Kehidupan seorang gadis cantik bernama Calista Angela berubah setelah kepergian Ibunya dia tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan.
Ayahnya menikah dengan Ibu dari sahabatnya, dan semenjak itu, Calista selalu hidup menderita dan sang Ayah tidak lagi menyayanginya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Encha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Kemarahan Leon.
Calista masih terdiam didalam kamarnya. Dia masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nantinya. Memikirkan soal bagaimana nasibnya, kembali ke rumah orangtuanya sudah tidak mungkin, apalagi setelah dia tau jika dia sudah dijual sendiri oleh Papanya. Berada di Mension Leon- apa dia akan terus berada disana. Sementara Leon- dia tidak mungkin menampungnya lama. Dia cukup tau diri soal siapa sirinya.
Calista menghela napasnya. Dia berpikir untuk bekerja untuk bisa membiayai hidupnya nanti.
Ya mungkin dengan begitu, dia bisa keluar dan mencari kontrakan untuk tinggal.
Aku akan bicara ini besok dengan Leon.
Hari semakin larut, bahkan sudah hampir pagi namun Leon sama sekali tidak bisa tidur. Dia duduk di balkon kamar dengan rokok yang menemaninya. Entah sudah berapa bungkus rokok tergeletak di lantai.
Dia belum pernah merasa seperti ini, bingung , khawatir juga takut.
Calista gadis kecil itu, dia sudah sangat membuat Leon bisa seperti ini.
Leon memijat pelipisnya, apa dia akan menceritakan semuanya- soal siapa dia, soal ayahnya yang sudah menjual Calista. Leon benar-benar bingung akan dari mana dia memulainya.
Leon bukan tipe laki-laki yang suka pergi ke Bar, minum alkohol dan bermain perempuan disaat dirinya seperti ini. Dia hanya selalu menghabiskan beberapa bungkus rokok seperti saat ini.
Leon beranjak bangun, dia merasa haus dan berjalan keluar. Namun langkahnya terhenti tepat didepan pintu kamar gadisnya. Entah mengapa dia merasa ingin sekali masuk dan melihat Gadisnya.
Namun Leon, dia malah takut menganggu tidurnya. Akhirnya Leon kembali melangkah namun- suara Isak tangis membuatnya kembali berhenti dan jelas jika suara tangisan berasal dari kamar gadisnya.
Calista,, gumam Leon langsung membuka pintu dan benar saja. Calista duduk memeluk lututnya dengan Isak tangis yang terdengar begitu pilu.
"Calista hei,, kenapa?" Panik Leon duduk di tepi ranjang.
Calista mendongak dengan air mata yang membasahi wajahnya, matanya sembabnya.
"Leon" Lirihnya.
Leon menarik dan langsung mendekapnya. Dia tidak bisa melihat gadisnya menangis apalagi wajah Calista benar-benar sedih.
"Leon,, hiks hiks hiks."
"Iya aku di sini."
Calista semakin erat memeluknya. Mimpi itu- kenapa bisa dia bermimpi hal yang begitu mengerikan.
Leon terus mengusap surai panjang Calista, dia berusaha untuk menenangkan gadisnya. Suara isakan tidak lagi terdengar membuat Leon melepaskan pelukannya. Dia mengusap air mata di wajah Calista, menatap wajah sendunya.
"Mimpi buruk?"
Calista mengangguk dengan masih sesenggukan.
"Minum dulu." Leon mengambil gelas air diatas meja.
Calista tampak meneguknya.
"Mau cerita Hem?"
Calista menatap wajah Leon, dia terdiam membuat Leon tersenyum dan mengusap wajahnya.
"Jangan dipaksa kalau belum siap."
"Leon-
Leon mengernyit membuat Calista menggenggam kedua tangannya. Leon kaget namun dia berusaha tenang.
"A- aku takut. Aku takut kalau suatu saat nanti kamu bakal buang aku sama seperti Papa yang udah jual aku." Ucap Calista menunduk dan kembali terisak.
"Kenapa bicara seperti itu."
"Aku bukan siapa-siapa, dan aku hanya menumpang. Suatu saat nanti kamu pasti mendapatkan seorang kekasih dan akhirnya menikah. tidak mungkin aku terus berada di sini."
"Jangan bicara sembarangan."
"Tapi Leon."
"Kamu pasti kelelahan, sekarang istirahat. Kamu harus banyak istirahat."
Calista menggeleng "aku gak mau."
"Calista Angela!"
Deg.!
Calista memejamkan matanya. Suara Leon tegas membuatnya menunduk.
"Jangan berpikir hal yang tidak mungkin, sekarang istirahat."
Calista membaringkan tubuhnya dan masih menatap Leon yang mulai menyelimuti tubuhnya.
"Istirahat,, aku keluar."
Calista tidak menjawab, dia hanya menatap tubuh Leon yang terus berjalan hingga tubuhnya tidak terlihat. Air matanya kembali menetes. Kenapa sikap Leon berubah. Dan tidak pernah Leon bicara keras dengannya.
Calista kembali terisak dan menutup mulutnya. Dia tidak mau Leon mendengarnya kembali menangis.
*********
Keesokan Harinya,,
Calista berjalan turun bersama Lila, dia melihat Leon sudah berada dimeja makan bersama Zidan seperti biasanya.
Zidan yang melihatnya menunduk dan beranjak pergi. Dia tidak mau mengganggu mereka sarapan pagi ini.
"Silahkan Nona." Ucap Lila menarik kursi.
"Makasih Lila."
"Sama-sama, saya permisi."
Calista terdiam, dia menunduk. Bahkan pagi ini terasa berbeda.
Calista meliriknya, dia sudah memikirkan semuanya jika pagi ini dia akan bicara dengan Leon soal dia yang ingin bekerja.
"Ada yang mau kamu katakan." Ucap Leon tanpa menatap Calista.
"Hah-
Leon menghela napasnya dan beralih menatap wajah gadisnya. Mata itu- mata yang biasanya cantik namun pagi ini terlihat sendu. Apa semalam dia bicara kasar, apa dia terlalu berlebihan.
"Calista."
"A- aku mau kerja Leon. Aku tidak bisa tinggal disini terus. Aku tidak mau membebani kamu."
Leon menautkan alisnya "Bekerja?"
"Aku gak bisa seperti ini terus, aku numpang di Mension ini. aku akan mencoba cari kerja dan mencari kontrakan."
"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu."
"Kita baru mengenal, dan selama ini kamu sudah banyak bantu aku. Aku takut tidak bisa membalasnya."
"Apa aku minta balasan?"
"Leon tapi-
"Kenapa kamu bisa berpikir sejauh itu Calista, bekerja dan hidup sendiri di kontrakan, Kau sendiri tidak pernah berpikir sejauh itu. Apa selama ini aku kurang baik, semua yang aku berikan kurang?"
"Bu- bukan seperti itu Leon."
"Lantas kenapa kamu berpikir sejauh itu."
"Leon tolong, ijinkan aku bekerja."
Leon menggeleng, dia beranjak bangun dan pergi begitu saja meninggalkan Calista yang tampak diam. Dia terus menatapnya. Kenapa Leon terlihat sangat marah.
"Loh Tuan bukannya-
"Jalan sekarang."
Zidan mengangguk dan menginjak gas, Mobil melaju keluar Calista berlari mengejarnya namun mobil sudah tidak terlihat.
"Astaga Nona." Lila berlari menghampiri Calista.
"Ada apa Nona, Ayo kita masuk."
Calista mengangguk dan masuk bersama Lila yang memapahnya.
"Nona minum dulu."
Calista menerima gelas minum dan meneguknya.
"Nona mau cerita sama saya?"
Calista menghela napasnya dan mengangguk.
"Leon marah Lila."
"Marah kenapa, Tuan tidak mungkin marah dengan Nona."
"Aku hanya ijin untuk bekerja, aku tidak mau terus merepotkannya. Selama ini aku terus menumpang, membuat repot Leon. Aku gak mau malah semakin menjadi beban Leon."
Lila terdiam, dia mengusap bahu Calista berusaha menenangkannya.
"Suatu saat Leon pasti menikah dan aku tidak mau terus berada disini, aku ingin mandiri dan bekerja, mencari kontrakan. Aku ingin mulai dengan kehidupan aku. Aku bahkan sudah dijual Papa, aku harus bisa bangkit. Tapi Leon, dia malah marah dan pergi begitu saja."
"Nona sekarang tenang, mungkin Tuan sedang ada masalah sendiri dengan pekerjaannya. Tuan tidak mungkin marah terhadap Nona. Sekarang lebih baik Nona pikirkan untuk kesehatan Nona. Bukannya dokter menyarankan untuk tidak banyak pikiran dan stres."
Calista mengangguk.
"Setelah semua membaik, saya yakin Tuan pasti akan bicara dengan Nona."
Calista terdiam, sebenarnya ada hal lain kenapa dia sangat ingin bekerja dan keluar dari Mension. Dia tidak mau perasaannya semakin tumbuh. Dia sadar siapa dirinya dan Leon tidak akan mungkin menyukainya. Itu kenapa Calista memiliki keluar dari Mension. dia tidak mau perasaannya terhadap Leon semakin tumbuh dan besar.
itu kamu kalau dia mah ga cuma teman pasti ada rasa lah
kamu aja yg ga peka ,,hati" dia bisa bikin masalah kedepan nya
biasanya ceritnya seperti itu
#cumadinovelll
terkesan lebay