Tolong berhentilah menebar pesona hanya mata terpejam bisa kurasakan, jangan biarkan cahayamu membutakan banyak hati
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angguni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ke salah pahaman
Bobby tersenyum mengejek. "Lo benar benar gak waras? lo gak lupa kan kalau Desi itu istri DAH gua??? "
Buuuggghhhh!!!
Sekali lagi Bobby tersungkur ke lantai. Dia tidak terlihat marah sama sekali. Tak ada niatan sama sekali untuk membalas perbuatan Bima. Lagi lagi Bobby ku tersenyum.
Aku bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Air mataku jatuh. Bima sudah keterlaluan.
"PERGI DARI SINI, BIMA!!!! "
" Terus saja, Dedi. Kamu memang selalu saja mengusir ku dari hidupmu. Dan lihat, kamu tidak pernah berhasil, kan? "
"Apa yang kamu mau sebenarnya? Tolong jangan ganggu aku lagi, Bim! PERGI!!! "
"Kakak? " Robby datang menghasilkan kami. Aku membantu Bobby berdiri.
"Dari tadi gua udah ngingetin lo, Jangan buat keributan di rumah ini! "
Buggghhh!
Buuuuggghhh!
Bima tersungkur ke lantai.
"Itu sebagai ganti pukulan lo buat kakak ipar gua tadi. Sekarang lo pergi dari sini!!!!
Buuuggghhh!
Kali ini Robby menendang bokong Bima dengan keras. Aku lihat Bima meringis, kemudian tersenyum licik.
" Boleh juga tenagamu, Robb, hahaha. Ya sudah, kakak pulang dulu ya, adik ipar ".Bima menepuk pelan bahu Robby, tapi di tepisnya. Emosi adikku memang terlalu tinggi, terutama jika berhubungan denganku.
" Pergi!! "
"Oke oke...., kakakmu pergi dulu ya".
Bima tersenyum sangat ramah. Dia berjalan santai seolah tak terjadi apa pun di sini. Aku tersenyum dan memeluk Bobby, tapi dia tiba-tiba melepaskan pelukanku dan pergi begitu saja.
Aku syok!! Apa apaan ini? Bukankah tadi dia.... diaa... lalu sekarang, Bobby kenapa lagi?
Aku berlari mengejar Bobby yang sudah tenggelam di balik pintu kamar kami. Aku melihat Bobby sedang berbaring. Aku duduk bdo sebelahnya.
"Mass".
Hening.
" Ma... mass".
Hening
"Mass! "
"Apa? Tolong Desi Azkia, jangan ganggu aku dulu. Pergilah sana bersenang-senang dengan temanmu. Anggap saja kamu gadis yang bebas melakukan apa pun tanpa perlu izin dari suami. Pergilah".
" Tapi... tapi, mas. Aku kan sudah minta izin sama kamu waktu itu".
"Tapi, apa kamu ku izinkan? Kalau bukan aku, siapa lagi yang ingin kau dengarkan? Aku suamimu! Coba ingat lagi! Statusmu sekarang bukan hanya anak, tapi juga istri! "
Air mata mengalir begitu saja dari pipiku. ya, Bobby benar. Di sini, akulah yang mutlak bersalah.
"Ma... maaf, mas"
"Apa dengan maaf masalah kita selesai? Apa dengan maaf, Bima sialan itu akan berhenti mengejarmu? Sudah ku bilang jangan pergi..., tapi kamu masih saja tak mau menurutiku! Sebenarnya kamu anggap aku suami atau tidak?"
"Mas, tidak perlu berteriak. Ya, aku tahu aku salah".
" Ya, kau memang bersalah. Aku mengejar waktu terbang dari Malang kemari hanya untuk bertemu kamu, untuk memberi kejutan pada istriku tercinta. Tapi apa? malah aku yang terkejut! Setelah menunggu sepuluh jam lebih, aku melihat istriku pulang di malam hari dengan laki laki lain ".
Air mataku sudah tak ada hentinya lagi mengalir. Semua yang di katakan Bobby benar. Sebegitu bodohnya aku.
" Jujur aku bingung dengan keadaan ini. Semua terserah padamu saja, Desi, aku lelah. jika kau akan lebih memilih Bima, pergilah. Mungkin salahku juga terlalu percaya diri dan buru buru menikahimu ".
" Mas! kamu ngomong apa sih? aku... akuu.. "belum sempat aku menyelesaikan kata kataku, Bobby sudah keluar meninggalkanku.
Air mataku tak henti hentinya mengalir. Aku belum pernah melihat Bobby semarah ini, bahkan ini kali pertama dia membentak ku. Aku sangat menyadari kesalahan yang kubuat. Aku yakin, suami manapun tidak akan ada yang bisa menerima jika istrinya tidak menuruti perintah, pulang malam dengan laki laki lain, dan di lamar laki laki lain di hadapan suaminya! Dan satu lagi, Bima bilang kalau aku menyebut Bobby arogan? Sudah benar benar tidak waras laki laki itu.
Ya, iini memang salahku, sungguh aku tidak ada maksud seperti ini. Dan Bima, aku tidak percaya dia senekat itu.
Entahlah kenapa, sejak aku masuk universitas, Bima jadi menyebalkan begitu. Seingatku saat SMA dia anak yang sangat pendiam. Bahkan, aku hampir saja lupa kalau kami pernah satu sekolah dan sekelas saat kelas X dulu.
Kalau dia tidak mengingatkan, mungkin saja aku sudah benar benar lupa. tapi, sekarang? Seratus delapan puluh derajat berbeda. Dia memuakkan!