Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu Nova
Naura dan Devi mengitari mall, mereka shoping menghabiskan uang yang diberikan oleh pacar Devi yang kaya raya. Hingga menjelang sore cacing di perut mereka sudah mulai berontak minta diisi.
Keduanya terlihat menikmati makan siang, Naura pun meminta sang teman untuk mengisi cacing di perut mereka dengan makanan yang enak. Terlebih lagi saat itu jam makan siang juga.
"Gimana punya suami kak Bram, impian Lo?" Tanya Devi yang tahu sobatnya itu menyukai kakak tingkatnya dari pertama masuk kuliah.
"Gue kesel aja sama dia yang gak perhatian sama gue, padahal gue ini kan hamil anak dia. Belum lagi ada Alina dirumah situ, kak Bram malah lebih care sama dia." Sungut Naura.
Devi tahu memang Alina dinikahi Bara, kakak tiri Bram karena kondisi mengandung. Itu artinya tiap hari Naura akan berhadapan dengan rivalnya.
"Lo juga udah tau cintanya Bram sama Alina tapi Lo masih aja kekeh. Lihat kan begini jadinya." Timpal sang teman yang merasa bahwa Naura terlalu ambisius untuk mendapatkan Bram.
"Gue gak mau cari pria lain selain kak Bram, gue cinta dia. He is my first love." Seru Naura yang yak ingin disalahkan atau kehedaknya itu.
"Terus Lo lagi suntuk nih ceritanya? Jangan bilang selama menikah kalian beluk pernah begituan....." Selidik Naura dengan gerakan tangan nya mempraktikkan hal yang menjurus kearah 53x.
Dengan nafas panjang Naura akhirnya mengaku dan ia bercerita, Naura pun ikut terkejut dengan ungkapan temannya. Devi tak mengira bahwa Bram akan sedingin ini pada temannya, ia menjadi kasihan pada Naura seolah hanya temannya saja yang mencintai pria itu.
Cinta Naura bertepuk sebelah tangan, dan ini tidak bisa dibiarkan bagi Devi. Belum lagi dirumah itu ada Alina akan makin sulit bagi Naura meraih hati Bram.
"Gue turut sedih, tapi kalo Lo cuma diem aja gak bertindak suatu saat nanti jika Alina selesai melahirkan ia akan balik pada Bram." Ucap Devi yang kini membuat bola mata membesar, "Lo mau itu terjadi?" Imbuh Devi lagi, makin membuat Naura resah.
"Gak, gue gak mau. Dan itu tidak boleh terjadi." Tukas Naura dengan ekspresi wajahnya yang mulai menunjukkan kekhawatiran nya.
"Terus rencana lo apa?"
Ditanya seperti itu bukannya menjawab, namun Naura terlihat tersenyum sinis. Jika seperti itu Devi tahu bahwa Naura telah merencanakan sesuatu.
"Gue mau buat kandungan Alina keguguran."
Mata Devi terbelalak hebat. "Maksudnya?" Tanya nya tak paham dengan maksud dari ucapan Naura.
"Gue mau beli obat penggugur kandungan, supaya janinnya mati." Geram Naura.
"Lo gila ya Naura, itu bahaya. Bisa-bisa nyawa Alina nanti yang celaka."
"Gue hanya ingin bagi itu lenyap saja, karena gara-gara janin si4lan itu kini semua orang begitu peduli padanya. Ya ayah mertua gue, suaminya bahkan kak Bram juga." Jengah Naura yang menyimpan kefrustasiannya.
"Kalo suaminya wajar lah, kan dia ayah dari janin yang dikandung Alina. Mertua Lo perhatian juga wajar yang dikandung itu cucunya. Nah yang rada rada itu suami Lo, aneh aja ketika mantannya hamil dengan kakaknya sendiri tapi dia yang berasa menjadi suami bahkan ayah si janin." Celoteh Devi dengan pendapatnya.
Sebagai sahabat ia tahu semua seluk beluk keluarga baru temannya, karena hampir tiap hari temannya itu selalu saja curhat. Namun apa yang dikatakan Devi memang benar, dalam hati Naura yang merasa sikap Bram terlalu berlebihan.
"Setidaknya gue harus buang permasalahan ini, gue yakin kalo nanti janin itu mati otomatis kakak ipar gue akan ceraikan dia. Gue dah tahu seluk beluk pria itu, suka main perempuan. Dan akan mudah jika ia membuang Alina karna tidak bisa menjaga janinnya, begitu juga dengan ayah mertua gue. Yakin bahwa dia akan sangat marah jika tahu Alina tak bisa melindungi cucunya."
Serperti itulah yang ada dalam benak atau pikiran Naura mengenai rencana, ia sudah mulai tersudut akan situasi yang makin hari tak mengenakan hatinya. Semuanya kan hilang satu persatu jika Alina masih ada dirumah itu.
"Tapi itu kejam, anak itu gak bersalah."
"Masa bodoh, toh itu anak mereka. Bukan milik gue ini kok." Cicit Naura dengan tangan memegangi perutnya.
"Dasar gila Lo." Cetus Devi yang merasa temannya itu terlalu keras kepala.
"Ayo cari toko yang menjual obat penggugur kandungan." Ajak Naura.
Kini kedua kelopak mata Devi melebar, namun ia tak bisa membuat berbuat apa-apa. Karena Devi pernah berhutang budi banyak pada Naura.
Dia tak bisa melupakan bahwa Naura pernah membantunya untuk membayar uang kuliahnya selama setahun, ia tak bisa memungkiri kebaikan Naura.
Namun keras kepala temannya itu tidak juga surut, bahkan makin menjadi seimbang dan sejalan dengan apa yang temannya itu dapatkan, atau inginkan.
"Baiklah gue akan bantu Lo. Nanti biar gue yang cari obatnya, Lo gak perlu ikut."
Naura terlihat senang temannya akhirnya mendukung rencananya, tanpa ia memikirkan akan terjadi apa nantinya jika sampai Alina kehilangan janinnya.
***
Adrian mengajak adiknya ke pantai, tempat favorit mereka saat masih kecil. Di mana kedua orang tua mereka sering mengajak ketempat itu.
Suasana yang panas tak mereka hiraukan, Alina bermain pasir dan Adrian membantu Alina membuat istana pasir yang sangat indah. Maklumlah Adrian adalah seorang arsitek, ia begitu pintar menggambar. Bahkan menyusun istana seperti sekarang ini.
Dari kejauhan Nova hanya terdiam dan melihat kearah mereka yang tengah sibuk, desiran angin menerpa wajahnya membuat rambut panjang Nova menjadi berantakan.
"Teman kamu kenapa tidak kamu ajak main?" Ucapan Adrian sempat memperhatikan sahabat adiknya itu.
"Katanya gak mau kak, capek mungkin." Jawab Alina asal.
"Tapi jadinya kita kayak cuekin dia deh."
"Ya udah kak Adrian yang ajak aja, siapa tahu Nova mau." Ide Alina, karena pasti jika yang mengajak Adrian pasti Nova tak enak hati. Dan terpaksa mau bergabung.
"Kenapa harus aku, kan dia temen kamu?"
"Udahlah coba aja dulu, lagian sapa tau karena yang ajak kak Adrian nanti Nova akhirnya mau gabung karena sungkan."
"Kamu ini, ya sudah tunggu biar kak Adrian ke sana." Tukas pria itu yang terpaksa menuruti keinginan adiknya itu.
Nova melihat kakak sahabatnya berjalan ke arahnya, ia mengulas senyumannya dengan menyingkirkan rambutnya yang sedari tadi menerpa rambutnya.
Adrian pun ikut membalas tersenyum Nova, hingga pria yang telah mengganti pakaiannya dengan baju santai yaitu kaos oblong dan celana pendek berkantong banyak itu sudah ada disampingnya.
"Kenapa hanya disini?" Tanya Adrian menatap Nova.
"Tidak apa kak, hanya saja sebenarnya aku kurang nyaman pergi ketempat ini. Ehmm maaf maksudnya bukan berati aku gak suka." Ucap Nova yang mulai kroscek perkataannya tadi.
Adrian pun paham maksudnya, mungkin Nova tidak nyaman karena mengingat kannya pada situasi buruk yang pernah menimpanya. Kejadian yang pasti membuat Nova trauma, karena saat kejadian itu terjadi Nova masih terbilang anak-anak.
"Ya saya tahu itu, maaf kalo kami mengajak kamu kemari." Ucap Adrian yang merasa ia harus mengucapkan kata maaf.
Karena keinginan Alina yang ingin mengulang masa lalunya dulu bersama kedua orang tua mereka tak mengira bahwa moment bahagia diantara dirinya dan Alina kini malah menjadi hal tidak menyenangkan bagi Nova.
"Maksud kak Adrian?" Tanya Nova disertai kerutan diantara kedua alisnya.
"Alina sudah bercerita mengenai masa lalu buruk kamu bersama mendiang kakak laki-laki kamu."
"Oh begitu." Jawab Nova kikuk.
"Maaf jika Alina kadang terlalu manja dan kekanak-kanakan, lagi pula bukan maksudnya ia mengajak kesini untuk mengingatkanmu pada hal itu....." Lirih Adrian yang meminta maaf atas nama adiknya.
"Tidak apa kak Adrian, mungkin Alina juga tak menyangka kalo aku juga akan begitu resah jika ada dipantai. Kenangan itu sangat jelas masih sekarang kak." Jawab gadis cantik yang usianya lebih tua Nova 6 bulan dari pada Alina.
Adrian merasa iba melihat cairan bening telah menetes membasahi wajah cantik Nova, tangan Adrian tanpa sadar menghapus lembut jejak air mata itu. Nova sempat terkejut dengan sapuan lembut tangan Adrian pada pipinya.
"Jangan menangis lagi, lambat laun kau akan bisa melupakan trauma itu."
Nova mengangguk dan mengulas senyumannya, telah lama mengenal Nova lebih dari 3 tahun sejak gadis itu duduk di bangku SMA, baru kali ini Adian mengamati wajah Nova yang ternyata memiliki mata hazel yang indah.
Nova dan Alina menjalin persahabatan sejak dibangku kelas 2 SMA, saat itu Alina pindah ke kota itu setelah ia tinggal lama dengan om serta tantenya.
Adrian menarik pelan tangan Nova, Hingga gadis itu yang awalnya duduk di pasir putih terpaksa berdiri. Nova mengikuti langkah besar Adrian sembari pria itu menatapnya dengan menoleh ke belakang, dimana Nova kesusahan mengikuti langkah cepat Adrian.
"Kak aku takut...."
"Sssthh jangan takut ada aku, lupakan kejadian buruk itu. Kita disini untuk memulai kenangan indah Nova. Hanya kamu, aku dan Alina."
"Iya kak." Jawab Nova ragu.
Namun ia tak bisa berkutik jika Adrian yang mengajaknya, pria sopan yang telah lama ia kagumi karena kedewasaannya serta kasih sayangnya pada Alina.
Hal yang tak pernah ia dapatkan dari seorang kakak kepada adik kandungnya, itu karena sang kakak lebih dulu pergi ke alam lain meninggalkan nya.