Fifty Days

Laboratorium pinggiran kota tempat Reyver berada masih hening. Martha masih dalam pengaruh obat dan terdiam di ranjang di dalam ruangan, begitu pula dengan Emily dan ibunya. Reyver menempatkan mereka di dalam ruangan yang lebih tersembunyi.

Kini, hanya Reyver seorang yang duduk di lobi depan, menunggu kedatangan Carlo dengan penuh kesiapan.

Dari informasi yang Reyver dapatkan, saat ini Carlo dan orang-orang Eclipse sedang dalam perjalanan menuju tempatnya. Reyver perkirakan dalam belasan menit ke depan, pasti mereka sudah tiba.

Reyver sudah tak sabar untuk menghabisi Carlo, menghentikan kegilaan manusia berjiwa iblis itu. Walaupun virus yang mematikan sudah berhasil dijinakkan, tetapi Reyver tak yakin ambisi Carlo akan berhenti di sana. Jika pria itu tetap hidup, kemungkinan besar akan kembali merencanakan hal-hal di luar nalar yang berpengaruh pada keselamatan umat manusia.

"Hari ini aku akan berjuang sampai titik terakhir. Tidak akan kubiarkan Carlo lolos dan kembali menggila. Dengan bantuannya, aku yakin rencanaku berjalan mulus," gumam Reyver sembari membayangkan Carlo dan seseorang yang berada di pihaknya.

Bukan orang sembarangan yang bersekutu dengan Reyver, kedudukannya di Eclipse lebih tinggi dari Andress, Martha, ataupun Reyver sendiri. Dia adalah pria yang menjadi kepercayaan Carlo Leonardo. Julian Roberto. Dialah yang membantu Reyver sampai ke tahap ini.

'Carlo adalah orang yang telah menghancurkan keluargaku dan juga hidupku. Bertahun-tahun aku berdiri di sisinya, menunggu seseorang yang bisa membantuku balas dendam. Terserah jika kau ingin menyebutku pengecut, tapi kuakui aku memang tidak berani mengambil resiko dengan menyerangnya seorang diri.'

Ucapan Robert kala itu, kala pertama kali mendatanginya di laboratorium ini dan menawarkan kerja sama.

Konon katanya, orang tua Robert menolak ketika Carlo menginginkan lahan peternakan mereka, karena paham itu akan digunakan untuk tempat transaksi bisnis ilegalnya. Meski Carlo sudah bersedia membayar dengan harga tinggi, tetapi orang tua Robert tetap menolak.

Alhasil, Carlo murka karena merasa ditantang. Mereka pun dihabisi. Orang tua dan juga kakak kandung Robert tidak terselamatkan. Robert hanya berhasil melindungi dan membawa kabur adik perempuannya.

Itu pun nahas. Anak buah Carlo ada yang mengejar mereka dan berhasil melukai mata sang adik dengan zat kimia, yang kemudian menyebabkan kebutaan hingga saat ini. Carlo sendiri mengalami luka serius di tengkorak kepala dan rahang usai bergulat sengit dengan mereka.

Sebuah luka yang sedikit memberikan kemudahan bagi Robert. Karena dengan luka tersebut, wajahnya mengalami perubahan yang signifikan, sehingga dia bisa meninggalkan identitas lama—Troy Vincenzo, dan menjalani kehidupan baru sebagai Julian Roberto.

'Aku tidak bisa mencarikan donor mata sekarang untuk adikku. Keadaan belum aman, aku tidak mau jika nanti keberadaan adikku malah diketahui oleh iblis gila itu. Aku baru bisa bertindak setelah Carlo dan Eclipse runtuh. Itu sebabnya aku menggantungkan harapan ini padamu, Rey. Kau berbeda dari Pater, dan kuharap kau berhasil mengakhiri kegilaan Carlo.'

Reyver mende-sah panjang saat mengingat kembali perbincangannya dengan Robert tempo hari. Carlo benar-benar gila. Tanpa belas kasih dia menghancurkan keluarga Robert. Padahal, mereka sekadar ingin mempertahankan apa yang memang menjadi milik mereka.

"Kegilaanmu akan berakhir hari ini juga, Carlo! Jangan harap aku akan memberimu ampun!" geram Reyver seorang diri.

Sekitar sepuluh menit kemudian, pendengaran Reyver menangkap suara yang berisik di pintu gerbang laboratorium. Reyver sengaja tidak menguncinya. Ia biarkan saja Carlo dan orang-orang Eclipse masuk dengan mudah. Dan dirinya ... akan menunggu di tempat duduknya itu dengan santai.

Benar saja, tak berselang lama, orang yang ditunggu-tunggu Reyver datang juga. Carlo Leonardo, dengan penuh amarah dia berdiri di ambang pintu yang sedari tadi sengaja ia buka. Di samping Carlo, berdiri seorang Robert yang memasang tampang datar.

"Kau berani menantangku, Reyver!" bentak Carlo tanpa basa-basi.

Langkahnya yang tegap terus terayun menghampiri Reyver. Melihat sang mantan atasan datang mendekat, Reyver pun bangkit dari tempat duduknya. Lantas tersenyum sambil merapikan jas yang ia kenakan.

"Aku tidak menantang kau, Tuan, hanya bertanggung jawab menyelesaikan apa yang tidak sengaja kuperbuat."

Mendengar jawaban Reyver, Carlo tertawa. "Kau pikir kau berhasil? Heh, naif sekali! Virus yang kau curi itu adalah virus palsu. Virus yang asli kusimpan sendiri dan sekarang ... sudah dibawa ke Negara Y. Usahamu akan sia-sia, Reyver."

Reyver masih tersenyum tenang. Menggelikan sekali. Ternyata Carlo masih menganggap bahwa dirinya tertipu. Mungkin pria itu belum tahu bahwa semua kegiatan di Eclipse telah terpantau olehnya—berkat bantuan Robert yang sangat andal dalam memanipulasi rekaman CCTV, termasuk saat Carlo menyembunyikan virus tersebut. Reyver bisa melihatnya dengan jelas lewat rekaman kamera tersembunyi yang diletakkan Robert.

"Jangan terburu-buru senang, Tuan. Kau belum mendapat hasil dari pekerjaanmu itu. Bisa saja orang suruhanmu berkhianat dan justru mengubur virus itu, atau—"

"Diam!" bentak Carlo sambil menodongkan pistol ke arah Reyver.

Mendadak dia tersadar akan sesuatu, yakni mengenai kejanggalan yang terjadi akhir-akhir ini di Eclipse. Jangan-jangan dirinya telah tertipu.

Menyadari ada satu celah kegagalan dalam transaksinya, Carlo tak mau membuang waktu lagi. Dengan cepat ia menarik pelatuk pistol dan menembak Reyver, dengan maksud untuk menghabisinya. Karena dengan begitu, akan lebih mudah baginya untuk mendapatkan kembali virus tersebut.

Awalnya, Reyver hanya tersenyum melihat Carlo berniat menembaknya. Namun, senyum itu raib setelah rasa panas dan perih mendera bahu kirinya, berikut dengan rembesan darah segar yang tiba-tiba membasah di kemejanya.

Sembari memegangi luka tersebut, tatapan Reyver beralih pada Robert—yang kala itu memasang tampang tegang.

"Apakah dia mengkhianatiku?" batin Reyver.

Tadi sebelum mereka meninggalkan Eclipse, Robert sudah mengotak-atik pistol Carlo dan mengambil pelurunya. Sama seperti yang ia lakukan pada Martha beberapa saat yang lalu. Namun, mengapa sekarang pistol itu bisa melukainya?

"Dia bahkan sudah mengajakku menemui adiknya dan menceritakan kisah kelamnya, apakah semua itu hanya sandiwara?" Reyver kembali membatin dengan perasaan yang berkecamuk.

"Kenapa? Kau kaget aku bisa melukaimu? Kau berharap pistol ini kosong kan?" ucap Carlo dengan seringai puasnya.

Bersambung...