Zakia Amrita. gadis cantik berusia 18 tahun, terpaksa harus menikah dengan anak pemilik pesantren Kais Al-mahri. karena perjodohan oleh orang tua Kais. sendiri, karena Pernikahan yang tidak di dasari Cinta itu, harus membuat Zakia menelan pahitnya pernikahan, saat suaminya Kais ternyata juga tidak memilik cinta untuk nya.
Apakah pernikahan karena perjodohan ini akan berlangsung lama, setelah Zakia tahu di hati suami nya, Kais memiliki wanita lain?
yuk baca Sampai Happy Ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Ustadz Hisyam Pindah.
"Hah... Iya." Spontan Gus Kais langsung membenarkan retsleting celananya.
Hari Ini bukan saja ia yang kena marah, namun juga kena malu, karean kecerobohan dan kekonyolan nya, yang terkadang diluar nalar
.
.
Setelah menempuh perjalanan empat jam, akhirnya mereka sampai di gedung pesantren Al-Munawar
Tempat tingal Kiyai Syarif terletak di pojok paling belakang, dekat aula dan juga dekat Gazebo luar
Di depan bangku rotan, terlihat Ustadz Hisyam sudah duduk disana, mungkin ia sudah lama menunggu kepulangan Bu Nyai dan Pak Kiyai.
"Assalamualaikum Pak Kiyai, Bu Nyai." saat melihat kiyai Syarif dan Bu Nyai Salimah turun dari mobil, Ustadz Hisyam langsung menyalami beliau.
"Wis, Sue Sam, enteni?( Sudah lama Sam, menunggu.)" tanya Abah, karean melihat Ustadz Hisyam mendekap Map coklat ditangannya.
Ustadz Hisyam memperhatikan Zakia yang menunduk sayu, kali ini ia tidak menangkap kesedihan pada wanita itu, Zakia sangat cantik mengunakan gamis biru dengan warna kerudung yang senada.
Sebenarnya ada rasa kikuk saat berhadapan dengan Zakia, tapi harus bagimana lagi ia juga butuh mencari masa depan nantinya karean Ustadz Hisyam merasa Zakia sudah cukup bahagia dengan Gus Kais, dan jika dia terus berlama-lama berada di lingkungan pesantren yang ada ia yang akan terus terluka.
"Ada Apa ini Syam? kok kayanya wajah mu tegang banget." Umi menimpali melihat wajah Ustadz Hisyam.
"Boleh kita bicaranya sambil duduk Bu Nyai, Pak Kiyai, soalnya ini sangat penting." ujar Ustadz Hisyam menunju ke bangku rotan.
Mereka bertiga langsung duduk, Zakia masuk kedalam rumah dan menuju dapur berniat akan membuatkan minuman, sementara Gus Kais malah membuntuti Zakia dari belakang entah apa yang sedang dia inginkan.
"Gus ngapain ngikutin saya, Gus ganti baju dulu, sama sekalian Istrahat nanti biar bisa gantian pakai kamar mandinya." ujar Zakia, tanga nya menyalahkan kompor ia berniat menyuguhkan minuman karean Mbak ndalem belum kembali bekerja
"Itu kamu mau ngapain?" Gus Kais malah balik bertanya, seolah ia lupa kalau harus pura-pura cuek dan tidak perduli pada Zakia.
"Mau buatkan minuman, buat Abah dan Umi juga Gus, pasti beliau lelah berjam-jam duduk di mobil barangkali dengan saya buatkan Teh Pikirannya jadi tambah Fresh" Zakia terseyum simpul, namun tidak ia tunjukan pada Gus Kais karean Gus Kais ada di belakangnya.
"Biar aku yang buatkan minum untuk Ustadz Hisyam, kamu langsung ganti baju saja keatas." Gus Kais berjalan kearah Zakia bicara tampa ekspresi, namun Zakia faham betul ada sesuatu di balik ini semua.
"Kenapa?" Zakia mengangkat sebelah alisnya.
"Sudah sana..." tekan Gus Kais tampa ekspresi.
Zakia merasa aneh, tumben Gus Kais mau menyuguhkan minuman untuk tamu, biasanya dia selalu cuek dan bodo amat tapi kenapa sekarang Gus Kais mau menyuguhkan minuman untuk Ustadz Hisyam.
"Aku ngak rela kalau kamu di pandang Ustadz Hisyam." Gumam Gus Kais, ternyata diam-diam Ia cemburu, karean ia yakin tidak ada alasan soal Ustadz Hisyam marah padanya soal kejadian tempo hari.
"Aku yakin, bahkan mungkin bukan hanya Ustadz Hisyam saja yang mengagumi Zakia, tapi ada Ustadz lain juga." Gus Kais terlalu Naif, ia cemburu namun gengsi mengatakan hal itu.
Gus Kais mendengarkan langkah kaki Zakia yang memijak anak tanga, itu tandanya ia sudah naik keatas hendak ke kamar mereka.
Dengan Sigap Gus Kais langsung berjalan kedepan menyuguhkan minuman untuk Ustadz Hisyam.
"Loh Tumben." Umi membantu mengambil gelas di nampan.
"Iya, soalnya tadi Zakia aku suruh keatas dulu, kayanya kecapean mau Istrahat, ini Ustadz Hisyam nya kemana?" Gus Kais mengedarkan pandangan karean tidak melihat Ustadz Hisyam.
"Pamit pulang ke Boyolali, dia izin risen ngajar disini." Umi menarik nafas berat, ia merasa eman-eman, padahal Ustadz Hisyam adalah santri terlama Pondok Al-Munawar karean ia mondok sudah dua belas tahun, sampai Umi dan Abah angkat jadi pengurus, orang kepercayaan, lurah pondok, sekaligus Ustadz nya anak-anak Diniah.
Umi dan Abah merasa sedih, sedangkan dalam hati Gus Kais menarik nafas lega. "Kenapa pindah Mi, apa Abah kasih gajinya kurang banyak?" Gus Kais malah memandang rendah.
"Yah-bukan gitu, beliau kan Ustadz yang sudah mumpuni, Insya'allah ilmu beliau juga sudah bermanfaat jadi Ustadz Hisyam mau mengajar di desa terpencil kebetulan katanya disana pesantren nya baru saja di bangun, jadi butuh Ustadz yang sudah benar-benar paham" Abah menimpali, namun Gus Kais sedikit tersinggung, karean ia yang sebagai anak pemilik pesantren namun tidak bisa apa-apa sebenarnya ia bisa saja mengajar di kelas Diniah dan kajian sore, serta ilmu Fikih dan Juga Nahwu namun ia kadung sibuk dengan bisnisnya pada saat itu,
"Kok ngelamun Le?" Ucap Umi Salimah yang melihat Gus Kais melamun.
Gus Kais langsung tersentak, seketika ia kembali bimbang dibuatnya. "Eh-ngak apa Umi, nanti kita angkat dari kelas tiga Sanawiah saja bagimana Umi?"
"Yah-mana bisa Le, jarang ada yang langsung bisa lolos ngajar kebanyakan nilai mereka Tujuh sedangkan Umi butuh yang nilainya sembilan, karean Insya'allah kalau nilai mereka sudah bagus, kelas mereka juga akan naik dan bakalan jadi penerus Le," Ujar Umi Salimah memijat keningnya sedikit nyeri.
"Bagimana jika awak mu saja yang mengajar Kai?" Abah nampak berbinar berharap putra semata wayangnya itu mau meneruskan Jejak kedua orang tuanya.
Gus Kais terdiam sejenak, memastikan ucapan hati dan pikiran nya itu akan sama. Di sisi lain ia ingin mencoba perlahan membuka hati untuk istrinya, tapi di sisi lain urusannya dengan Ayunda belum selesai.
"Saya Fikirkan hal ini dulu Abah, Umi." ujar Gus Kais, hatinya masih bimbang.
"Ambillah keputusan yang terbaik Le, anak-anak masuk pondok tingal satu minggu lagi loh ini, jadi kalau ngak ada Ustadz yang mengajar lama-lama pesantren kita mau bagimana kedepannya." Abah nampak risau, berharap Gus Kais cepat mengambil keputusan untuk persoalan hal itu.
Sedangkan di pesantren Al-Munawar lengkap dengan Mts, ada beberapa pengajar yang mumpuni dengan pelajar Di Mts, tapi untuk pengajaran tentang jurusan mondok, Umi dan Abah mengambil sendiri langkah itu, dan biasanya beliau akan memilih Ustadz yang sudah lama mondok, contohnya yah Ustadz Hisyam dan Ustadz Samsudin.
"Dan kalau tidak salah Ustadz Samsudin juga akan menikah. Abah sudah mengusulkan agar Ustadz Samsudin nantinya setelah nikah harus tetap tingal disini, ajak istrinya juga tidak apa, akan Abah sediakan rumah untuk Ustadz Samsudin namun beliau nampaknya belum mengambil keputusan itu." Ujar Abah, merasa kebingungan dengan situasi nantinya jika mereka harus kekurangan pengajar