Dokter Cantik milik tuan mafia...
Di tengah malam yang sunyi dan hujan yang tak henti mengguyur kota, Flo seorang dokter muda yang baru saja di pindah tugaskan dari rumah sakit besar ke klinik kecil pinggiran kota, tanpa sengaja menemukan seorang pria tergeletak di tepi jalan bersimbah darah namun masih bernapas.
Pria itu misterius tanpa identitas jelas, hanya mengenakan jaket kulit hitam yang robek di bagian bahu, dan luka tembak di sisi tubuhnya, masih berdarah. Dengan naluri seorang dokternya meronta, dan tak bisa tinggal diam.
Flo membawanya ke rumahnya karena saat itu klinik tempat ia bekerja sudah tutup.Flo pun menolongnya.
sepanjang malam, ia hanya bisa menahan napas di antara rasa takut dan tanggung jawab.
Namun, siapa sangka, pria itu bukan orang biasa. Namanya Gilhan Alfaro seorang mantan agen intel yang kini diburu oleh orang-orang dari masa lalunya.
Luka yang ia bawa bukan hanya di tubuhnya, tapi juga di hatinya yang penuh rahasia, dendam, dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 1 pria misterius..
Hujan turun deras malam itu, menampar kaca depan mobil, Flower dengan suara berisik yang seolah mengiringi pikirannya yang kusut.
Tempat kerjanya saat ini bukanlah tempat di mana ia ingin berada.
Jam di dashboard menunjukkan pukul 23.48, jalanan hampir sepi, hanya lampu-lampu jalan yang memantulkan cahaya suram di atas genangan air.
Ia baru pulang dari shift malam di klinik kecil tempatnya bekerja. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran tentang pasien kecilnya yang demam tinggi sejak sore.
Sesekali ia menghela napas panjang sambil menyalakan wiper.
Namun, di tikungan jalan setapak menuju rumahnya matanya menangkap sesuatu.
Sebuah bayangan hitam tergeletak di tepi jalan, di antara gelap dan derasnya hujan.
" Ya Tuhan… apa itu.?" gumamnya lirih.
Rasa takut dan rasa penasaran bertarung dalam dirinya.
Tapi nuraninya sebagai seorang dokter lebih kuat. Ia berhenti,memasang mantel hujan,lalu berlari menghampiri.
Cahaya senter dari ponselnya menyorot sosok pria yang terbaring.
Darah menetes pelan di antara air hujan.
Jaket kulit hitamnya sobek, dan tubuhnya tampak kaku karena dingin.
" Hey… kamu dengar aku?" Flo berlutut, suaranya panik namun tegas.
Tak ada jawaban, hanya erangan pelan. Nafas pria itu tersengal. Saat ia menyorotkan cahaya ke wajahnya, jantung Flo berdetak cepat,wajah itu tampan, namun penuh luka dan darah.
Ada sesuatu di tatapan matanya yang separuh terbuka… dingin, tapi menyimpan ketenangan aneh.
Flo menggigit bibir. "Aku nggak bisa tinggal diam. Kamu butuh pertolongan." Ucapnya pelan.
Dengan susah payah ia menyeret tubuh pria itu ke mobilnya. Tangannya gemetar saat darahnya mengenai kulitnya, tapi ia tak berhenti. Begitu sampai di mobil, ia menyalakan mesin dan tancap gas menuju kediaman nya.
Di sepanjang perjalanan, ia terus melirik ke kursi penumpang, memastikan pria itu masih bernapas.
"Bertahanlah… tolong jangan mati malam ini,"gumamnya berulang kali.
Setibanya di rumah, Flower langsung menyalakan lampu ruang tamu dan mengubahnya menjadi ruang tindakan darurat. Ia menyiapkan peralatan medis seadanya dari tas dokter pribadinya.
Tangannya cepat bekerja — membuka jaket pria itu, membersihkan luka, menghentikan pendarahan.
Tapi saat jarum suntik di tangannya hendak menembus kulit pria itu, sebuah tangan kuat tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya.
" Jangan…,!!"suara itu serak, tapi tajam.
Flo terlonjak kaget. "Kamu sadar?! Astaga, aku cuma mau bantu—" ucapnya sedikit gugup.
Pria itu menatapnya dalam, sorot matanya tajam seperti binatang yang terluka.
" Jangan… lapor siapa pun…" bisiknya lirih.
" Kalau mereka tahu aku di sini… kamu dalam bahaya.!"
" Deggg...!!" Flo membeku.
"Siapa mereka..? Apa yang terjadi sama kamu..?"
Pria itu memejamkan mata, menahan sakit. "Jangan tanya… cukup biarkan aku di sini malam ini…"
Hujan di luar makin deras, petir menyambar, dan malam seolah menahan napas. Dalam diam, dua orang asing itu kini terikat oleh sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan, namun sepertinya sudah ditakdirkan....
Flo hanya bisa menatap pria itu lama, antara takut dan iba. Ia tahu, mulai malam itu… hidupnya tidak akan pernah lagi sama...
Keesokan harinya....
Sinar matahari pagi menembus tirai tipis, menyentuh wajah pucat seorang pria yang masih terbaring lemah di sofa ruang tamu. Udara dingin masih terasa, namun saat itu terlihat selimut lembut menutupi tubuhnya sebatas dada.
Perlahan Gilhan membuka pelupuk matanya. Pandangannya masih kabur, tapi samar-samar ia menangkap sosok seorang gadis dengan rambut terurai rapi yang duduk di kursi dekatnya.
Aroma lembut antiseptik bercampur wangi bunga melati dari tubuh gadis itu membuat kesadarannya berangsur pulih.
Ia menatap lebih jelas Flo, gadis itu, mengenakan jas putih dan tersenyum lega saat melihatnya siuman.
" Syukurlah, kamu sudah sadar," ucapnya pelan sambil memeriksa luka di bahu Gilhan. "Kau kehilangan cukup banyak darah semalam."ucapnya dengan suara lembut.
Gilhan terdiam. Matanya beralih ke jendela besar di ruang tamu itu. Dari sana, ia bisa melihat jalan kecil, pagar rendah, dan deretan rumah yang berdekatan. Seketika napasnya tertahan.
"Terlalu terbuka,Terlalu mudah dilacak."pikir Gilhan
Naluri bertahan hidupnya langsung aktif.
Ia menggertakkan rahang, berusaha menegakkan tubuh meski rasa nyeri masih menusuk di setiap helaan nafasnya.
" Rumah ini…" suaranya serak, nyaris berbisik, "…terlalu dekat dengan jalan utama. Jika mereka mencari jejak ku, mereka bisa menemukan ku dalam hitungan jam."ujar Gilhan dengan suara beratnya.
Flower terkejut, tapi tetap tenang.
"Siapa sebenarnya kamu..?" tanyanya lembut, meski tatapan matanya tajam dan penuh selidik.
Gilhan tak menjawab. Ia hanya menatapnya lama, sangat dalam, seolah sedang menimbang sesuatu yang rumit di benaknya. Wajahnya menegang, namun di balik tatapan tajam itu ada ketenangan yang berbeda.
"Hmph..!"
Akhirnya ia menarik napas panjang.
" Nama ku Gilhan Alfaro, maaf untuk saat ini aku tidak bisa pergi… belum sekarang! Luka ini—"ucapnya menggantung ,namun tatapannya jatuh pada bahunya yang masih terbalut perban.
"Selama luka ku belum sembuh,aku tak bisa pergi,Tapi aku minta satu hal, Dokter… jangan biarkan siapa pun tahu aku di sini.!"ujar pria itu setelah memohon.
Flo menatapnya, bingung sekaligus tersentuh oleh nada suaranya yang nyaris seperti permohonan itu.
" Baiklah....nama ku Flower, tapi orang-orang di sekitarku memanggil ku Flo, jadi kamu juga boleh panggil saja aku, seperti itu..."jawabnya lirih.
"Dan satu lagi,aku bisa membantumu, tapi dengan satu syarat,kau harus jujur padaku. Setidaknya,aku tau sedang berurusan dengan siapa,dan siapa mereka yang bisa mencelakai mu seperti ini?"
Gilhan tersenyum tipis. Sebuah senyum yang lebih mirip luka dari pada tawa.
"Percayalah… semakin sedikit yang kau tahu, maka kau semakin aman.!"tutur Gilhan namun mampu membuat kening Flo berkerut.
Sesaat hening menguasai ruangan.
Hanya terdengar detak jam dan napas mereka yang berkejaran dalam keheningan yang canggung.
Di balik ketegangan itu, Gilhan tahu satu hal—meskipun hidupnya dikejar bahaya, entah kenapa ia tidak ingin pergi dari rumah itu.
Dari dokter cantik yang telah menyelamatkannya, meski baru semalam mereka bertemu.
" Tolong..!" kata Gilhan akhirnya, dengan suara yang nyaris tak terdengar.
"Rawat aku… sampai aku bisa berdiri sendiri lagi." tambahnya lagi.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Gilhan, pria yang terbiasa menghadapi luka dan kehilangan itu ,merasa aman dalam kehadiran seseorang.
Flo hanya mengangguk perlahan, namun senyuman manis di wajahnya seolah memberikan kekuatan baru bagi pria yang baru di kenalnya itu....
Dan sejak kejadian semalam, kehidupan Flo berubah total.