Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29.
Sinar matahari siang itu terasa sedikit menyengat, mobil yang dikemudikan Lily berbelok masuk dan berhenti tepat ditempat parkir toko kue.
Lily segera memastikan mesinnya dan melepas seatbelt. Lalu, menoleh kearah Selena yang sedari tadi hanya diam menatap lurus kedepan.
"Sel.. Sudah sampai. Kamu yakin gak mau pulang dulu?" tanya Lily khawatir.
Selena menggeleng pelan lalu menoleh menatap kearah Lily. "Enggak Ly. Aku cuma mampir sebentar disini, ada orderan yang harus ku cek". Jawabnya pelan
Mendengar itu, Lily mengangguk paham dan tak lagi memaksa. “Oke, tapi aku langsung ke cafe ya. Soalnya bahan pesanan pagi tadi baru aja nyampe.”
“Iya, gak apa-apa. Aku nyusul nanti,” jawab Selena mengulas senyum tipis.
“Baiklah.” Lily ikut tersenyum, lalu kembali menyalakan mesin mobil. “Jangan lama-lama, nanti keburu panas.”
Selena membuka pintu, lalu turun dari mobil dengan hati-hati.
"Hati-hati Ly".
"Hmm..." Balas Lily berdehem seraya menganggukkan kepalanya, setelah itu, ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan area parkir toko kue menuju cafe.
Selena menatap punggung mobil itu sampai benar-benar menghilang di tikungan. Lalu menarik napas panjang, membenarkan tas di bahunya, dan berbalik melangkah masuk kedalam toko kue. Begitu masuk, Selena langsung disambut dengan aroma manis vanilla bercampur butter tercium samar terasa hangat, tapi juga terasa sedikit menyesakkan.
“Selamat datang!” seru Dina dari balik kasir tanpa menoleh. Tangannya sibuk menghitung uang kembalian. Begitu ia menengok dan melihat siapa yang datang, wajahnya langsung berubah cerah.
“Loh, Buu Selena! Kirain nggak mampir hari ini,” ujar Dina antusias.
Selena tersenyum kecil sambil menaruh tas nya didekat meja kasir “Tadi sekalian lewat aja, Din. Gimana, ramai?”
“Lumayan, Bu. Dari pagi banyak yang pesan roti pandan sama cookies. Untung ada Herman, tadi bantu nganter pesanan ke hotel Aruna,” jawab Dina sambil membereskan nota di meja kasir.
Selena mengangguk pelan berbalik badan lalu mengedarkan pandangannya menatap sekeliling toko. Terlihat beberapa pengunjung duduk santai di meja dekat jendela, menikmati kue nya.
"Aku lihat pantry dulu, Din". Ucap Selena
"Oke Bu". Sahut Dina tanpa menolehkan kepalanya menatap kearah Selena sebab harus melayani pelanggan yang tengah membayar dikasir.
Namun, saat Selena baru saja mengambil tas nya dan hendak melangkah ke pantry. Tiba-tiba terdengar suara tawa khas Herman dari arah belakang. Tak lama kemudian, pria itu muncul dengan tangan masih memegang kotak kardus kosong dan wajah sedikit berkeringat.
“Wah, ternyata bener! Bos besar nongol juga siang-siang gini,” ujar Herman sambil tersenyum menyeringai lebar.
Selena memutar bola matanya jengah. “Bos apaan, cuma mampir bentar, Herman.”
“Ya tetep aja. Begitu kamu nongol, suasana langsung kayak inspeksi mendadak,” goda Herman sambil menaruh kardus di meja.
“Ngaco,” gumam Selena, tapi bibirnya sedikit melengkung menahan senyum.
Herman menyandarkan tubuhnya ke meja dan melipat kedua tangannya di dada. “Eh, tapi boleh curi waktu kamu bentar gak?”ujar Herman pelan
Selena menatap Herman dengan heran. “Ngapain?”
“Gak lama kok. Cuma mau nanya sesuatu, penting.”
Selena menghela napas pelan lalu mengangguk. “Yaudah, keluar bentar aja. Jangan lama.”
Mereka berjalan keluar lewat pintu samping toko, menuju area parkir kecil di belakang. Udara siang itu sedikit panas, tapi angin yang berhembus membuat beberapa helai rambut Selena sedikit berantakan.
Sesampainya diluar, tepatnya disamping toko kue Selena langsung bersandar di dinding, menatap ke arah jalan sambil menyilangkan tangan di dada.
“Jadi apa yang mau kamu omongin?” tanya Selena membuka pembicaraan.
Herman diam sejenak, lalu menatap Selena dengan serius. Sesuatu yang jarang sekali Selena lihat dari sepupunya itu. Ia seperti ragu untuk menanyakan ini pada Selena.
“Aku denger dari Om Riza kamu pisah sama Erlan? Bener, Sel?”tanya Herman dengan raut wajah serius
Selena tidak langsung menjawab. Tatapannya tetap lurus ke depan, matanya sayu tapi datar.
“Berita jalan cepat juga ya,” katanya pelan, separuh menertawakan, lalu mendesahkan nafas nya pelan.
“Berarti bener?” desak Herman dengan suara yang rendah dan tak lagi bercanda seperti tadi.
Selena menunduk, tangannya meremas ujung blazernya. “Bener. Sidangnya juga udah selesai.”
“Sel..” Herman menghela napas panjang, menatap wajah sepupunya itu dengan campuran iba dan bingung. “Kok kamu gak cerita apa-apa? Aku malah taunya dari Om Riza. Kirain cuma kabar lewat doang.”
Selena menggendikkan bahu nya acuh. “Apa yang mau diceritain? Udah selesai juga, Her. Gak ada yang perlu dibahas.”
“Tapi kamu gak nyesel?” tanya Herman hati-hati.
Selena menoleh menatap kearah Herman. “Kalau aku nyesel, apa yang bisa diubah? Semua udah keputusan aku.”
Herman terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Ya, aku ngerti. Aku cuma khawatir aja. Kamu kelihatan capek banget akhir-akhir ini.”
Selena tersenyum samar. “Capek, iya. Tapi aku gak apa-apa. Toko rame, café juga jalan. Masih banyak yang harus dikerjain daripada mikirin hal yang udah lewat.”
Herman menghela napas, lalu menepuk pelan bahu Selena. “Ya udah, kalau itu keputusan kamu. Aku juga gak tau alasan kalian berpisah dan juga gak mau tau. Tapi, pesan ku satu Sel. Jaga dirimu baik-baik, bilang ke aku kalo ada apa-apa. Sebisa nya aku bakal bantu.”
Selena mengangguk sambil mengulas senyum tipis. "Makasih Her, kamu memang yang terbaik".
“Selalu. Aku kan sepupumu yang paling keren,” Sahut Herman sambil terkekeh, mencoba mencairkan suasana.
"Cih", Selena berdecih pelan. Lalu mengajak Herman untuk kembali masuk kedalam.
Hermansyah adalah sepupu Selena. Anak dari kakak mama Jana. Usia mereka yang hanya terpaut 3 tahun, lebih tua Herman.
Dan, Herman ini dulu juga teman sekampus dengan Erlan. Bukan hanya sekampus tapi beda fakultas. Jika Erlan jurusan kedokteran maka Herman managemen bisnis.
Jika kalian tanya kenapa Herman kerja di toko kue Selena dan sebagai driver? Sebab gabut aja, papa Herman sudah meminta dia untuk meneruskan bisnis tapi Herman tidak mau.
Entahlah, apa alasannya. Yang jelas, Heman nyaman dengan pekerjaannya saat ini, dan mungkin jika dia benar-benar siap untuk terjun di dunia bisnis maka dia juga akan mengambil alih mengelola bisnis papa nya.
.
.
.
Jangan lupa dukungannya genggss!!! Like, vote dan komen... Terimakasih 🎀🌹
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang