Kumpulan kisah misteri menceritakan tentang cerita legenda misteri dan horor yang terjadi di seluruh negeri berdasarkan cerita rakyat. Dalam kisah ini akan di ceritakan kejadian-kejadian mistis yang pernah terjadi di berbagai wilayah yang konon mwnjadi legenda di seluruh negeri bahkan banyak yang meyakini kisah ini benar-benar terjadi dan sebagian kisah masih menyimpan kutukan sampai sekarang, Di rangkai dalam kisah yang menyeramkan membuat para pembaca seperti merasakan petualangan horor yang menegangkan,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqbal nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5d. Kubu Aneuk Manyak
Empat tahun telah berlalu. Rizky tumbuh menjadi bocah tampan dan cerdas, penuh tawa yang menghidupkan suasana rumah. Ia sering berlari di halaman dengan kaki kecilnya, kadang memeluk ayahnya sepulang berdagang, kadang manja pada ibunya yang penuh kasih.
Sementara itu, usaha dagang Murhaban kian maju. Dari semula hanya berjualan kecil di pekan, kini ia dikenal sebagai pedagang yang dipercaya banyak saudagar. Rezekinya mengalir deras, keluarganya tak pernah kekurangan. Maisarah pun semakin berbahagia; rumah tangganya utuh, rezekinya lapang, dan anaknya tumbuh sehat.
Namun, di balik kebahagiaan itu semua, Ramli hidup dalam bara yang tak padam. Di depan mereka ia masih tampak sebagai sahabat, masih sesekali membantu, masih bisa tersenyum ketika melihat Rizky. Tapi di dalam hatinya, iri dan dendam terus merayap.
Setiap kali melihat Maisarah menyambut Murhaban dengan senyum hangat, hatinya seperti diperas. Setiap kali ia melihat Rizky dipeluk mesra oleh Maisarah, hatinya terasa tercabik. Ia tak mampu menerima kenyataan bahwa kebahagiaan itu bukan miliknya.
"Kenapa harus Murhaban? Kenapa bukan aku? Padahal aku yang lebih dulu dekat dengan Maisarah…" begitu bisikan hatinya, semakin lama semakin gelap.
Perasaan cintanya pada Maisarah tak pernah padam, justru berubah menjadi hasrat yang salah arah. Ada keinginan tersembunyi untuk memilikinya, meski ia tahu Maisarah sudah menjadi istri sahabatnya. Hasrat itu menekan batinnya, membuatnya semakin gelisah dan tidak tenang.
Ramli mulai sering menyendiri, matanya kosong menatap jauh. Malam-malam ia tak lagi tenang, bisikan-bisikan batin semakin sering datang. Dan perlahan, dendam serta iri yang membusuk dalam dirinya kelak akan membawanya pada jalan penuh kegelapan.
Hari-hari Ramli semakin gelap. Hasrat dan dendam telah menguasai dirinya. Cinta yang tak tersampaikan pada Maisarah berubah menjadi api yang membakar akal sehat. Ia tak lagi bisa membedakan mana sahabat, mana cinta, mana dosa.
Entah iblis mana yang merasukinya, Ramli akhirnya berniat membunuh Murhaban dan Rizky. Dalam pikirannya yang kalut, jika Murhaban dan anaknya tiada, maka Maisarah akan sendirian… dan di sanalah ia berharap bisa mendapatkan perempuan yang ia cintai sejak dulu.
Suatu malam, ketika Murhaban sibuk di dapur bersama Maisarah menyiapkan hidangan sederhana untuk makan malam keluarga, Ramli datang dengan membawa wajah ramah seperti biasa. Tak seorang pun curiga, sebab ia masih dianggap sahabat dekat keluarga. Namun di dalam genggamannya, ia menyembunyikan racun yang telah ia siapkan.
Dengan hati berdebar, Ramli menyelinapkan racun itu ke dalam makanan yang akan disantap Murhaban dan Rizky. Tatkala hidangan dihidangkan, hatinya berdegup keras, matanya tak berkedip menatap mereka. Ia menunggu, penuh harap, menanti ajal menjemput sahabat dan anaknya.
Namun takdir berkata lain. Maisarah lah yang lebih dulu menyuapkan makanan itu ke mulutnya sendiri. Wajahnya mendadak pucat, tubuhnya gemetar. Murhaban dan Rizky panik, memanggil namanya dengan suara bergetar. Maisarah terjatuh di pelukan Murhaban, nafasnya tersengal-sengal sebelum akhirnya terhenti.
Tangis pecah malam itu. Murhaban meraung kehilangan istrinya, Rizky berteriak memanggil ibunya yang tak lagi bergerak. Dan Ramli… ia membeku. Wajahnya pucat pasi, hatinya koyak oleh kenyataan pahit bahwa racun yang ia tujukan untuk Murhaban dan Rizky, justru membunuh perempuan yang paling ia cintai sepanjang hidupnya.
Sejak malam itu, bayangan Maisarah menghantui hidup Ramli. Rasa bersalah, dendam, dan cinta yang tak kesampaian bercampur menjadi luka batin yang kian dalam. Desa berduka, Murhaban hancur, dan Ramli terjerat dalam dosa besar.
Kematian Maisarah menjadi pukulan besar bagi semua orang. Murhaban seperti kehilangan separuh jiwanya, Rizky menangis mencari ibunya setiap malam, dan desa pun larut dalam duka. Namun bagi Ramli, peristiwa itu adalah luka paling kelam.
Ia tahu, dialah penyebab dari tragedi itu. Dialah yang telah menabur racun. Dialah yang mencabut nyawa perempuan yang justru ia cintai sepenuh hati. Sejak hari itu, hatinya hancur, jiwanya tak tenang. Namun bukannya menyesal dan bertobat, kebencian dalam dirinya justru makin membara.
"Semua ini karena Murhaban… seandainya dia tidak merebut Maisarah dariku, aku takkan sampai begini," bisiknya dalam hati.
Pandangannya terhadap Murhaban dan Rizky semakin dipenuhi api dendam. Ia merasa Murhabanlah biang kerok dari semua luka hidupnya, dan Rizky hanyalah penghalang yang membuat bayangan Maisarah tak pernah ia genggam.
Namun di hadapan Murhaban, Ramli tetap memainkan perannya sebagai sahabat sejati. Ia masih datang berkunjung, menepuk bahu Murhaban yang sedang berduka, bahkan pura-pura menghibur Rizky yang kehilangan kasih sayang ibunya. Semua orang melihatnya sebagai kawan yang setia, penopang di masa sulit.
Padahal di balik senyum palsunya, hati Ramli penuh dengan bisikan kelam. Malam-malam ia meracau sendiri, membayangkan bagaimana caranya menyingkirkan Murhaban dan anaknya. Ia ingin Maisarah hidup kembali, atau setidaknya, ia ingin agar Murhaban ikut merasakan kehilangan yang lebih dalam.
Semakin hari, dendam itu berubah menjadi obsesi, dan obsesi itu kian menjeratnya. Hingga akhirnya, langkah-langkah Ramli akan terseret semakin jauh ke dalam kegelapan.
Beberapa bulan setelah kepergian Maisarah, duka di hati Murhaban tak juga reda. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada istrinya—suara lembutnya, senyumnya, bahkan tatapan penuh kasih yang tak mungkin kembali. Setiap malam, Rizky menangis mencari ibunya, membuat luka itu semakin dalam.
Akhirnya Murhaban mengambil keputusan besar: meninggalkan Pidie dan pulang ke kampung halamannya di Meulaboh. Di sanalah ia berharap bisa memulai hidup baru bersama Rizky, jauh dari kenangan pahit yang menghantuinya.
Ia menjual seluruh hartanya di Pidie—tanah, rumah, hewan ternak—dan hasil penjualan itu ia simpan dalam bentuk emas, uang, serta perhiasan dalam jumlah banyak. Semua itu akan menjadi bekal untuk membangun usaha dagang yang lebih besar di tanah kelahirannya.
Sebelum berangkat, Murhaban datang ke rumah mertuanya. Dengan mata berkaca-kaca ia berpamitan, memohon restu.
“Biarlah aku membawa Rizky bersamaku ke Meulaboh,” katanya pelan. “Aku ingin membesarkannya di sana, di dekat keluarga besarku. Di sini terlalu banyak kenangan yang membuatku lemah.”
Ayah dan ibu Maisarah hanya bisa mengangguk, meski berat melepas cucu kesayangan mereka. Mereka merelakan, dengan doa agar perjalanan Murhaban dan Rizky diberkahi.
Namun kabar kepergian Murhaban juga sampai ke telinga Ramli. Tanpa ragu ia menyatakan ingin ikut. Dengan alasan hendak membantu Murhaban di perjalanan dan mendukung usaha dagangnya, ia berhasil meyakinkan Murhaban dan keluarga. Padahal jauh di lubuk hatinya, Ramli menyimpan niat jahat.
Sejak awal ia sudah merencanakan sesuatu. Emas, uang, dan perhiasan yang dibawa Murhaban membuat matanya berkilat. Di samping itu, dendamnya yang belum padam terhadap sahabatnya dan anaknya terus membakar batin. Dalam hatinya, Ramli berbisik:
"Di perjalanan nanti… segalanya bisa berubah. Murhaban dan Rizky tak akan pernah sampai ke Meulaboh. Dan semua miliknya akan menjadi milikku… termasuk takdir yang seharusnya dulu jadi milikku."
bukan nya itu sudah kau rencanakan