Air matanya menetes untuk kesekian kalinya. Apa hanya wanita yang pandai bersolek saja yang pantas mendapatkan pasangan?
Hari ini, dirinya terpaku, menyaksikan pernikahan sahabat dengan mantan kekasihnya, yang menjalin hubungan di belakangnya.
Sudah cukup memalukan baginya dilangkahi menikah oleh adiknya yang kini tengah hamil.
Apa salahnya menjadi seorang pelatih beladiri? Memiliki beberapa toko. Cantik, tentu saja, terlihat sempurna bukan? Namun diusianya yang sudah menginjak 34 tahun, hubungan asmaranya selalu kandas.
Hingga akhirnya dalam keadaan kacau dirinya bertekad,"Aku akan mencari seorang pria!! Kemudian tidur dengannya, dan menikahinya," ucapnya memasuki sebuah club'malam.
Mabuk untuk pertama kalinya, menari-nari tidak jelas, hingga akhirnya oleng, jatuh pada pelukan seorang pemuda,"Akhirnya setelah sekian tahun, aku menemukanmu," ucap sang pemuda tersenyum padanya.
"Menikahlah denganku," Frea tertawa, bergumam dalam keadaan mabuk setengah sadar.
Sebuah mimpi yang indah bukan? Bumi terasa berputar, berjalan di altar mengucapkan janji suci di depan pendeta. Dengan pemuda rupawan tersenyum menatapnya, di malam yang gelap.
Frea terbangun di kamar hotel, "Aku bermimpi menikah..." ucapnya tertawa kecil, tersipu malu.
"Sayang, makalah sarapannya," seorang pemuda rupawan tiba-tiba masuk, tersenyum padanya.
"Ka...kamu siapa?" Frea mengenyitkan keningnya.
"Suamimu,"
"Hah!?"
Hidup Frea berubah dari hari itu, didampingi pemuda rupawan pelit yang sebenarnya memiliki status sosial tinggi.
🐜🐜🐜 Warning!!!🦊🦊
🍀🍀🍀🍀 Menyebabkan baper parah, menangis dan tersenyum-senyum sendiri tidak jelas.
🍀🍀🍀🍀 Cover bukan milik penulis.
🍀🍀🍀🍀 Dilarang plagiat.
🍀🍀🍀🍀 Karya seorang amatir, yang ingin belajar menulis. Jadi tidak sesempurna author pro.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah
Angin menerpa wajah Frea, menatap wanita yang duduk satu mobil dengannya. Diikuti oleh mobil milik Merlin yang di stir managernya.
Wanita itu tidak mengerti dengan orang yang duduk di sampingnya. Kagum? Mungkin, Merlin bahkan lebih cantik daripada yang terlihat di layar kaca, diusianya yang tidak lagi muda.
"Maaf... anda..." kata-kata Frea terhenti.
"Aku adalah ibu mertuamu. Ibu kandung suamimu," ucap Merlin tanpa menatap langsung pada Frea.
Wajah Frea seketika pucat pasi, jemari tangannya gemetar ketakutan. Ibu mertua? Kata yang mematikan. Beberapa kali hubungan yang dijalaninya kandas, karena calon ibu mertua yang tidak setuju mengingat usianya.
Tapi sekarang? Wanita yang sering berperan menjadi antagonis di film maupun sinetron menjadi ibu mertuanya. Salah satu adegan dalam film yang pernah perankan Merlin, yang diingatnya hingga sekarang. Menampar menantunya, kemudian mengadu domba anak dan menantunya agar berpisah. Menjodohkan anaknya dengan wanita lain yang lebih cantik dan sederajat.
Namun, apa dalam kehidupan nyata akan sama?
Merlin melepaskan kacamata hitamnya, matanya terlihat berkaca-kaca, menahan tangis dengan suara parau.
"Tinggalkan dia..." ucapnya.
Frea membulatkan matanya, sudah menduga-duga hal yang akan dikatakan Merlin. Namun, meninggalkan Tomy? Tidak, anak yang kini telah tumbuh dewasa itu, sudah terlanjur terkait dengan hatinya. Satu-satunya perlindungan yang meramaikan hari-harinya yang sepi.
"Aku tidak bisa..." Frea mengepalkan tangannya, menatap wanita yang duduk di sampingnya.
"Aku memohon padamu," jemari tangan Frea, digenggam oleh Merlin, menatapnya penuh harap,"Akan aku berikan apapun. Berapapun yang kamu butuhkan. Tolong tinggalkan dia..." ucapnya.
Frea menghela napas kasar, melepaskan jemari tangan Merlin."Maaf..." hanya satu kata yang keluar dari bibir Frea.
Kata yang membuat tangan Merlin lemas, air matanya mengalir tidak terkendali,"Anak itu menderita dari kecil, menerima kebencianku. Bahkan ayah kandungnya tidak mengakuinya sebagai anak. Aku tidak pernah menjadi ibu yang baik baginya,"
"Dan sekarang orang yang dicintainya selama 17 tahun, tidak mencintainya!? Aku mohon belajarlah mencintai Tomy. Aku tidak ingin putraku berakhir seperti diriku. Menjadi pihak yang tidak dicintai, pihak yang akan terluka terlalu dalam..."
Frea mengenyitkan keningnya, tidak mengerti,"Maksudnya anda ingin aku tetap bersama Tomy atau meninggalkannya?"
"Aku ingin kamu menjaga Tomy. Aku terlalu kikuk jika dekat dengannya. Saat kecil, aku sering membiarkannya kelaparan, tidak pernah menemani belajar, atau merawatnya ketika sakit. Dia tumbuh besar seorang diri di lingkungan keras. Aku hanya bisa menyusahkannya. Terlarut dalam kebencian, menyakiti putraku satu-satunya..." jawabnya penuh harap.
"Aku mohon, tinggalkan kekasihmu Vincent," lanjutnya sudah mengetahui informasi tentang pria yang dekat dengan menantunya.
Tidak ingin putranya mengalami rasa sakit ketika orang yang dicintainya, berakhir memilih orang lain, perasaan sakit ketika menerima penolakan. Perasaan sakit yang sama, perasaan yang membuatnya sempat membenci putra yang terlahir dari rahimnya.
Hal yang disesalinya saat ini, ingin meminta maaf, dan merawat putranya, seolah tidak terjadi apa-apa? Namun, terasa terlalu tidak tau malu baginya. Setidaknya dengan kehadiran Frea dalam kehidupan Tomy, putranya dapat tersenyum, saling menjaga dengan orang yang dicintainya.
Memutuskan hubunganku dengan Vincent? Bukan dengan Tomy? Aku kira dia ibu mertua yang jahat seperti perannya di TV... Frea menghela napas lega.
Wanita itu tersenyum, kembali menggenggam jemari tangan Merlin. "Aku sudah mencintai anak nakal itu. Kami bahkan berencana untuk memberikanmu cucu. Jika bisa..." Frea menghela napas mulutnya bergetar, ketakutan Merlin akan tidak akan menerimanya saat mengetahui usianya.
"Karena usia? Jika tidak memiliki cucu, tidak apa-apa. Yang aku inginkan hanya seseorang untuk menjaga putraku. Menemaninya hingga akhir usianya, kamu bisa?" tanyanya.
Frea mengganguk, menatap senyuman menyungging di bibir Merlin."Terimakasih..." Merlin memeluknya erat.
***
Pusat perbelanjaan yang lumayan besar terlihat bukan mall, lebih seperti pasar, kacamata, masker, topi. Segala macam penyamaran dikenakan Merlin.
Jemari tangan itu menggenggam erat tangan Frea, menariknya keluar dari mobil.
"Bibi, kita mau kemana?" tanyanya tidak mengerti.
"Jangan panggil aku bibi, panggil aku ibu. Aku adalah ibu mertuamu. Kita akan berbelanja bersama, menikmati hidup..." ucap Merlin bagaikan menemukan teman wanita.
Frea tersenyum tulus, berbelanja? Semenjak Ririn menikah dirinya memutuskan hidup seorang diri. Sang ayah tinggal di luar negeri dengan keluarga barunya. Namun sekarang memiliki seorang ibu? Sesuatu yang membuat hatinya menghangat.
Siapa sangka seorang artis berbelanja di pasar? Tapi itulah kenyataannya, berasal dari kalangan bawah membuatnya menjalani hidup bagaikan orang biasa. Walaupun tetap menyisihkan uang untuk merawat diri, menunjang karirnya.
Sayur mayur, daging, bahkan beberapa pakaian. Semua dibelinya, berniat memenuhi isi rumah baru putranya. Bahkan perangkat elektronik.
"Bibi... maaf, di rumah kami semua sudah tersedia..." ucap Frea, menatap iba pada supirnya dan manager Merlin yang membawa belanjaan menggunung.
"Tidak, masih kurang, jika kalian memiliki anak, atau mengadopsi anak, kita memerlukan peralatan bayi. Selain itu, kalau sewaktu-waktu ada tamu..." Merlin mulai berpikir.
"Pak, piring keramik kwalitas yang terbagus 3 lusin..." lanjutnya berucap pada penjaga toko.
Aku akan dikubur hidup-hidup dengan barang yang menumpuk... gumam Frea dalam hati, kedua tangannya masih membawa sayuran serta daging.
***
Sementara itu di tempat lain...
Karin menghela napas kasar, meminum seteguk wine di gelasnya. "Ini dokumennya..." ucapnya pada seorang pria paruh baya.
"Anak ayah memang pintar, omong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan asisten pemilik JH Corporation...?" tanya ayahnya, yang memang memiliki perusahaan sendiri.
Karin menghela napas kasar,"Dia sudah menikah, tapi hubungannya dengan istrinya terlihat tidak begitu baik,"
"Kalau begitu, kamu masih memiliki kesempatan. Saat terapuh seorang pria, adalah saat dirinya terpuruk. Buatlah hubungan mereka semakin menjauh. Ayah akan membantumu..." ucapnya tersenyum pada Karin.
***
Darah membasahi lantai kamar, senyuman menungging di wajah seorang pemuda. Cipratannya mengenai sedikit wajahnya.
"Ikat mereka..." ucapnya tersenyum, menginjak genangan darah yang membasahi lantai. Jejak langkah sepatunya, terlihat jelas mengotori tempat yang ditapakinya.
Beberapa orang yang dibawanya, mengikat dua orang yang telah terluka parah. Memaksanya berlutut di hadapan Tomy.
Wajah arogannya tersenyum mengerikan, "Aku tidak pandai berkelahi seperti seorang pengawal profesional atau pelatih beladiri. Tau kenapa aku bisa mendapatkan jabatan tinggi?" ucapnya meraih tissue basah yang diberikan pelayanannya menyeka darah yang kontras dengan pipi putih pucatnya.
"Terkadang bukan pandai berkelahi, sekaligus pintar yang diperlukan. Tapi ketelitian, otak diatas rata-rata, keinginan haus darah yang dapat dikendalikan..." lanjutnya tersenyum, mengeluarkan pisau bedah kecil yang selalu terselip di saku bagian dalam jasnya.
Kedua orang yang berlutut mengeluarkan keringat dingin. Pembunuh bayaran? Itulah profesi mereka. Untuk pertama kalinya mengalami situasi paling mengerikian dalam hidup mereka.
15 menit yang lalu...
Tomy tersenyum, melangkah cepat menuju kamarnya. Namun, satu hal aneh terlintas di benaknya. Mobil yang digunakan supir untuk menjemput Frea belum kembali.
Langkahnya terhenti, menyadari ada hal yang salah. Mobil Merlin juga tidak terlihat di tempat parkir rumahnya.
Namun, masih terdapat kemungkinan itu Frea bukan?
Tomy melangkah, membuka kotak P3K, memakai sarung tangan karet. Memegang pisau buah berukuran kecil. Segenggam garam diambilnya dari dapur.
"Tuan?" seorang pelayan menunduk memberi hormat padanya.
"Panggil pengawal, suruh mereka kemari..." ucap Tomy memberi perintah.
Semoga dugaanku salah... gumamannya dalam hati. Berjaga-jaga dengan kemungkinan terburuk.
***
Beberapa orang pengawal berjaga di depan kamar, sesuai arahan Tomy. Pemuda itu masih memegang pisau buah serta segenggam garam.
Tidak langsung memberi perintah pengawalnya masuk? Pemuda itu masih berjaga, jika kemungkinan orang yang didalam adalah Frea. Mengingat CCTV belum terpasang sama sekali, pada rumah besarnya yang baru rampung.
Grieet...
Pintu dibuka, bayangannya yang berdiri di depan pintu terlihat. Senyuman menyungging di wajah seseorang yang bersembunyi di balik tirai, menyadari target mereka masuk. Satu orang lagi, mengintip dari lemari pakaian besar, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.
"Frea...?" Tomy tersenyum memanggil istrinya.
Tak....
Sakelar lampu dinyalakannya, bersamaan dengan dua orang yang bersembunyi, menyerangnya.
Dor...
Satu tembakan, tepat mengenai tangan seseorang yang baru keluar dari lemari. Satu tembakan yang dilayangkan pengawal Tomy yang berjaga di depan kamar.
Satu orang lainnya yang keluar dari tirai hendak menikam Tomy. Garam yang berada di genggaman tangannya dilempar tepat mengenai mata sang pembunuh.
"Aaagghhhh..." jeritannya merasa keperihan, tetap berusaha menyerang Tomy asal.
Srak...
Pisau tepat menikam perutnya, menodai wajah sang pemuda dengan darah. "Dalam arena pertarungan menciderai lawan dan berbuat curang akan didiskualifikasi. Namun, dalam kehidupan nyata, membunuh atau dibunuh, tidak peduli dengan cara apa..." ucapnya tersenyum, menatap tubuh lemas, berlumuran darah. Tubuh yang tergeletak di lantai, dengan darah melumber kemana-mana.
***
Dua orang kini terikat berlutut di hadapannya, ketakutan. Menahan rasa sakit akibat tikaman pada perut dan peluru yang bersarang di tangan mereka.
"Yang mengirim kalian, perempuan atau laki-laki?" tanyanya, kedua orang itu saling menoleh, bingung harus menjawab atau tidak.
"Jawab..." ucap Tomy pelan, mendekatkan pisau bedanya pada pipi salah seorang pembunuh.
"Pe... perempuan..." jawabnya ketakutan setengah mati. Sering membunuh orang, namun tidak pernah berada di situasi antara hidup dan mati seperti saat ini. Pemuda yang tersenyum seakan tidak puas menatap luka ditubuh mereka. Adrenalin yang benar-benar terpacu, bagaikan mata itu menginginkan untuk mencabik-cabik.
"Aku memberi penawaran agar kalian dapat hidup. Luka kalian akan disembuhkan, tapi setelah disembuhkan, beri kesenangan pada perempuan yang memberi kalian perintah. Jangan hanya sekali, jika perlu buat hingga dia tidak sadarkan diri, menerima pelayanan kalian di ranjang..." ucapnya.
"Ka...kami," salah seorang pembunuh nampak ragu, ketakutan.
"Ingin mati?" Tomy mengenyitkan keningnya.
"Tidak!! Kami masih ingin hidup!!" jawab sang pembunuh ketakutan.
"Bagus, layani nyonya Lia dengan baik..." ucap Tomy tersenyum, sudah dapat menerka siapa pelaku insiden hari ini.
"Bawa mereka!! Panggil dokter untuk menyembuhkannya..." lanjutnya melonggarkan dasinya.
"Baik tuan..." pengawal mulai membawa dua orang meninggalkan ruangan. Berganti dengan pelayan yang masuk, membersihkan noda darah segar yang menggenang.
***
Gemetar? Ketakutan? Tidak, pemuda itu, melepaskan sarung tangan karetnya yang berlumuran darah segar. Melemparkannya dalam tempat sampah.
Keran air mulai mengisi bathtub, wajah rupawannya tersenyum, perlahan membersihkan darah yang masih sedikit mengotori wajahnya. Pakaian ditanggalkannya satu persatu, memasuki bathtub, memutar musik di handphonenya seolah tidak ada yang terjadi.
Lemah? Tomy memang tidak bisa berkelahi sama sekali. Namun, bukan hanya pandai berkelahi yang diperlukan untuk bertahan hidup. Wajahnya nampak tenang, menyenderkan tubuhnya pada bathtub, menghilangkan rasa penatnya setelah bekerja seharian.
"Apa Frea tidak mengingat hari ulang tahunku? Atau lebih baik lagi, dia akan memakai pita menjadikan dirinya hadiah," gumamnya penuh harap akan mendapatkan hadiah dari istrinya. Seolah kejadian yang baru dialaminya adalah hal biasa.
Bersambung