Di dunia di mana Spirit Master harus membunuh Spirit Beast untuk mendapatkan Spirit Ring, Yin Lian lahir dengan kekuatan yang berbeda: Kontrak Dewa. Ia tidak perlu membunuh, melainkan menjalin ikatan dengan Spirit Beast, memungkinkan mereka berkembang bersamanya. Namun, sistem ini dianggap tabu, dan banyak pihak yang ingin melenyapkannya sebelum ia menjadi ancaman.
Saat bergabung dengan Infernal Fiends Academy, akademi kecil yang selalu diremehkan, Yin Lian bertemu rekan-rekan yang sama keras kepala dan berbakatnya. Bersama mereka, ia menantang batas dunia Spirit Master, menghadapi persaingan sengit, konspirasi dari akademi besar, serta ancaman dari kekuatan yang mengendalikan dunia di balik bayangan.
Di tengah semua itu, sebuah rahasia besar terungkap - Netherworld Spirit Realm, dimensi tersembunyi yang menyimpan kekuatan tak terbayangkan. Kunci menuju puncak bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga keberanian untuk menghadapi kegelapan yang mengintai.
⚠️pict : pinterest ⚠️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
"Arrghh!" Selene mengeluarkan lolongan kesakitan, tubuhnya bergetar sesaat sebelum darah mulai merembes dari luka yang ditimbulkan.
Yin Lian yang melihat itu sempat menahan napas. Dia bisa merasakan pertempuran ini bukan sekadar perburuan biasa.
Namun, sebelum Xu Feiyan bisa menyelesaikan serangannya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh di belakangnya. Dari balik semak-semak, sesuatu melesat dengan kecepatan tinggi—bayangan hitam yang lebih besar dan lebih mengintimidasi daripada Selene.
Seekor Iron Clawed Panther!
Panther itu menyerang dengan cakarnya yang tajam, langsung mengarah ke punggung Xu Feiyan. Tetapi, dengan refleks yang luar biasa, Xu Feiyan berbalik dan mengangkat belatinya untuk menahan serangan.
Clang!
Benturan keras terjadi, mendorong Xu Feiyan ke belakang. Iron Clawed Panther tidak seperti Selene—tubuhnya lebih besar, dan kekuatannya jauh lebih menakutkan.
Xu Feiyan menyadari situasi ini akan semakin sulit. Dia melirik ke arah Yin Lian yang masih berdiri di belakangnya.
"Xiao Lian, ini kesempatanmu!" serunya. Dengan satu gerakan cepat, dia melemparkan pisaunya ke arah Yin Lian.
Yin Lian menangkap pisau itu dengan sedikit ragu. Dia melihat ke arah Selene yang masih terluka dan terjatuh di tanah, matanya mulai kehilangan kilau kehidupan.
"Habisi dia sekarang! Dapatkan spirit ring-mu!" ujar Xu Feiyan sambil tetap menahan Iron Clawed Panther.
Yin Lian menatap Selene yang terengah-engah. Tangannya sedikit gemetar. Dia tahu bahwa ini adalah momen penting—jika dia ingin menjadi spirit master yang lebih kuat, dia harus mengambil langkah ini.
Dengan menggenggam pisau di tangannya, Yin Lian menarik napas dalam dan melangkah maju.
Langkah-langkah Yin Lian mendekati Selene, sang serigala putih, terasa berat. Di tangannya, pisau kecil pemberian Xu Feiyan masih tergenggam erat. Nafasnya memburu, bukan karena lelah, tapi karena campuran perasaan—ragu, takut, dan juga iba.
Tubuh Selene tergeletak lemas di atas tanah berlumur dedaunan basah, bulunya yang putih bersih kini tercemar darah di berbagai bagian. Luka gores dan tusukan menghiasi tubuhnya, dan napasnya mulai tersengal—tanda bahwa waktu hidupnya hampir habis. Namun mata binatang itu masih terbuka, memandang Yin Lian dengan sorot tajam bercampur kepasrahan.
Yin Lian berlutut perlahan. Hatinya bergetar. Ini adalah pertama kalinya ia berada begitu dekat dengan makhluk kuat seperti ini—dan ironisnya, dalam keadaan sekarat. Ia menggenggam pisaunya erat, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdegup tak karuan.
“Maaf…” bisiknya pelan, hampir tak terdengar. Tangannya terangkat perlahan, bersiap melakukan tugas yang tak bisa dihindari oleh setiap spirit master pemula.
Sementara itu, di sisi lain hutan, Xu Feiyan masih sibuk bertarung dengan Panther, seekor spirit beast bertubuh besar dengan bulu sehitam malam dan mata kuning menyala.
Cakar Panther melesat cepat ke arahnya, tapi Xu Feiyan sigap melompat ke belakang, menancapkan ujung tombaknya ke tanah untuk menjaga keseimbangan. Wajahnya serius, matanya terus memantau gerakan lawan.
‘Ini aneh…’ pikirnya. ‘Spirit beast seperti Panther biasanya hidup di bagian tengah Star Dou Forest. Apa yang dia lakukan di pinggir hutan?’
Kecurigaan itu membuatnya sedikit kehilangan fokus. Serangan Panther nyaris mengenai pundaknya, tapi ia sempat memutar tubuh dan menangkis dengan bagian samping tombaknya. Tubuhnya terhempas ke samping, terguling di atas tanah sebelum kembali berdiri tegak.
Panther itu kembali menggeram keras, seolah ingin menakutinya, tapi kemudian—dengan tiba-tiba—makhluk itu menghentikan serangannya. Tubuh besar itu perlahan mundur, taringnya masih terlihat, namun niat menyerangnya lenyap. Dengan suara geraman rendah, Panther itu berbalik dan melesat masuk ke dalam hutan yang lebih dalam, menghilang dalam rimbunnya pepohonan.
Xu Feiyan berdiri terpaku. Napasnya memburu, peluh membasahi pelipis. Ia menatap ke arah kepergian Panther dengan dahi berkerut.“Aneh… sangat mencurigakan,” gumamnya. Tapi ia tidak punya waktu memikirkannya lebih jauh. Dia segera berbalik, berlari ke arah tempat Yin Lian berada.
Begitu sampai, Xu Feiyan melihat Yin Lian telah duduk bersila di bawah pohon besar. Tubuhnya dikelilingi oleh cahaya putih yang lembut, seperti kabut yang menari perlahan. Aura spiritual terasa kuat mengelilinginya.
Xu Feiyan menyipitkan mata. Di pinggang Yin Lian, sebuah spirit ring berwarna kuning mulai terbentuk, berputar dengan tenang di sekeliling tubuhnya.
"Seratus tahun… spirit ring-nya berumur seratus tahun," gumam Xu Feiyan lirih.
Ia berdiri di kejauhan, tidak mengganggu. Dia tahu ini adalah momen penting bagi Yin Lian. Proses penyatuan spirit ring bukan hal sepele—dan sedikit saja gangguan bisa membawa bencana bagi tubuh dan jiwanya.
Xu Feiyan tersenyum tipis. Meskipun Yin Lian terlihat lemah dan polos, setidaknya hari ini dia membuktikan bahwa dia bisa melangkah sebagai seorang spirit master.
Angin lembut mengalir di antara dedaunan Star Dou Forest. Suara hutan yang tadinya ramai kini seolah meredam, memberikan ruang sakral pada proses penting yang sedang berlangsung.
Cahaya putih yang menyelimuti tubuh Yin Lian semakin padat. Spirit ring berwarna kuning itu terus berputar, mengelilingi pinggangnya dengan irama yang teratur, seolah menyatu dengan napas dan detak jantungnya. Keringat mengalir dari pelipisnya. Tubuhnya sedikit bergetar—rasa sakit dari proses penyatuan mulai terasa.
Urat-urat halus muncul di sepanjang lengan dan lehernya, menunjukkan betapa keras tubuhnya beradaptasi dengan kekuatan baru yang masuk. Tapi Yin Lian tak goyah. Ia menggertakkan giginya, bertahan dengan gigih meski rasa sakitnya hampir tak tertahankan.
Xu Feiyan memperhatikan dengan seksama. Ia siap bertindak jika terjadi kesalahan. Tapi seiring waktu berlalu, aura di sekitar Yin Lian mulai menenangkan. Cahaya putih perlahan memudar, digantikan oleh aura stabil yang mengalir lembut dari tubuhnya.
Spirit ring kuning itu berhenti berputar, lalu menyatu dengan tubuh Yin Lian. Saat matanya terbuka, kilatan berbeda tampak di dalamnya—tenang, tajam, dan dalam.
Xu Feiyan melangkah mendekat perlahan. “Bagaimana rasanya?” tanyanya dengan suara lembut.
Kilasan kenangan melintas di benaknya…
Saat itu—di tengah hutan sunyi, di hadapan Selene yang sekarat.
Yin Lian menggenggam pisau dengan tangan gemetar. Ia berlutut, menatap mata sang serigala putih yang masih terbuka meski tubuhnya penuh luka. Nafasnya berat… tapi stabil.
“…Maafkan aku,” bisik Yin Lian, lalu menarik napas panjang dan mengangkat pisaunya tinggi-tinggi.
Namun, saat ia hendak mengayunkan senjatanya ke arah leher Selene, tangannya berhenti di tengah jalan. Bergetar.
Pisau itu jatuh, menancap di tanah yang basah oleh darah dan embun pagi. Kepalanya menunduk, tubuhnya membeku.
“Aku… tidak bisa…” gumamnya lirih. “Kenapa harus seperti ini…? Mengapa satu-satunya cara mendapatkan kekuatan… adalah dengan membunuh?”
Matanya mulai berkaca. “Tidak adakah jalan lain? Selain saling membunuh seperti ini…?”
Suara langkah kecil terdengar. Selene bergerak, mencoba bangkit dengan tubuh yang nyaris tak bisa menopang dirinya sendiri. Yin Lian terkejut dan langsung menahan tubuh sang serigala agar tidak memaksa.
“Jangan gerak, lukamu akan semakin parah…” katanya cemas.
Namun Selene menatapnya, lalu perlahan duduk tegak, walau dengan susah payah.
Tiba-tiba… suara samar terdengar di telinga Yin Lian, seolah datang dari udara sendiri.
“Buat kontrak denganku…”
Yin Lian tersentak, menoleh ke sekeliling. “Siapa? Siapa yang bicara?”