10 Ribu Ditangan Istri Yang Tepat

"Bumil, jangan ngelamun! Pamali ah!" Rekan Nisa di Laundry mengingatkan.

Melihat Nisa termenung didepan mesin cuci sambil memilah baju yang akan dieksekusi.

Nisa bukan tidak fokus, atau abai dalam menjalankan pekerjaannya. Namun apa yang tadi saat dijalan, terus mengganggu pikiran Nisa.

"Ya Allah, semoga Mas Bambang bisa jaga hati, jaga mata jaga semuanya. Jujur, Aku ngeri lihat lingkungan kerja Mas Bambang. Tapi, sekarang cari kerja susah, kalo Aku banyak protes soal kerjaan Mas Bambang nanti Mas Bambang marah. Ya sudah, mudah-mudah kalau kedepannya ada kerjaan lain yang lebih baik Mas Bambang mau pindah."

"Nis, ada apa? Kamu kok melamun?"

"Gapapa Mbak cuma,"

"Kalau emang belum bisa cerita Mbak cuma bisa bilang, Kamu fokus saja sama kehamilanmu. Ibu hamil itu gak boleh stres-stres. Ngaruh ke janin. Kamu sebisa mungkin bahagia ya. Ya walau hidup itu sering gak mudah, tapi jangan selalu kehati, kasihan anak dalam kandungan Kamu."

"Iya Mbak. Makasi ya."

"Sana gantian, Ibu tadi udah manggil Kamu, katanya Kamu belum makan. Makan dulu, walau gak selera, dipaksain, kasian dede bayi yang di dalem."

***

Setelah mengantar Nisa ke tempat Laundry, Bambang mampir ke warung, membeli sebungkus rokok, dan kini rencananya mau pulang Bambang malah ke pangkalan.

"Asek deh yang udah gawe! Mantep banget! Ajak-ajak lah!"

"Tau nih! Mentang-mentang deket sama Si Irma, gimana? Pulen gak si Irma?"

Bambang melengos saja, digoda rekan-rekan sesama opang.

"Eh iya Bang, Lo tapi harus jaga diri disana, banyak yang ngomong, disana itu selain tempat Kobam, banyak yang transaksi juga. Ya Gue sih ngingetin aja, jangan sampe Lo baru masuk nanti Lo yang dibuat ganti pala kalo ada inspeksi."

Bambang melirik si rekan yang bercerita banyak soal Cafe tempat Bambang kerja.

"Lo tahu banget, bener gak nie omongan Lo?"

Bambang sempat kepikiran saat diceritakan, dan kala ada pendapat lain Bambang kembali dilema.

"Ya Lo pake nanya, sampe sekarang Gue kan ngojek nyerep jadi Anjelo! Ya kayak si Bambang deh!"

Bambang yang namanya disangkut pautkan tak paham dengan kata-kata Si Rekan, "Anjelo? Apaan tuh?!"

"Antar Jemput L@nte! Hahaha. Lo pikir Si Irma cuma jadi penyanyi dangdut doang, Dia itu ya Biangnya L@nte! Makanya Bang, Lo jangan baper, Dia sih Salome!"

Bambang melengos. Kesal. Tapi benar juga. Dengan mata kepala sendiri Bambang sudah melihat bagaimana Irma dan kedekatannya dengan Boss pemilik Cafe.

"Nah Lo mau kemana Bang?" Melihat Bambang memadamkan puntung rokoknya, bergerak menuju motor dan beranjak pergi mengundang penasaran rekan sesama Opang.

"Balik! Mau tidur!"

"Balik ke rumah, apa ke kontrakan Irma? Lo udah punya Bini cakep masih aja mau sama modelan bak sampah Bang!"

"Eh @nj!ng! Jaga mulut Lo!"

Rekan lain menahan Bambang, amarah Bambang tersulut, dan Si Rekan sesama Opang yang satu itu terus menyulut dan mengkonfrontasi Bambang.

"Udah Bang, gak usah diladenin!"

Bambang melepaskan cengkraman rekannya dan memilih pergi.

"Mereka sirik aja sama Gue! Gue dapet kerja, punya gaji! Dasar sampah!"

Bambang misuh-misuh, mau pulang kerumah ga ada Nisa. Entah kenapa Bambang malah mengendarai motornya hingga ke Kontrakan Anita.

Belum sampai, Bambang melihat Anita masuk ke dalam sebuah mobil, dan Bambang memilih ngumpet di balik pohon yang gak jauh dari mobil yang Anita naiki, "@nj!ng! Si Boss make Anita juga!" Bambang akhirnya memilih meninggalkan daerah kontrakan Anita dan bukannya pulang malah menuju kontrakan Irma.

Memang dosa itu manis, semanis gula yang membuat ketagihan dan sulit lepas kalau sudah candu.

"Kirain Mas Bambang udah gak inget kesini?" Irma membukakan pintu kontrakannya untuk Bambang dan Bambang masuk, duduk lesehan di karpet.

"Barusan Mas lihat Anita dijemput Si Boss, Kamu gak cemburu?"

"Hahaha. Kirain mau ngomong apa. Jauh-jauh kesini cuma mau bilang itu?"

Bambang mengernyitkan dahi, "Kamu biasa aja? Gak marah?"

"Mas Bambang itu lucu, ngapain Irma marah, terserah Si Boss lah. Mau make siapa. Yang penting bayarannya cocok. Mas Bambang juga, jangan-jangan baper karena udah pernah Irma kasih yang enak-enak?"

Bambang memalingkan wajah, "Sial" Dalam hati Bambang mengumpati dirinya sendiri.

"Dalam dunia yang Anita dan Irma jalani, Kita kerja gak pake hati Mas, ibaratnya Irma punya barang Mereka punya duit, deal! Ya lanjut! Gak pake hati Mas!"

"Jadi, kalaupun Mas Bambang mau make Anita yang silahkan. Kalo dapet gratisan ya untung. Terus ngapain siang udah kesini, Istri Mas Bambang yang lagi hamil gak diurusin?"

"Nisa itu kalau pagi sampai sore kerja di Laundry."

"Wah! Baik banget Istri Mas Bambang, mana Mbak Nisa gak tahu kalau Suaminya suka jajan!"

Melihat wajah Bambang yang merah padam, Irma tertawa, "Tenang aja Mas, Irma gak akan ngadu apa-apa kok sama Mbak Nisa. Asal," Irma menggantung kata-katanya.

"Kamu mau apa?"

"Mas mau bantuin Irma."

Bambang antisipasi, kenapa kepalanya menangkap sesuatu yang tidak baik, "Bantu apa dulu nih!"

"Jangan galak gitu dong Mas, rilex. Gampang kok!"

Irma berdiri, mengambil sesuatu dari lemari pakaiannya, " Nanti sebelum Cafe buka, Mas anter ini ke alamat yang Irma kasih."

Bambang melihat bungkus rokok yang isinya bukan rokok seperti pada umumnya. "Ini?" Kedua bolamata Bambang melotot, "Mas gak mau!"

"Serius Mas Bambang gak mau?"

"Ya iyalah! Itu barang terlarang Ir! Bisa masuk penjara Mas kalau ketangkep!"

"Ya goblok aja kalo sampe ketahuan! Gak mau?"

"Iya Mas gak mau!"

"Oke! Tapi jangan salahin Irma kalau Mbak Nisa mungkin akan syok kalo lihat ini,"

Ponsel Bambang bergetar, Irma dengan seringai licik, dan Bambang mengernyitkan dahi, hatinya dag dig dug saat membuka ponsel miliknya.

"Irma, ini,"

"Makanya, mau anter atau mau video barusan sampe ke tangan Mbak Nisa?"

"Br@ng$@k! Lo jebak Gue?!"

Bambang tak menyangka, Irma rupanya sudah merencanakan semuanya dan kini kartu AS keduanya ada di tangan Irma.

"Gimana Mas, masih mau nolak? Gak kasihan kalau Mbak Nisa lihat video Kita. Jangan sampai habis lihat video Kita, Mbak Nisa dan kandungannya bisa keguguran,"

"Jangan macam-macam Ir!"

"Enggak kok! Aku gak macam-macam. Mas Bambang cukup lakuin yang Aku suruh. Gampang! Duitnya juga gede! Lumayan, bisa buat biaya lahiran loh!"

Bambang memukul udara. Kesal. Bodoh! Kini situasi Bambang bagai buah simalakama.

"Gimana? Yakin nolak nih?"

"Kali ini aja! Pokoknya Gue gak mau sampe jadi tumbal!" Bambang menekan Irma. Namun sepertinya Irma bukan pemain baru dan sudah lihai.

"Udah tenang aja. Gak bakal ada yang tahu, asal Mas Bambang ikut aturan main Kita."