Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Selepas dari ruangan Wira, Ruby kembali ke dapur dengan perasaan tak menentu. Dirinya seakan tak percaya akan apa yang baru saja terjadi.
Menjadi koki? Bagaimana bisa secepat ini?.
Saat bertatap mata dengan Mario, pria itu justru menghampirinya disusul beberapa rekan lain. Tanpa diduga, mereka serempak mengucapkan selamat. Rupanya kabar Ruby diangkat menjadi Koki bukan menjadi rahasia lagi. Keputusan itu diambil bahkan jauh sebelum Ruby kembali bekerja. Sungguh sesuatu hal yang tak pernah Ruby duga. Dalam tawa, Ruby menangis, namun tangis bahagia.
"Ruby, bekerjalah dengan baik. Kami tau jika kau punya kemampuan lebih dari yang pernah kami bayangkan. Ayo, semangat." Salah satu koki ikut memuji. Diantara beberapa koki, Ruby-lah satu-satunya koki perempuan di Ruby Resto & Cafe.
Kalimat penyemangat dan pujian lain silih berganti datang. Bukan hanya dari sesama koki atau pun asisten, beberapa karyawan di bagian lain pun ikut memberi selamat. Kiara berhambur memeluk Ruby. Mereka berpelukan dalam keharuan. Mungkin kelahiran Celia, membuka lebar pintu rezeki untuk Ibunya.
Hari-hari berlalu. Ruby kian menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya. Ia kini sudah setara dengan Mario bahkan memiliki seorang asisten, perempuan muda nan ramah yang akan membantunya saat bekerja.
Sama sekali tak ada komplain dari pelanggan atas rasa masakan yang ia olah atau pun cara penyajiannya. Semua terbilang cukup sempurna. Diam-diam Wira pun mengamati cara kerja dan semangat Ruby dari kejauhan. Pria itu bahkan terlihat mengurai senyum tipis saat menatap Ruby yang sibuk di balik meja pantry. Takut tertangkap basah orang lain, Wira pun lekas kembali ke ruang kerjanya.
💗💗💗💗💗
Sean menjatuhkan tubuh lunglainya di atas ranjang. Sebuah ranjang yang ia tempati selepas kepergian Ruby. Dulu, Sean bahkan tak sudi untuk tidur di kamar utama, selepas malah kelabu kala itu.
Beberapa hari selepas Ika dan Aryo di paksa berkata jujur, Ika memilih mengundurkan diri. Mungkin akibat rasa malu sekaligus bersalah, yang menjadi faktor utama Ika keluar. Akan tetapi sebelum pergi, Ika sempat membongkar beberapa kejahatan lain dari Margareth juga Selena terhadap Ruby.
"Jika masalah hamil atau tidaknya Nona Ruby sebelum keluar dari rumah, maaf saya benar-benar tidak tau, Tuan. Sebab yang saya tau, Nyonya kerap memberi Nona Ruby ramuan yang fungsinya sebagai penjegah kehamilan." Begitulah kata-kata Ika yang masih Sean ingat, dan lagi-lagi seakan menguncang kewarasannya.
Ika sudah pergi, dengan bantuan Aryo Sean sudah mendapatkan pengantinya. Perempuan berusia 30 tahunan itu didapat Aryo dari Agen khusus penyalur Art. Sebelum bekerja Sean sudah membuat peraturan khusus, diantaranya wajib melaporkan apa saja yang dilakukan Ibu beserta adikny ketika datang. Cctv pun sudah terpasang dititik-titik penting bagian rumah. Kali ini ia tak boleh lagi kecolongan.
Sean sendiri masih memilih diam dan ingin bertanya apa pun pada Margareth. Baginya, apa yang sudah dijelaskan oleh Ika dan Aryo, lebih dari cukup dan menyatakan jika Ruby memang tidak bersalah atas kejadian malam itu.
Katakanlah Jika Sean menyesal. Tapi apalah guna sesal disaat semuanya sudah terjadi. Ruby bukanlah lagi istri tetapi sudah menjadi mantan istri.
Ya Tuhan.
Sean mengacak rambutnya, Frustrasi. Sungguh dia adalah pria terboodoh di bumi, yang tega menceraikan perempuan yang ia sayangi, tanpa bukti yang pasti.
💗💗💗💗💗
"Ruby, kau buatkan semua menu ini untuk salah satu pelanggan kita. Ingat, kau saya yang membuatnya, dan jangan sampai dibantu koki lain." Wira menyerahkan selembar kertas berisi daftar menu pilihan salah satu pengunjung resto. Sepasang mata gadis itu menyipit, mana kala beberapa menu yang tertulis langsung mengingatkannya pada seseorang.
"Baik, Tuan."
"Kau bisa membuatnya?."
"Semoga, Tuan." Meski sebenarnya Ruby cukup ragu sebab ada beberapa menu yang belum pernah ia buat selama bekerja di Resto.
"Baiklah."
Ruby pun hendak beralih. Lekas meracik bahan-bahan agar selesai dalam waktu yang sudah ditentukan.
"Em, Ruby," panggil Wira dengan suara pelan namun bisa didengar oleh Ruby. Spontan gadis itu pun berbalik badan.
"Ya, Tuan. Apa masih ada menu tambahan lain yang harus saya sajikan?."
"Tidak. Em bagaimana kabar putrimu?."
"Put, Putri saya," tanya Ruby setengah tak percaya sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, putrimu. Dia, sudah bisa apa sekarang?."
Ruby terdiam sejenak. Beberapa saat Ruby justru menatap Wira begitu lekat.
"Celia Baik, Tuan. Putriku sudah semakin aktif bergerak setiap harinya," jawab Ruby seraya tersenyum tipis. Membayangkan tubuh moontok sang putri yang bergerak aktif saat berbaring.
Wira terlihat mengganggukkan kepala namun entah apa artinya.
"Baiklah, kerjakan tugasmu dengan baik. Satu jam kedepan semua masakan sudah harus siap," titah Wira kembali pada mode tegas.
"Baik, Tuan."
Wira pun beranjak, meninggalkan Ruby yang kini mulai berkutat dengan bahan masakan dan peralatan dapur dibantu oleh asisten.
💗💗💗💗💗
Rasa senang sekaligus tegang bercampur menjadi satu saat Ruby mendorong sebuah meja berisi pesanan pelanggan kelas VIP, dibantu sang asisten yang mengekor di belakangnya.
"Ruby, masuklah." Wira membuka pintu ruangan. Meminta pada Ruby dan satu rekannya untuk masuk ke dalam. Bibir gadis itu mengulas senyum. Ini untuk pertama kali dirinya masuk dan melayani tamu kelas atas selepas beberapa bulan bekerja.
"Berhati-hati dan lakukan tugasmu dengan sempurna, Tuan sudah menunggu di sana," perintah Wira pada Ruby, ia pun menunjuk seorang pria yang duduk dengan mengenakan setelan jas formal dalam posisi memunggungi.
"Baik, Tuan." Bersama sang asisten Ruby kembali melanjutkan langkah. Hati-hati agar tak melakukan kesalahan. Sesekali ia menatap punggung kokoh dan rambut sang tamu dari belakang. Dahinya mengernyit, berfikir sejenak seakan merasa familiar dengan postur tubuh sang tamu meski pun dari arah belakang.
Ruby menarik nafas dalam saat posisinya kian dekat. Langkahnya pun terhenti. Ruby lebih dulu menundukan kepala sebelum memindahkan makanan dari meja dorong ke meja pelanggan.
Rupanya Ruby yang sibuk memindahkan makanan, tak sadar jika sang pelangan kelas VIP justru menatapnya begitu lekat. Sampai beberapa sajian yang dibawa sang asisten pun selesai dipindahkan, Ruby masih tak kunjung sadar.
"Selamat menikmati, Tu-tuan," ucap Ruby setengah tergagap. Perempuan itu luar biasa terkejut saat tamu Vip yang ia layani adalah Sean, mantan suaminya.
"Terimakasih," jawab Sean lembut, dan masih tak mengalihkan pandangannya dari Ruby.
Spontan Ruby pun menunduk dan mundur beberapa langkah. Ia sudah bersiap mendorong meja agar lekas keluar, namun satu kalimat yang keluar dari bibir Sean, menahannya.
"Ruby, tetaplah di sini." Sean menatap pada asisten Ruby kemudian berpindah pada Wira. "Dan kalian berdua, keluarlah," titah Sean kemudian yang pastinya tidak dapat ditolak oleh keduanya.
Tbc.
la ini malahan JD bencana gr2 percaya Sama mamaknya