan setiap kali Cakra ada di dekatnya, ia merasa… aman.

---

Sementara itu, di luar gedung, Cakra berdiri menatap ke arah jendela lantai tiga. Hembusan angin malam membuat rambutnya sedikit berantakan, namun matanya tajam, penuh tekad. Ia tahu Celin masih terjaga. Ia juga tahu, jika malam ini ia tidak bicara, ia mungkin akan kehilangan kesempatan selamanya.

Langkah kakinya mantap menaiki tangga. Setiap anak tangga seperti menuntun hatinya untuk berhenti bersembunyi.

Saat pintu ruang baca terbuka, Celin mendongak kaget. “Cakra? Kamu belum pulang?”

Pemuda itu berjalan masuk dengan tenang, membawa sebotol air mineral. “Aku lihat lampu masih nyala. Kupikir kamu masih di sini.”

Celin menutup sebagian layar laptopnya. “Aku sedang beresin data. Besok pagi harus siap.”

“Data… atau rahasia?” suara Cakra dalam, namun tidak menghakimi.

Celin terdiam. Ia menunduk, jarinya mengetuk-ngetuk meja tanpa sadar. “Jangan mulai lagi, Cakra.”

Pemuda itu mendekat, meletakkan botol air di hadapannya. “Kak, aku sudah lama pura-pura nggak tahu. Tapi aku nggak bisa terus begitu. Aku lihat caramu bekerja, caramu sembunyiin sesuatu dari semua orang, bahkan dari Arka dan Aksa. Aku tahu ada beban besar yang kamu pikul sendirian.”

Celin menggenggam botol itu, tapi tangannya sedikit gemetar. “Itu urusanku. Bukan urusanmu.”

Cakra menunduk, menatapnya serius. “Salah. Semua yang menyangkut kamu… otomatis jadi urusanku.”

Kata-kata itu membuat Celin mendongak. Matanya membesar, berusaha menolak arti di balik kalimat itu. Namun tatapan Cakra terlalu jujur, terlalu dalam untuk dihindari.

---

Suasana hening beberapa saat. Hanya suara pendingin ruangan yang terdengar.

Akhirnya Celin bangkit, melangkah menjauh ke arah rak buku, mencoba menenangkan diri. “Kamu nggak tahu apa yang kamu bicarakan. Hidupku rumit, Cakra. Terlalu rumit buat orang seusiamu.”

Cakra mengikuti, berdiri beberapa langkah di belakangnya. “Kamu pikir aku nggak tahu? Dari awal aku sadar, Kak. Aku tahu kamu bukan sekadar dosen muda atau anaknya Pak Bagas. Kamu lebih dari itu. Dan justru karena aku tahu… aku memilih tetap di sini.”

Celin menoleh cepat, menatapnya dengan mata bergetar. “Kenapa? Kenapa kamu begitu keras kepala? Kamu masih punya masa depan cerah. Jangan sia-siakan hanya karena aku.”

Cakra mendekat, jarak mereka kini hanya tinggal satu langkah. Suaranya rendah, tapi penuh kekuatan.

“Karena aku jatuh cinta sama kamu, Kak Celin.”

---

Kata-kata itu menghantam Celin seperti badai. Jantungnya berdegup begitu keras, seakan hendak meledak. Tangannya refleks meraih rak buku, menahan tubuhnya agar tidak goyah.

“Apa… yang kamu bilang?” suaranya hampir berbisik.

Cakra tidak bergeming. Tatapannya tidak lari sedikit pun. “Aku bilang, aku jatuh cinta sama kamu. Dari dulu. Dari pertama kali aku lihat kamu berdiri di sisi Arka dan Aksa, mengatur mereka, menjaga mereka. Aku lihat kekuatanmu, keberanianmu, dan… semua itu membuatku nggak bisa berpaling.”

Celin menutup mata, menggeleng cepat. “Tidak… kamu hanya terjebak. Itu cuma kekaguman sesaat.”

“Kalau kekaguman sesaat, kenapa rasanya sakit setiap kali aku lihat kamu tersenyum sama orang lain? Kenapa aku rela begadang hanya buat pastikan kamu pulang dengan aman? Kenapa aku marah setiap kali ada yang coba mendekatimu?” suara Cakra meninggi, namun penuh emosi tulus.

Celin membuka mata, menatapnya tak percaya. Ada kehangatan, ada luka, ada cinta yang nyata di mata pemuda itu.

---

“Aku tahu, Kak, aku lebih muda. Aku tahu orang-orang bakal bilang kita nggak cocok. Tapi apa salah kalau aku memilih untuk jujur sama hatiku? Aku nggak mau lagi sembunyi di balik status ‘adik’ atau ‘sahabat’. Aku mau kamu tahu… aku cinta kamu. Bukan karena kagum. Bukan karena kamu kakaknya Arka dan Aksa. Tapi karena kamu adalah kamu Celin yang keras kepala, kuat, tapi juga sering rapuh diam-diam.”

Suasana kembali sunyi. Celin merasakan matanya panas. Ia menoleh, menatap ke luar jendela, berusaha menahan air mata.

“Cakra… kamu nggak tahu apa yang kamu hadapi. Dunia yang aku jalani bukan dunia biasa. Ada hal-hal berbahaya yang bisa menghancurkanmu kalau kamu terlalu dekat denganku.”

Pemuda itu melangkah lebih dekat lagi, hingga kini jarak mereka hanya beberapa sentimeter. Ia menunduk sedikit, suaranya pelan tapi mantap.

“Aku nggak peduli seberapa berbahaya dunia itu. Selama aku bisa ada di sisimu, aku siap hadapi semuanya.”

---

Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya jatuh dari mata Celin. Ia buru-buru mengusapnya, tapi Cakra lebih cepat tangannya terulur, menyentuh pipi Celin dengan lembut.

“Jangan nangis, Kak. Aku nggak tahan lihat kamu nyembunyiin semua sendirian. Biar aku yang jadi tempat kamu bersandar. Sekali aja… kasih aku kesempatan.”

Sentuhan itu membuat hati Celin hancur berkeping-keping. Ia ingin menolak, ingin mengatakan bahwa ini salah. Namun tubuhnya tidak bisa bohong detak jantungnya berlari, kulitnya merinding, dan hatinya berteriak, ia juga menginginkan pemuda itu.

“Aku… aku takut, Cakra,” bisiknya, suaranya pecah.

Cakra mendekat, keningnya hampir bersentuhan dengan kening Celin. “Kalau kamu takut, biar aku yang jadi keberanianmu.”

---

Detik itu, dunia seakan berhenti berputar. Tidak ada lagi data transaksi, tidak ada lagi bayangan musuh, tidak ada lagi batasan usia atau status. Hanya ada mereka berdua, terjebak dalam ruang sunyi, dengan cinta yang akhirnya menemukan jalan keluar.

Celin ingin berkata banyak hal, tapi bibirnya gemetar. Yang keluar hanya satu kalimat lirih, “Kamu gila, Cakra…”

Pemuda itu tersenyum tipis, masih menatapnya penuh cinta. “Iya. Gila karena kamu.”

---

Malam itu, mereka tidak saling berciuman, tidak juga saling berpelukan erat. Namun pengakuan itu cukup untuk mengikat hati keduanya dalam simpul yang tak bisa dilepaskan lagi. Celin mungkin masih menolak di mulut, tapi dalam hatinya, ia tahu ia sudah kalah.

Dan Cakra… akhirnya bebas. Bebas dari penjara perasaan yang ia simpan terlalu lama.

Namun, di luar gedung perpustakaan, bayangan seseorang berdiri mengawasi. Matanya tajam, bibirnya menyeringai dingin. Sosok itu menyalakan ponsel, merekam sebagian percakapan mereka.

“Menarik…” gumamnya. “Kalau begitu, aku sudah menemukan kelemahan Celin Bagaskara.”

Permainan baru pun dimulai.

---

Bersambung…

1
Nana Niez
itu baru namanya cewek canggih,,, kerennnn,, aq sukaaaa
Nana Niez
ah othor bikin terharuuuu, 😭
nuraeinieni
celin anak manis
🔴≛⃝⃕|ℙ$ Fahira Eunxie💎
ceritanya seru banget, banyak pelajaran yang diambil, salah satunya belajar untuk saling menyayangi walaupun mereka saudara tak sedarah...
🔴≛⃝⃕|ℙ$ Fahira Eunxie💎
makasih banyak kak untuk ceritanya... semoga sukses selalu ya kak, ditunggu novel-novel terbarunya
Tiara Bella
bagus ceritanya Thor....belum tentu aku bisa bikin dan merangkai kata² ya kan
Dewiendahsetiowati
terima kasih untuk ceritanya dan ditunggu karya selanjutnya thor
Rohmi Yatun
makasih Thor.. ditunggu karya selanjutnya 🌹🌹👍
Sulfia Nuriawati
kalo semua wanita berhati spt arini g akan ada anak²yg d adopsi cm utk mancing anak, trus pny anak sendiri anak adopsi d terlantarkan atw d beda²kan dlm segala hal
Tiara Bella
nangis aku....hik...hik....
nuraeinieni
kasian celin
nuraeinieni
aduh mewek juga bacanya
nuraeinieni
aq mampir thor
Tiara Bella
gercep bngt Cakra hbs wisuda langsung lamar Celin..... mantap thor
Rohmi Yatun
cerita yang luar biasa🌹🌹🌹🌹 👍
Cindy
lanjut kak
Tiara Bella
degdegan bacanya tkt Celin sm Cakra ketangkep sm Victor....twnya si Victor malah kabur
Tiara Bella
lanjut Thor biasanya 2 bab
Tiara Bella
ceritanya bagus
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!