Penolakan Aster Zila Altair terhadap perjodohan antara dirinya dengan Leander membuat kedua pihak keluarga kaget. Pasalnya semua orang terutama di dunia bisnis mereka sudah tahu kalau keluarga Altair dan Ganendra akan menjalin ikatan pernikahan.
Untuk menghindari pandangan buruk dan rasa malu, Jedan Altair memaksa anak bungsunya untuk menggantikan sang kakak.
Liona Belrose terpaksa menyerahkan diri pada Leander Ganendra sebagai pengantin pengganti.
"Saya tidak menginginkan pernikahan ini, begitu juga dengan kamu, Liona. Jadi, jaga batasan kita dan saya mengharamkan cinta dalam pernikahan ini."_Leander Arsalan Ganendra.
"Saya tidak meminta hal ini, tapi saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih sepanjang hidup saya."_Liona Belrose Altair.
_ISTRI KANDUNG_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Aster Yang Mengusik
Sore harinya, keluarga Ganendra berkumpul di halaman belakang ditemani dengan minuman segar dan beberapa biskuit. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah mereka yang kini saling melempar candaan dan tertawa.
Gita bukan lagi seperti Gita yang dulu dikenal oleh Karina. Dia sudah jadi lebih hangat walau pun tidak terlalu banyak bicara dengan Karina. Perubahan ini entah berasal dari diri Gita sendiri atau dari doktrin Gibran, tidak ada yang tahu. Hanya saja sikap Gita ke Liona jauh berbeda daripada ke Karina.
“Mama minta maaf atas semuanya ya, mungkin sikap Mama selama ini sudah keterlaluan pada kalian. Mama ingin berubah dan tolong bantu perubahan itu,” ujar Gita dengan lembut, sedari tadi dia tidak melepaskan genggaman dari tangan Liona.
“Lupakan semua yang terjadi, Ma. Kita bisa memulai semuanya dari awal dengan hal yang baru. Satu hal yang harus Mama tau. Kami sebagai menantu hanya ingin ketenangan dalam rumah tangga, kami tidak berniat sedikit pun mengambil anak Mama dan menyuruh mereka melupakan orang tuanya.” Karina menjawab dengan tenang.
“Iya. Mungkin Mama yang terlalu berlebihan selama ini,” ucap Gita sembari menunduk.
Liona mengusap lembut punggung tangan Gita. “Kita bisa hidup saling berdampingan tanpa harus saling cela, hina, dan buruk sangka. Mama percaya kami, kan?” Kini Liona yang bersuara.
“Mama percaya dan Mama sedang dalam tahap pengobatan. Apa kalian mau tinggal di sini?” Gita menatap Liona dan Karina bergantian, mereka berdua tersenyum lalu mengangguk.
“Kami mau, Ma.” Jawaban Karina membuat hati Gita lega dan Galen langsung memeluk istrinya itu.
“Kamu Liona?” tanya Gita.
“Begini, aku sudah memiliki rumah sendiri. Mungkin aku dan Liona hanya akan tinggal di sini selama enam bulan dan kami akan pindah, Ma. Aku hanya ingin dalam rumah tanggaku, hanya ada kami saja. Nanti kami akan sering main ke sini,” jawab Leander karena memang dia memiliki opsi sendiri untuk kelangsungan rumah tangganya.
“Kenapa? Ada baiknya kalian ikut tinggal di sini,” sahut Gita yang merasa sedikit tidak terima dengan keputusan putranya.
“Mama. Aku ingin membangun rumah tanggaku sesuai dengan keinginanku, tanpa dicampuri oleh siapa pun termasuk orang tua. Jadi tolong, hargai keputusanku,” balas Leander dengan suara yang tenang dan tidak menghakimi.
Gita menunduk dan memegang erat tangan Liona.
“Tapi Mama tidak mau berpisah dengan Liona, Mama ingin Liona tetap di sini sama Mama.”
“Kami hanya pindah rumah, Ma. Lokasi rumahku juga tidak jauh dari mansion ini, bisa ditempuh dalam waktu singkat juga. Liona tidak akan ke mana-mana.” Leander terus memberikan pengertian pada ibunya itu.
“Mama benar-benar tidak mau berpisah dari Liona, Mama ingin Liona tetap di sini sama Mama. Kamu saja yang pindah ke rumah itu sendiri, Leander. Biarkan Liona di sini,” balas Gita yang tanpa sengaja menaikkan nada bicaranya.
Semua yang ada di sana paham kalau Gita belum bisa dipaksa mengerti sepenuhnya.
“Ma. Aku di sini kok, gak ke mana-mana, Mama tenang ya.” Liona berusaha menenangkan dengan mengusap lembut punggung ibu mertuanya itu, Gita memeluk Liona dengan erat, seakan tak mau berpisah dengan Liona.
“Liona tidak akan akan ke mana-mana, Ma. Kalau dia pergi, tentu aku tidak bisa lagi menyentuh dagunya, apa boleh sentuh lagi?” tanya Tristan pada Liona dengan senyuman isengnya.
Gita melepaskan pelukan dari Liona dan menghapus air matanya sendiri sambil tersenyum.
“Kamu ini, Tristan. Ada saja.” Gita terkekeh kecil.
Tristan berdiri dan mendekati ibunya lalu berlutut di depan Liona dan Gita.
“Lio, boleh tidak, sentuh dagumu lagi?” Liona membulatkan matanya, Leander berdiri dan membawa Liona ke balik tubuhnya yang besar hingga tubuh mungil Liona tertutupi.
Liona tersenyum sambil mengintip sedikit dari balik punggung Leander.
“Aku tidak mengizinkan, enak saja kau ini, kau pikir istriku ini boneka yang bisa kau sentuh semaumu?” protes Leander.
Tristan ikut berdiri dan menantang tatapan kakaknya.
“Aku hanya ingin menyentuh dagu saja, bukan mencium istrimu,” balas Tristan yang tak mau kalah.
“Tidak boleh, aku tidak mau lagi istriku disentuh oleh pria mana pun selain aku. Paham!” Leander memperingati tapi Tristan tak peduli.
“Aku tidak paham.” Tristan menjawab lalu mencuri sentuhan di dagu Liona, dia berhasil mencolek dagu indah itu hingga Leander kesal dan menghapus bekas sentuhan tangan Tristan di dagu istrinya.
“Sialan, kau benar-benar memancing emosiku, ya.” Leander memajukan langkah hendak memukul Tristan tapi adiknya itu lari, Leander mengejar hingga terjadi aksi kejar-kejaran dengan Tristan di halaman belakang mansion.
Liona tertawa melihat tingkah absurd suami dan iparnya, semua yang ada di sana juga tertawa melihat Tristan yang terus mengejek Leander.
Liona kembali duduk di dekat Gita, seketika tatapan Gita beralih ke dagu Liona yang memang sangat familiar baginya. Gita menyentuh dagu itu dan tersenyum.
“Dagu kamu memang indah Liona, makanya Tristan suka.” Liona hanya tersenyum.
...***...
Malam harinya, Leander bersandar di headboard dan menatap istrinya yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Hari ini sangat langka bagi kami, bersenda gurau bersama, minum di sore hari dan tertawa seperti tadi. Sangat lama kami tidak merasakan semua itu dan akhirnya kami rasakan lagi setelah kamu hadir di dalam rumah ini, Liona.” Leander berkata dengan rasa syukur luar biasa, karena memang sekaku itu keluarganya dulu.
Liona menuju ke ranjang dan ikut bersandar di dada bidang suaminya.
“Ini juga langka untukku, baru kali ini aku merasakan kebersamaan dengan keluarga.” Leander mengusap lembut rambut hitam legam Liona.
“Selama enam bulan ke depan, kita harus bisa membuat Mama lebih paham dengan kondisi anak-anaknya. Kita tidak mungkin akan tinggal di sini selamanya,” ujar Leander.
“Iya. Aku akan coba, kamu tenang saja.” Leander meraih dagu Liona dan mengecup pelan bibir sang istri lalu melumatnya. Kemesraan itu harus terusik dengan suara dering ponsel dari Liona.
“Siapa yang menghubungi malam-malam begini? Kalau laki-laki bajingan itu lagi, besok aku akan benar-benar memenggal kepalanya,” geram Leander yang membuat Liona terkekeh.
Liona meraih ponselnya dan di sana tertera nama Aster.
“Aster,” lirih Liona sambil memberitahu Leander, ia menjawab panggilan itu dan kaget dengan nada bicara Aster saat membentaknya.
“Anak haram sialan, bisa-bisanya kau bahagia berada di posisi yang seharusnya menjadi milikku. Ingat Liona, kau hanya menggantikan aku sebagai istri Leander untuk sementara waktu dan kau tidak berhak sebahagia ini dengannya. Leander itu milikku, kau hanya anak haram yang hidup karena belas kasih keluargaku. Ingat ya, kalau dalam dua bulan ini kalian tidak bercerai, aku akan membeberkan identitasmu sebagai anak tiri dalam keluargaku dan bisa dipastikan kalau keluarga Ganendra akan membuangmu, fuck you Liona.”
Tut... Tut... Tut...
Tanpa sempat menjawab ucapan Aster, panggilan itu dimatikan sepihak oleh Aster. Tangan Liona langsung gemetar dan ponselnya jatuh begitu saja ke lantai, air mata Liona ikutan jatuh dalam diamnya.
Leander berdiri di depan Liona dan menangkup wajah istrinya.
“Apa yang dia bicarakan sampai kamu seperti ini?” tanya Leander saat merasakan tubuh istrinya membeku dan gemetar.
Liona terisak tak menjawab, Leander tak memaksa, ia hanya memeluk istrinya dan membiarkan istrinya tenang dulu.