dikisahkan ada seorang gadis desa bernama Kirana, ia adalah gadis yang pintar dalam ilmu bela diri suatu hari, ayahnya yaitu ustadz Mustofa menyuruh Kirana untuk merantau ke kota karena pikirnya sudah saatnya ia untuk membiarkan putrinya itu mempelajari dunia di luar desa
Kirana memenuhi permintaan sang ayah dan pergi ke kota yang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung halamannya. dan di sinilah Kirana mulai di hadapkan dengan situasi yang menguji keberanian serta kesabarannya, pertemanan, Cinta segitiga sampai akhirnya ia bertemu dengan takdir yang memang telah di putuskan untuk dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riris Sri Wahyuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membantu nenek
di sisi lain...
motor yang dikendarai Reyhan melaju pelan di jalan yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan memantulkan cahaya kekuningan di aspal yang basah sisa hujan sore tadi.
Namun di tengah perjalanan, Reyhan tiba-tiba memperlambat laju motornya.
“Astaghfirullahalazim,” katanya sambil menatap ke arah depan.
"kenapa rey? " tanya Kirana
"kelihatanya nenek itu butuh bantuan. "
Kirana ikut menoleh, dan matanya langsung menangkap sosok seorang nenek tua yang tampak berdiri di tepi jalan. Nenek itu terlihat kebingungan sambil memegangi tas belanjanya yang sobek — beberapa sayuran berserakan di tanah.
Reyhan segera menepikan motornya.
"Ayo, kita b,”bantu dia! "ucapnya sebelum turun dari motor. Kirana pun mengikutinya tanpa ragu.
“Nek, nggak apa-apa?” tanya Kirana dengan lembut sambil mendekat.
Nenek itu menatap mereka dengan wajah lelah. “Iya, Nak… tas belanja nenek robek, sayurnya jatuh semua. Nenek udah tua, susah nunduk lama-lama.”
Reyhan segera jongkok dan mulai memunguti sayur-sayur yang bertebaran, sementara Kirana membantu memasukkan ke kantong plastik baru yang ia bawa di tasnya.
“Nenek tinggal di mana? Biar kami antar sekalian,” ujar Reyhan setelah selesai.
Wajah sang nenek langsung berseri-seri. “Wah, boleh Nak. Rumah nenek nggak jauh, di gang sebelah situ.”
Akhirnya, Reyhan membantu nenek itu naik ke motor—Kirana yang duduk di belakang memastikan nenek itu memegang erat. Mereka melaju perlahan melewati gang kecil hingga tiba di rumah milik nenek tersebut.
Keduanya di buat terkejut dengan keadaan rumah sang nenek, rumah itu tampak nyaris roboh dinding kayunya lapuk, catnya mengelupas, dan atap sengnya berkarat. Di halaman kecilnya, rumput liar tumbuh tinggi, menandakan tak banyak orang yang datang berkunjung.
Kirana menatap rumah itu dengan mata membesar, kemudian memandang Reyhan yang tampak sama terkejutnya.
“Ini… rumah nenek?” tanyanya pelan, nyaris tak percaya.
Sang nenek tersenyum lemah sambil mengangguk. “Iya, Nak. Sudah lama nggak sempat diperbaiki. Nenek tinggal sendirian di sini sejak suami nenek meninggal.”
Reyhan menurunkan motornya dari standar dan membantu nenek itu turun. Tatapan matanya penuh iba saat melihat lantai teras yang retak dan pintu yang hanya diganjal sepotong kayu.
“rumah ini harus segera di perbaiki. "ucapnya hati-hati.
Nenek itu tersenyum pasrah. “harusnya begitu, tapi nenek belum punya cukup uang. Namanya juga rezeki seadanya, Nak.”
Kirana menggigit bibir, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak menyangka di balik wajah ramah sang nenek tersimpan kesendirian dan kesederhanaan yang begitu menyentuh. Ia lalu berjongkok membantu membereskan kantong belanja yang mereka bawa tadi dan menaruhnya di dapur kecil yang terlihat dari pintu terbuka.
Sementara itu, Reyhan berdiri memandangi ruangan yang hanya diterangi satu lampu redup. "ya allah bagaimana engkau bisa menempatkan nenek ini dalam keadaan seperti ini? rumahnya bahkan sudah tak layak pakai lagi. "
"Terima kasih sekali lagi kak, kalian udah mau bantuin nenek " ucapnya pelan..
"nenek mau ngapain? biarkan aku membantu nenek! " Kirana berjalan menghampiri nenek yang saat itu hendak duduk di bangku depan tungku.Ia mengambil inisiatif, membuka bungkusan sayur dan berkata,
“Kalau boleh malam ini biar aku yang bantu masak, ya Nek? Biar nenek istirahat aja.”
Wajah nenek itu tampak terkejut, kemudian tersenyum haru. “kamu yakin mau bantu nenek? baju kamu bisa kotor semua nanti kena arang tungku ini. "
Kirana balas dengan senyum lembut, "nggak papa nek, nenek istirahat aja ya! " sang nenek akhirnya mengangguk pelan
Kirana tersenyum lembut, menggulung lengan bajunya, lalu mulai mempersiapkan bahan-bahan masakan dengan cekatan. Reyhan pun ikut bergerak mengambil air dari kendi, menyalakan tungku, dan membantu semampunya.
Suasana dapur kecil itu perlahan dipenuhi aroma sayur hangat dan tawa ringan. Sesekali Reyhan melirik Kirana yang tampak serius memotong sayur, wajahnya diterangi cahaya api tungku yang berpendar lembut. saat hendak menggoreng ikan, Kirana sadar kalau mereka kehabisan kayu bakar.
"kayu bakarnya habis, em maaf nek apakah nenek masih punya kayu bakar lagi? " tanya Kirana dengan lembut dan sopan.
"ada di samping rumah, nenek ambilkan dulu! "
"tidak nek, tidak usah biar saya aja yang ambil. nenek duduk aja! " ucap Reyhan yang berinisiatif membantu lalu ia berjalan keluar rumah dan. mengambil kayu bakar yang tersisa di samping rumah sang nenek. ia mengambil secukupnya lalu kembali ke dalam.
"ini kayunya. " ucap Reyhan sembari menaruh kayu tersebut di samping Kirana.
"makasih rey. " Reyhan mengangguk pelan.
Kirana kembali menyalakan api tungku dengan hati-hati. Sesekali ia meniup pelan agar api menyala stabil. Cahaya jingga dari bara kayu kembali menari di wajahnya, membuat suasana dapur yang sempit itu terasa hangat dan hidup kembali.
“Udah nyala,” katanya sambil tersenyum kecil ke arah Reyhan.
Reyhan ikut tersenyum, lalu duduk di bangku kayu di dekat nenek, memperhatikan Kirana yang mulai menggoreng ikan dengan cekatan. Suara gemericik minyak panas berpadu dengan aroma ikan goreng yang menguar memenuhi ruangan.
