NovelToon NovelToon
Cinta 'Terkontrak'

Cinta 'Terkontrak'

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Romansa / Slice of Life / Chicklit
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Luckygurl_

Senja Maharani, seorang sekretaris muda yang cerdas, ceroboh, dan penuh warna, di bawah asuhan Sadewa Pangestu, seorang CEO yang dingin dan nyaris tak berperasaan. Hubungan kerja mereka dipenuhi dinamika unik: Maha yang selalu merasa kesal dengan sikap Sadewa yang suka menjahili, dan Sadewa yang diam-diam menikmati melihat Maha kesal.

Di balik sifat dinginnya, Sadewa ternyata memiliki sisi lain—seorang pria yang diam-diam terpesona oleh kecerdasan dan keberanian Maha. Meski ia sering menunjukkan ketidakpedulian, Sadewa sebenarnya menjadikan Maha sebagai pusat hiburannya di tengah kesibukan dunia bisnis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luckygurl_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana terselubung.

Alarm ponsel Maha berdering tepat pukul 06.00 pagi seperti biasa. Suara itu memecah keheningan di kamarnya yang remang. Dengan mata yang masih berat, Maha membuka matanya perlahan, kemudian menatap langit-langit kamarnya. Sekejap, ia merasakan keheningan yang menenangkan, seolah dunia belum menuntut apa-apa darinya.

Ting!

Sebuah notifikasi dari ponselnya berbunyi, menarik perhatiannya. Ia meraih ponsel di atas nakas, melihat layar yang menyala—sebuah pesan masuk.

From: Mas Danu - Maha, bagaimana hari ini? Apakah aku boleh menjemputmu?

Maha menatap pesan itu sejenak sebelum ia meletakkan ponsel di sampingnya.Tubuhnya masih terbaring, tapi pikirannya melayang. Ingatan tentang Sadewa, mengenai kontrak yang mengikatnya, pun menghantam kesadarannya tanpa ampun. Perasaan sesak yang ia pendam sejak semalam kembali menguasai.

Buliran-buliran bening mulai jatuh dari sudut matanya, Maha menangis dalam kesunyian. Dibalik semua kekuatannya itu, ada luka yang tidak terlihat. Perasaan terkurung dalam kendali yang bukan miliknya. Maha menggigit bibir bagian dalamnya, mencoba menahan isak yang kian menderu. Dalam hati, ia bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir. Kapan ia bisa merasa bebas, tanpa bayang-bayang Sadewa yang selalu membayangi?

“Kenapa aku tidak bisa memilih kebebasan ku sendiri? Aku hanya ingin bahagia.” Gumam Maha, suaranya nyaris tenggelam diantara isak tangisnya. Ia menutupi wajah dengan lengannya, seolah berusaha menahan kenyataan pahit yang terus menghantui.

Maha tidak peduli jika saat ini Sadewa mendengar suara tangisannya yang keras di dalam kamarnya. Sebab, semalam menangis rasanya belum cukup untuk meredakan gejolak hatinya. Semua perasaan itu kembali meledak, terutama setelah membaca pesan yang baru saja ia terima.

To: Mas Danu - Maaf, Mas. Mungkin lain kali saja, ya.

Maha menekan tombol kirim, menatap layar ponsel yang seakan menjadi saksi bisu keputusannya. Tangisannya perlahan mereda, meski hatinya masih berat. Menolak tawaran Danu, bukan berarti ia menyerah sepenuhnya pada Sadewa. Tapi Maha tahu, ia tidak ingin Danu terseret ke dalam masalah yang rumit ini.

Maha lelah berdebat, dan juga lelah melawan. Kadang-kadang menyerah pada situasi terasa lebih mudah daripada terus berjuang tanpa hasil yang jelas. Tapi didalam hatinya, Maha tetap ingin melindungi orang-orang yang ia sayangi, termasuk Danu.

Sesaat setelah itu, Maha bangkit dari ranjangnya. Ia melangkah keluar untuk menyeduh teh, sebuah rutinitas pagi yang selalu menenangkan hatinya. Namun, aslinya bertaut saat menyadari bahwa Sadewa tidak tampak di ruangan itu.

“Apa Sadewa masih tidur?”

Tanpa banyak berpikir, Maha, melangkah menuju kamar sebelah. Ia memberanikan diri memutar kenop pintu, berharap menemukan Sadewa yang masih terlelap di ranjang. Tapi, kamar itu kosong. Sprei tetap rapi, tidak menunjukkan tanda-tanda ada yang tidur di sana semalam.

“Apa semalam dia pulang? Tapi, kok, nggak pamitan sama aku?” Pikir Maha, ia berdecak pelan sambil berkacak pinggang. “Dih, berharap apa, sih? Memangnya aku ini siapa dan ngapain juga dia harus pamit?” Maha menggeleng, membiarkan pikirannya mengoceh. “Bodo, lah!” Suka-suka dia aja, kesel banget kalau inget manusia batu itu!” Lanjutnya dengan suara kecil yang masih terdengar kesal.

Tak ingin membuat waktu, Maha pun melangkah ke dapur. Namun, langkahnya terhenti tatkala netranya menangkap sesuatu yang tidak biasa—sebuah tudung saji yang terletak diatas meja makan. Tudung saji dari anyaman rotan yang ia beli saat liburan di Thailand itu belum pernah sekalipun ia gunakan. Tapi kini, dibawahnya, tersembunyi sesuatu yang membuatnya terheran.

Dengan hati-hati, Maha mengangkat tudung saji itu dan seketika matanya membulat. Disana, ada sepiring nasi goreng lengkap dengan telur ceplok mata sapi dan segelas susu. Di samping piring, ada sebuah catatan kecil yang langsung menarik perhatian, pun ia mengambil catatan itu dan membacanya dengan seksama.

Mungkin setelah kamu bangun, makanan ini sudah dingin. Maaf, saya harus pergi tanpa berpamitan karena ada urusan mendadak. Hangatkan terlebih dulu sarapannya sebelum kamu makan, tapi jika tak ingin, itu terserah mu saja. Ingat! Jangan terlambat ke kantor, karena masih banyak laporan yang harus kamu selesaikan. Saya mungkin akan datang ke kantor setelah jam makan siang dan saat itu, saya ingin laporan-laporan itu sudah siap.

-Sadewa.

Maha duduk perlahan di kursi dengan masih memegang catatan itu di tangan kanannya. Matanya menatap kosong pada sepiring nasi goreng dihadapannya. Tanpa sadar, jemarinya meremas kertas catatan itu hingga menjadi bola kecil.

Ada sisi dari Sadewa yang dingin dan tegas, namun gestur kecil seperti ini—meninggalkan sarapan untuknya, membuat Maha merasa ada perhatian yang tidak terucapkan dibalik sikap keras pria itu.

“Baiklah, akan aku jalani sandiwara ini.” Gumam Maha seraya menarik piring nasi goreng kearahnya.

“Wah, ini beneran Sadewa yang masak? Kok, enak?” Seru Maha, matanya berbinar-binar seolah menemukan harta karun tersembunyi. Sebab, dalam suapan pertama, ia merasakan rasa gurih dan lezat menyelimuti lidahnya. Kejutan melintas di wajahnya, diikuti senyum kecil yang tak tertahan.

Dalam keheningan pagi, setiap suapan nasi goreng buatan Sadewa seolah menenangkan badai dihatinya. Rasa sakit dan gemuruh yang mengganjal perlahan memudar, tergantikan oleh rasa hangat yang sulit dijelaskan. Tanpa pikir panjang, Maha menikmati setiap gigitan, membiarkan kelezatan itu menghapus segala keresahan nya.

Setelah piring itu bersih, Maha merasa lebih baik. Ia segera beranjak guna menyiapkan diri untuk berangkat ke kantor, membawa serta rasa manis dari perhatian kecil yang tak terduga.

...****************...

Cuaca siang itu terasa begitu terik, sinar matahari membakar aspal jalanan diluar. Sementara Maha, ia baru saja menuntaskan pekerjaannya tepat waktu seperti yang diminta oleh Sadewa. Lantas, ia pun meregangkan tubuhnya di kursi dengan lega. Sebuah helaan nafas panjang keluar dari bibirnya, di susul dengan sebuah kehangatan didalam dirinya. Sebab, merasa puas dengan produktivitas hari ini. Namun, kenyamanan itu tak berlangsung lama.

Tok! Tok! Tok!

Pintu ruangannya diketuk ringan sebelum terbuka yang kemudian menampakkan sosok Maya, asisten Sadewa, yang melangkah masuk dengan senyum sopan. Ditangannya, sebuah kotak berwarna hitam dengan pita merah marun menghiasinya memberi kesan mewah dan penuh misteri.

“Nona, ini dari Tuan Sadewa,” ucap Maya, meletakkan kotak itu diatas meja Maha dengan hati-hati.

Maha menegakkan tubuhnya, rasa penasaran pun bergejolak didalam dirinya. Matanya menyipit, mencoba membaca apa maksud dibalik hadiah itu. Ia pun meraih kotak tersebut dan jari-jarinya menyentuh permukaan halusnya.

“Apa ini, Maya?” Tanyanya, di penuhi rasa ingin tahu yang tak terelakkan.

“Anda buka saja sendiri, Nona. Oh, dan nanti malam tepatnya jam tujuh. Tuan Sadewa, akan menjemput Anda di apartemen. Jadi sekarang, Anda di perbolehkan untuk pulang,” ujar Maya dengan senyuman lembut.

“Hm, pulang lebih awal?” Balas Maha, terkejut.

Maya mengangguk dan menambahkan. “Satu lagi, Nona. Tuan Sadewa berpesan agar Anda berdandan cantik malam ini,”

“Memangnya, Pak Sadewa, mau mengajak saya kemana, Maya? Sepertinya penting sekali?” Tanya Maha, ia sampai memiringkan kepalanya karena rasa penasaran yang membuncah.

“Maaf, Nona. Saya tidak tahu. Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan Sadewa. Kalau begitu, saya permisi dulu. Selamat siang.” Jawab Maya.

Tanpa menunggu jawaban Maha, Maya berbalik dan pergi meninggalkan Maha yang masih tertegun ditempatnya. Maha yang masih duduk ditempatnya, pun menatap punggung Maya yang semakin jauh dengan tatapan bingung.

Apa maksud dari kotak ini? Pikir Maha.

Maha yang sangat penasaran itupun membolak-balikkan kotak itu, mengguncangnya perlahan dan mendekatkannya ke telinga.

“Hm, ringan banget. Apa, ya, kira-kira? Harumnya juga wangi, apa jangan-jangan isinya duit?” Gumam Maha sambil terkikik kecil, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai melayang keberbagai kemungkinan.

Tak ingin berlama-lama terjebak dalam spekulasi, Maha perlahan membuka kotak itu. Begitu tutup kotak terbuka, matanya membesar saat melihat sehelai gaun hitam elegan dengan aksen kristal yang berkilauan dibagian leher. Dengan hati-hati, ia mengangkat gaun itu untuk mengamati potongannya yang sederhana namun elegan.

“Cantik banget gaunnya.” Desis Maha kagum, membiarkan ujung jarinya menyentuh kain lembut yang terasa sejuk di kulitnya.

Gaun dengan model halter neck itu tampak sempurna. Potongannya yang akan mengekspos bahu dan punggungnya memberikan kesan mewah dan anggun. Maha jadi membayangkan bagaimana tali gaun itu akan di ikat dilehernya, pasti akan menambah sentuhan elegan pada keseluruhan penampilannya.

“Dengan gaun seperti ini, Sadewa akan bawa aku kemana? Apa bertemu dengan ibunya? Tapi, rasanya mustahil, deh. Ini gaun seksi, jadi mana mungkin Sadewa mengajakku bertemu dengan ibunya. Apa jangan-jangan dia mengajakku makan malam? Mungkin dia merasa bersalah karena selama ini mengekang ku?” Gumam Maha di iringi kekehan kecil yang meluncur tanpa sadar.

Maha membiarkan pikirannya melayang ke kemungkinan-kemungkinan yang terasa indah, meskipun samar.

Sayangnya, Maha tidak tahu apa maksud dibalik gaun itu atau tujuan Sadewa memberikannya. Yang Maha tahu, hubungan mereka hanyalah bagian dari kontrak ‘kekasih pura-pura'. Di balik kontrak tersebut, ada banyak hal yang tersembunyi—hal-hal yang tak pernah Sadewa jelaskan sepenuhnya.

Apa sebenarnya yang direncanakan Sadewa?

Maha meletakkan gaun itu dengan hati-hati ditempat semula. Matanya menerawang, mencoba menafsirkan setiap kemungkinan yang bermain di kepalanya. Disatu sisi, ada rasa penasaran yang membuncah. Namun disisi lain, ada kekhawatiran yang tidak bisa diabaikan. Perasaan itu bercampur menjadi satu, membuat Maha kembali menghela nafas panjang.

1
Bunda Mimi
thor bab 21 dan 22 nya kok sudah tidak ada ya
Bunda Mimi: ok siap thor
Lucky ᯓ★: terimakasih atas dukungannya kak, dan mohon maaf jika nanti update ulang dengan isi yang sama. aku revisi karena biar lebih nyaman untuk dibaca, juga ini saran dari editor saya
total 4 replies
Wayan Sucani
Luar biasa
Wayan Sucani
Rasanya berat bgt
catalina trujillo
Bikin ketawa sampe perut sakit.
Lửa
Ngakak sampai sakit perut 😂
Kiyo Takamine and Zatch Bell
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!