NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Spiritual / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Azam tak pernah menyangka, pernikahan yang ia jalani demi amanah ayahnya akan membawanya pada luka paling dalam. Nayla Azahra—wanita cantik dengan masa lalu kelam—berusaha menjadi istri yang baik, meski hatinya diliputi ketakutan dan penyesalan. Azam mencoba menerima segalanya, hingga satu kebenaran terungkap: Nayla bukan lagi wanita suci.
Rasa hormat dan cinta yang sempat tumbuh berubah menjadi dingin dan hampa. Sementara Nayla, yang tak sanggup menahan tatapan jijik suaminya, memilih pergi. Bukan untuk lari dari kenyataan, melainkan untuk menjemput hidayah di pondok pesantren.

Ini adalah kisah tentang luka, dan pencarian makna taubat. Tentang wanita yang tak lagi ingin dikenal dari masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pintu Rumah Humairah

Langit mulai menguning. Suara burung pulang dari perantauan terdengar sayup. Nayla mengetuk pintu rumah Humairah dengan tangan sedikit gemetar. Hatinya diliputi rasa tak nyaman—antara takut, sedih, sekaligus ingin menjelaskan semuanya.

Pintu terbuka. Humairah berdiri dengan wajah datar, mata sedikit sembab.

“Mas Azam nggak di sini,Mbak...” ucapnya singkat.

“Aku ke sini... bukan untuk Mas Azam.” Nayla tersenyum pelan. “Tapi untuk kamu, adikku.”

Humairah menunduk sejenak, lalu mempersilakan masuk. Mereka duduk di ruang tamu. Untuk beberapa menit, hanya keheningan yang berbicara. Lalu Nayla membuka suara.

“Aku dengar kamu melihat... tanda itu.”

Humairah mengangguk pelan. Wajahnya kaku, tapi matanya mulai berair.

“Aku bukan marah karena tanda itu, Mbak... Tapi aku merasa... aku kalah. Aku cuma istri kedua. Dan kadang, aku lupa kalau Mas Azam lebih dulu jadi milik Mbak Nayla. Lalu kemarin aku diingatkan lagi... dengan sangat jelas.”

Nayla langsung menggenggam tangan Humairah. Hangat dan erat.

“Kamu nggak kalah, Humairah. Kamu nggak pernah jadi yang kedua dalam cinta Mas Azam. Cintanya pada kita... caranya berbeda. Tapi kuat dan besar untuk masing-masing.”

Humairah menahan isak. “Tapi kenapa rasa ini seperti... aku sedang berbagi rumah, berbagi pelukan, berbagi napas. Aku tahu aku yang datang belakangan. Tapi rasa ini sakit, Mbak.”

Nayla menatap wajah adik yang sangat ia sayangi itu. Ia mengusap air mata Humairah dengan lembut.

“Humairah... semalam aku memang terlalu larut. Aku rindukan Mas Azam. Tapi aku bersumpah, aku tidak pernah ingin menyakiti kamu. Tidak pernah niat meninggalkan luka di hatimu.”

Humairah akhirnya menangis di pelukan Nayla. “Aku juga yang egois. Aku terlalu takut kehilangan. Padahal aku tahu, Mas Azam milik kita berdua. Aku... aku cuma ingin dicintai juga.”

Nayla tersenyum di antara haru. “Dan kamu sudah dicintai, Humairah. Kamu sudah jadi bagian penting di hidup kami. Tapi ingat... kita bukan sedang berebut tempat. Kita sedang belajar berjalan bersama. Kadang kamu di depan, aku di belakang. Kadang sebaliknya. Yang penting, kita satu arah.”

Keduanya berpelukan erat. Tidak ada lagi rasa cemburu, tidak ada lagi gengsi. Yang ada hanya dua hati perempuan yang saling menguatkan, demi mencintai lelaki yang sama—dengan ikhlas dan takzim.

Azam tiba di rumah Humairah menjelang maghrib.

Langkahnya sempat ragu saat melihat dua perempuan itu duduk berdampingan di ruang tamu. Humairah dengan mata sembab tapi tersenyum, dan Nayla dengan tangan masih menggenggam tangan adiknya erat. Ada damai yang tak bisa dijelaskan. Ada cinta yang tak biasa.

Azam mendekat perlahan, lalu duduk di hadapan mereka berdua.

“Mas...” ucap Humairah lirih, menunduk malu.

Nayla pun hanya menatap lembut.

Azam menarik napas panjang, lalu berkata dengan suara tenang dan hangat, “Aku baru saja menyaksikan sesuatu yang sangat indah. Dua perempuan kuat... yang saling mencintai bukan hanya karena aku, tapi karena Allah.”

Keduanya terdiam. Lalu Azam melanjutkan dengan nada bijak.

“Rasulullah ﷺ pernah bersabda dalam sebuah hadis, ‘Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Jika suami memandangnya, ia membuat suaminya bahagia. Jika suami memerintahkannya, ia taat. Jika suami tidak ada, ia menjaga dirinya dan hartanya.’”

Azam menatap satu per satu mata mereka. Matanya berkaca-kaca.

“Kalian berdua... adalah perhiasan dunia yang aku syukuri. Kalian membuatku tenang hanya dengan melihat kalian saling mendukung, bukan saling menjatuhkan. Kalian adalah doa-doa panjangku yang dikabulkan oleh Allah, dalam dua bentuk yang berbeda.”

Humairah menggigit bibirnya, mencoba menahan haru.

Sementara Nayla, mengangguk dengan mata basah. “Kami pun bersyukur, Mas. Karena kami dipertemukan dalam rumah tangga ini bukan untuk saling menyakiti, tapi untuk saling menguatkan.”

Azam tersenyum. Ia meraih tangan kedua istrinya dan menggenggam erat.

“Maka izinkan aku untuk terus belajar menjadi suami yang adil, yang bisa memimpin dua bidadari ini... agar rumah ini tetap dalam cinta dan ridha Allah.”

Suasana hening dalam syahdu.

Adzan maghrib pun berkumandang dari kejauhan. Ketiganya berdiri bersamaan. Sebelum mengambil wudhu, Nayla sempat membisikkan pada Humairah.

“Kita kuat karena kita bersama. Terima kasih sudah jujur dan terbuka, adikku.”

Dan Humairah mengangguk pelan. “Terima kasih sudah tetap merangkulku, Mbak Nayla... meski aku pernah goyah.”

Setelah salat maghrib berjamaah di ruang tengah, Azam berdiri lebih dulu, menengok ke kanan dan kiri. Ia menatap wajah kedua istrinya yang masih menunduk dalam zikir.

Dengan langkah perlahan, ia menghampiri Nayla lebih dulu. Tangannya menyentuh lembut kepala Nayla, lalu mencium keningnya dengan penuh takzim dan cinta. Tak ada kata, hanya pandangan yang berbicara. Pandangan syukur dan cinta yang tak terukur.

Kemudian, Azam berbalik dan melakukan hal yang sama pada Humairah. Ia menunduk, menyentuh kepala istrinya yang lebih muda itu, lalu menempelkan keningnya di sana. Hangat dan dalam. Tak ada beda, tak ada pilih kasih. Hanya cinta yang lurus, adil, dan penuh rahmat.

Setelah salat, mereka menuju meja makan.

Nayla dengan cekatan mengambilkan nasi untuk Azam. Humairah menuangkan air mineral ke dalam gelas. Keduanya saling melirik dan tersenyum kecil—kompak dalam diam, dalam peran yang sama-sama mereka pahami.

Azam hanya memandangi keduanya dengan mata berbinar, seolah tak percaya ia diberi anugerah seindah ini.

Lalu, di luar dugaan, Azam meraih sendok. Ia menyendok nasi dan lauk, lalu menyuapkan ke mulut Nayla lebih dulu.

“Untuk wanita yang sudah menemaniku sejak awal perjuangan. Yang selalu tahu caraku diam... dan caraku bicara dalam sunyi,” ucap Azam pelan, menatap Nayla dalam-dalam.

Nayla sempat tercekat, matanya berkaca-kaca.

Kemudian Azam menyuapkan sendokan kedua ke mulut Humairah.

“Dan untuk engkau, wanita kuat yang datang kemudian. Yang mengajarkan aku bahwa cinta bisa tumbuh dari iman, bukan hanya dari kebiasaan.”

Humairah menunduk, tak mampu berkata apa-apa. Ia hanya menelan suapan itu dengan mata yang mulai panas.

Azam menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia menatap kedua istrinya yang duduk di sisi kanan dan kirinya.

“Kalian tahu,” ucapnya, “di dunia ini, aku hanya ingin dikenal sebagai lelaki yang mampu membuat dua bidadari merasa paling dicintai... tanpa ada satu pun yang merasa dilupakan.”

Nayla tersenyum sambil menunduk, menahan air mata haru.

Humairah mengangguk pelan, lalu menyentuhkan tangannya ke tangan Nayla di bawah meja.

Dan malam itu... tak ada rasa iri, tak ada cemburu. Yang ada hanyalah cinta yang bertumbuh dengan dewasa dan pengorbanan yang dirawat dengan sabar.

Setelah makan malam penuh kehangatan itu, ketiganya beranjak ke ruang keluarga. Di sana, suasana begitu syahdu. Tak ada suara televisi, hanya denting jam dinding yang terdengar samar. Humairah duduk bersila di atas karpet empuk, Nayla duduk di sebelahnya, menyender santai ke sandaran sofa. Azam duduk di tengah-tengah mereka, satu tangan menggenggam jemari Nayla, satu lagi mengelus lembut punggung tangan Humairah.

Di antara mereka, terhampar semangkuk buah potong dan beberapa buku tafsir yang tadi sempat mereka bahas bersama.

“Mas Azam…” panggil Nayla pelan, menoleh padanya dengan senyum teduh.

“Ya?”

“Terima kasih… untuk makan malam tadi, untuk kata-kata Mas, dan untuk semua keadilan yang terus Mas jaga. Mbak bahagia… meski kadang rasa sesak itu masih datang tiba-tiba, tapi Mas selalu punya cara menenangkannya.”

Azam memutar badannya menghadap Nayla, lalu meraih tangan istrinya dan menciumnya lembut. “Karena kamu adalah napas perjuanganku.”

Humairah tersenyum mendengar itu, meski dadanya sedikit sesak. Tapi ia tahu, rasa itu bukan untuk dilawan, melainkan diterima. Ia merapatkan duduknya, menyandarkan kepalanya ke bahu Azam.

“Mas juga harus tahu,” gumam Humairah pelan, “aku bersyukur Mas tidak pernah membanding-bandingkan kami. Bahkan ketika cemburu datang, sikap Mas selalu membuatku malu sendiri.”

Azam tertawa kecil, merangkul kedua istrinya. “Karena kalian bukan untuk dibandingkan. Kalian untuk dicintai—dengan cara yang utuh dan adil.”

Mereka pun larut dalam kebersamaan. Nayla dan Humairah sempat berbagi tawa ketika membahas kebiasaan Azam yang suka lupa naruh kunci mobil, dan Azam hanya bisa tertawa pasrah melihat kekompakan keduanya mengolok dirinya.

Hingga malam semakin larut.

Azam menatap jam dinding, lalu menoleh pada Nayla.

“Aku antar pulang, ya,” ucapnya lembut.

Nayla mengangguk, sedikit enggan berpisah. Humairah ikut bangkit, membantu menyiapkan tas kecil Nayla yang tadi dibawanya dari kampus.

Sebelum keluar, Nayla dan Humairah berpelukan erat.

“Jaga Mas, ya,” bisik Nayla pelan di telinga Humairah.

Humairah mengangguk, lalu menjawab lirih, “Mbak juga jangan terlalu sibuk, ya. Aku kangen kalau Mbak nggak ada.”

Keduanya tersenyum haru. Tak ada kebencian, tak ada pertarungan. Yang ada hanya dua perempuan luar biasa yang saling menjaga, saling menerima.

Di dalam mobil, sepanjang jalan pulang, Azam menggenggam erat tangan Nayla. Lampu-lampu kota berkelebat di luar jendela, tapi di dalam mobil, hanya ada kedamaian.

“Makasih udah jadi istri yang kuat,” ucap Azam tiba-tiba.

Nayla menoleh padanya, tersenyum. “Dan terima kasih karena Mas terus memilih untuk mencintaiku… bahkan saat aku takut terlupakan.”

Azam mengangguk, lalu mengecup punggung tangan Nayla.

Dan malam itu, bukan hanya Nayla yang pulang… tapi juga hatinya yang kembali merasa utuh.

1
Julicsjuni Juni
buat Nayla hamil thorr...buat teman hidupnya.. kasian dia
aku juga 15th blm mendapatkan keturunan
Julicsjuni Juni
hati ku,ikhlas ku belum bisa seperti Nayla... astaghfirullah
Iis Megawati
maaf mungkin ada cerita yg kelewat,merekakan dah berpisah berbulan" ga ada nafkah lahir batin dong,dan bukankah itu sudah trmasuk talak 1,yg dmn mereka hrs rujuk/ nikah ulang maaf klo salah/Pray/
Zizi Pedi: Tidak, secara otomatis tidak terhitung cerai dalam hukum Islam hanya karena suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin, karena istri yg pergi dari rumah. Perkawinan tetap berlaku hingga ada putusan cerai dari Pengadilan Agama atau jika suami secara sah menceraikan istrinya. Namun, suami yang melalaikan kewajibannya seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin adalah perbuatan yang berdosa dan dapat menjadi alasan bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai. Tetapi dalam kasus Azam dan Nayla berbeda, mereka saling mencintai dan tak ada niat untuk bercerai jadi mereka masih sah sebagai suami istri. Dan talak itu yg punya laki2. untuk pertanyaan kk tentang talak 1. Mereka bahkan tidak terhitung talak kk, karena Azan g pernah mengucapkan kata talak. dan untuk rujuk talak 1 Setelah jatuh talak satu, suami dan istri masih bisa rujuk kembali tanpa harus akad ulang selama istri masih dalam masa iddah. Talak satu disebut talak raj'i, yang berarti suami masih berhak merujuk istrinya selama masa iddah. Jika masa iddah telah habis, maka untuk kembali bersama, mereka harus melakukan akad nikah ulang. TAPI SEBAGAI CATATAN (Azam tidak pernah mengucap talak untuk Nayla, jadi mereka masih sah suami istri meski tanpa menikah ulang.)
total 1 replies
R I R I F A
good... semangat up date ny
Zizi Pedi: terima kasih Kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!