Terlahir dengan sendok emas, layaknya putri raja, kehidupan mewah nan megah serta di hormati menjadikanku tumbuh dalam ketamakan. Nyatanya, roda kehidupan benar-benar berputar dan menggulingkan keluargaku yang semula konglomerat menjadi melarat.
Kedua orang tuaku meninggal, aku terbiasa hidup dalam kemewahan mulai terlilit hutang rentenir. Dalam keputusasaan, aku mencoba mengakhiri hidup. Toh hidup sudah tak bisa memberiku kemewahan lagi.
[Anda telah terpilih oleh Sistem Transmigrasi: Ini bukan hanya misi, dalam setiap langkah, Anda akan menemukan kesempatan untuk menebus dosamu serta meraih imbalan]
Aku bertransmigrasi ke dalam Novel terjemahan "Rahasia yang Terlupakan." Milik Mola-mola, tokoh ini akan mati di penggal suaminya sendiri. Aku tidak akan membiarkan alur cerita murahan ini berlanjut, aku harus mengubah alur ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nolaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Takdir yang dikatakan Winola
Sementara itu, di sisi istana yang lain. Semua orang tengah menikmati persembahan yang di gelar di Aula. Kerajaan Albastar bukan hanya megah secara fisik, tetapi juga kaya akan budaya dan pengetahuan. Banyak cendikiawan dari berbagai dunia datang untuk menimba ilmu di Albastar. Kini, terdapat pertunjukan musik yang tengah dibawakan oleh seorang seniman. Suaranya sangat merdu, seolah seperti burung yang berkicau, menenangkan dan membius semua orang yang mendengarkannya.
Semua mata dan telinga tertuju padanya, terkecuali Caspian. Ketika Julian kembali dari kamar mandi, Caspian tak menemukan keberadaan Winola, perasaannya menjadi cemas dan was-was.
Julian berusaha menjelaskan, "Saya sudah meminta pelayan untuk mengawasi Lady, tetapi mereka seperti kehilangan memori sesaat." Suaranya merendah, merasa bersalah, tak berani menatap Caspian.
Caspian menghela napas samar, ia berdiri. Pandangannya menyapu keramaian dengan tajam. "Sebaiknya kita mencarinya."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pada sisi istana yang lain, angin malam berhembus dingin melalui jendela-jendela istana Albastar, membawa aroma aneh, campuran belerang dan tanaman layu yang menyengat. Tiba-tiba kilatan cahaya ungu menyambar di kegelapan malam, diikuti dengan suara gemuruh rendah yang membuat jendela-jendela bergetar. Kepanikan langsung menyeruak diantara penjaga yang menjaga di luar kamar Ratu Loisa.
Sebelum ada yang sempat bertindak, bayangan hitam pekat menembus dinding kamar ratu, seolah-olah materi padat hanya ilusi baginya. Udara di dalam ruangan langsung mendingin drastis, para penjaga di dalam ketakutan dan menjerit, tubuh mereka ambruk seolah energinya tersedot keluar. Meninggalkan keheningan yang mengerikkan.
Di tengah jamuan, suara gemuruh itu sampai di telinga Raja Caden. Dengan wajah memucat dan penuh amarah, ia melesat keluar aula dan mendekati kamar Ratu.
"Sihir!" Teriaknya, suaranya menggelegar melebihi gemuruh di luar. Para penjaga segera mengikutinya, pedang mereka beradu menciptakan dentingan tajam saat mereka menyisiri koridor yang mulai di selimuti kabut gelap.
Raja Caden tiba di kamar Ratu, tempat dimana kengerian baru saja terjadi. Namun, pintunya tertutup rapat, seolah terdapat dinding yang menyelimutinya. "Cepat, buka pintu itu!" Titahnya, kepada para pengawal.
Di tengah kekacauan, sosok penyihir itu muncul, tubuhnya menjulang dengan jubah berkibar-kibar seperti kelelawar. Wajahnya tertutupi kain, mata merahnya menyala menatap Ratu yang berusaha melindungi putranya, mendekapnya erat.
"Ja—jangan sakiti putraku." Ratu Loisa terbata, suaranya dipenuhi ketakutan.
Sebaliknya, pandangan penyihir itu tertuju pada Ratu, suara tawanya membuat lilin-lilin bergoyang, berkedip, dan mati satu persatu. "Bukan, bukan putramu... Tetapi engkau, Ratu!" Sebuah sulur anggrek hitam dan kabut hitam keluar dari tangannya, menyelimuti Ratu Loisa yang mencoba berteriak. Mengikatnya perlahan, mencekiknya.
Raja Caden dan pengawalnya berhasil masuk, mereka terdiam di ambang pintu, terpaku oleh pemandangan mengerikan itu. Para pengawal mencoba menyerbu, tetapi gelombang energi ungu menyentak mereka mundur, membuat mereka terjerembab dengan erangan menyakitkan.
Raja Caden tersulut amarah, ia menatap Istrinya yang mengisyaratkan untuk melihat anak mereka. "Selamatkan putraku—selamatkan dia dulu!" Pinta Ratu Loisa.
Raja Caden tak punya pilihan lain, ia berjalan ke sisi lain, mengambil anaknya dan mendekapnya erat.
Penyihir itu tertawa semakin keras, beberapa lilin telah mati karena auranya. "Sungguh kisah cinta yang romantis, sayang sekali harus berakhir begini, bukan?"
"Apa yang engkau inginkan?!" Mata Raja Caden berkilat, kemarahannya membuat darahnya mendidih. Tetapi ia tetap tak berdaya.
Mata merah penyihir itu tidak tertuju pada Raja ataupun Ratu. Sebaliknya, pandangannya tertuju pada satu titik di puncak tertinggi istana, tempat dimana ada cahaya samar yang tidak bisa di lihat oleh sembarang orang, cahaya yang memancar dari sebuah artefak kuno tersembunyi.
"Bodoh," Desis penyihir itu, suaranya serak di penuhi ambisi dan kebencian. "Kau puaskan memakai mahkotamu, Caden. Setelah artefak dengan kekuatan yang di renggut dari garis keturunanku... kembali ke tanganku. Ratu akan aku bawa sebagai jaminan, kau akan menyerahkannya tanpa syarat."
"Apa yang engkau maksudkan, lepaskan Ratu dan aku akan memberikan apa yang engkau mau!" Raja Caden masih berusaha menegosiasi. Tetapi penyihir itu tidak menggubrisnya.
Dalam hitungan detik, Ratu Loisa terangkat dari tempatnya, melayang tak berdaya diatas udara yang semakin gelap. Penyihir itu tertawa, suaranya kering dan menganggu yang bergema di seluruh istana. Saat rantai-rantai sulur bunga anggrek hitam itu, melilit tubuh Ratu, mengikatnya dengan erat. Ratu Loisa mengerang kesakitan, hal itu membuat hati Caden seolah teriris bilah pisau tajam. Putranya menangis, seolah mengerti kesakitan yang dialami ibunya.
Caspian berada di sana, pada saat-saat terakhir. Dengan pasukannya, mencoba menyerang penyihir menggunakan anak panah dan senapan. Namun, penyihir itu seolah kebal akan senjata.
Dengan satu gerakan anggun, penyihir itu berbalik, membawa Ratu Loisa yang tak sadarkan diri, pergi bersamanya. Mereka menghilang melalui sebuah dinding yang di buat penyihir itu, meninggalkan ruangan yang dipenuhi bau belerang dan tanaman anggrek. Hanya jejak berkilauan seperti debu yang menjadi saksi bisu atas penyerangan mengerikan dan penculikan Ratu Albastar.
Keheningan terjadi beberapa saat, Raja Caden terduduk lemas sambil mendekap putranya. Wajahnya dipenuhi keputusasaan.
Caspian memerintahkan semua orang untuk mencari keberadaan orang-orang yang mencurigakan dan mengamankan para bangsawan.
Suasana di aula menjadi runyam tak terkondisikan. Pasukan Caspian dan pengawal Albastar bekerja sama untuk menetralisir keadaan. Meskipun, para bangsawan menolak dan ingin segera meninggalkan Albastar dan ingin langsung pergi meninggalkan jamuan, meninggalkan Albastar, karena merasa terancam.
Tetapi Caspian dengan tegas memperingatkan untuk menurut akan perintah Raja. Saat itu juga mereka di periksa, dan gerbang utama istana harus di tutup.
"Grand Duke, tidak ada korban jiwa lagi. Beberapa pengawal yang terluka juga sudah mendapatkan pemeriksaan tabib." Lapor Marquis. "Tetapi, ada kabar kurang mengenakkan."
Caspian menoleh, alisnya naik sebelah karena penasaran. "Apa yang engkau maksud, Marquis?"
"Saya menemukan seseorang tengah berkelahi di lantai pertama. Sayang sekali saya tak bisa menangkap kedua pelaku." Marquis menoleh ke arah pintu, memberikan isyarat untuk pengawalnya membawa masuk seseorang.
Mata Caspian melebar ketika melihat sosok yang sangat kacau mendekatinya. Rambutnya berantakan, bahkan bajunya kotor dan berbau aneh.
"Winola?" Tanyanya, terheran.
"Saya bisa menjelaskan ini, Bos!"
jelek
/Curse//Curse/ngambil kesempatan dalam kesempitan