Pernikahan yang batal membuat Namira harus menikah dengan sepupunya. Untuk menjaga nama baik keluarganya dan juga pesantren Namira tidak punya pilihan lain.
Bian, yang merupakan sepupu Namira dan juga teman masa kecilnya harus mengikuti kemauan ibunya yang memang sangat menginginkan Namira sebagai calon menantunya sejak dulu.
Karena sudah lama tidak bertemu membuat pertemuan mereka sedikit canggung dan apalagi dihadapkan pada pernikahan. Tetapi bagaimanapun keduanya pernah menghabiskan waktu di masa kecil.
Namira dan Bian sama-sama memiliki pasangan di masa lalu. Bian memiliki kekasih yang tidak direstui oleh ibunya dan sementara Namira yang memiliki calon suami dan seharusnya menikah tetapi digantikan oleh Bian. Karena perzinaan yang dilakukan calon suaminya menjelang 1 hari pernikahannya.
Bagaimana Namira menjalani pernikahannya bersama Bian yang tidak dia cintai dan sebaliknya dengan Bian.
Jangan lupa untuk membaca dari bab 1 sampai bab akhir dan jangan suka menabung Bab....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29 Masih Perhatian
"Kenapa harus membawa-bawa Namira dan juga Kak Bian. Kakak tidak tahu saja jika proses perceraian itu hanya di pengadilan belum selesai dan sementara Namira sudah mendapatkan...."
"Kamu tidak perlu menceritakan itu. Kakak berbicara seperti ini karena sudah tahu masalahnya. Kakak tahu kamu di talak Bian," sahut Ilham.
"Kak Bian menceritakan semuanya?" tanya Namira yang membuat Ilham menganggukkan kepala.
"Dia mengakui bahwa menyesal melakukannya, tetapi ternyata itu menjadi pilihan yang terbaik karena dia juga memiliki alasan. Namira talak 1 dan apalagi bukan secara langsung masih bisa rujuk. Jika kamu masih menginginkan untuk bertahan dalam pernikahan kamu, maka tidak ada salahnya untuk melakukannya," ucap Ilham yang membuat Namira terdiam.
"Bukankah seharusnya Kak Bian yang mengusahakan semua itu," batin Namira.
"Sudahlah kamu jangan lagi lanjutkan. Kakak saja yang menyusun pakaian itu. Kamu sebaiknya istirahat," ucap Ilham yang membuat Namira menganggukkan kepala.
"Namira ke kamar dulu," ucap Namira
"Tunggu!" panggil Ilham dan Namira menghentikan langkahnya.
"Kamu hubungi Zahra dan katakan Kakak berada di Apartemen. Kakak baik-baik saja dan akan segera ke pesantren," ucap Ilham.
"Punya tangan dan punya ponsel, lakukan saja sendiri," jawab Namira dengan sewot yang bahkan menjulurkan lidahnya mengejek sang kakak dan langsung keluar dari kamar.
"Isss, adik yang memang tidak bisa diandalkan!" kesal Ilham dengan emosi.
Tetapi tiba-tiba saja dia tersenyum.
"Aku pasti akan menemuinya. Tetapi setelah pekerjaanku selesai dan aku juga harus mengurus Bian dan Namira," ucap Ilham menghela nafas.
****
Namira yang berada di dapur yang terlihat sedang memasak. Namira mendengar suara langkah kaki.
"Kak Ilham sudah pulang?" tanya Namira membalikkan tubuhnya yang ternyata bukan Ilham melainkan Bian.
"Kak Bian," ucapnya dengan gugup.
"Hmmmm, jadi Ilham sedang tidak ada di rumah?" tanya Bian yang membuat Namira menganggukkan kepala.
"Kemana?" tanya Bian
"Tadi katanya mau olahraga sebentar, tetapi tiba-tiba saja sudah tidak ada," jawab Namira.
"Begitu," sahut Bian.
Dia terlihat begitu gugup yang tidak tahu harus berbicara apapun lagi. Sementara Namira juga pasti merasakan hal itu.
"Kak Bian sudah sarapan?" tanya Namira basa-basi mengalihkan rasa kecanggungan di antara mereka.
"Sudah jam 11.00 Namira, mana ada lagi waktu sarapan," ucap Bian.
"Benar! Namira lupa kalau saat ini sedang membuat makan siang. Kak Bian sudah makan siang?" tanya Namira yang membuat Bian menggelengkan kepala.
"Kalau begitu makan siang saja. Namira hampir selesai memasak," ucap Namira yang membuat Bian menganggukkan kepala.
"Aku sebaiknya menunggu di ruang tamu," ucap Bian. Namira mengangguk.
Namira kembali melanjutkan pekerjaannya dan Bian duduk di sofa yang terlihat mengatur nafas.
Ketika Ilham pulang yang akhirnya mereka bertiga makan siang bersama. Meja makan terdengar begitu sangat hening yang hanya suara sendok dan mulut yang mengunyah makanan, saking sepinya tidak ada yang berbicara.
"Apa-apaan ini? kenapa dari tadi kita hanya diam seperti orang yang tidak kenal satu sama lain," sahut Ilham melihat ke arah Namira juga ke arah Bian.
"Siapa yang mengatakan bahwa kita tidak saling mengenal satu sama lain. Tetapi memang tidak ada topik pembicaraan dan makan, mari bicara juga bukanlah hal yang baik," sahut Bian.
"Bukan masalah makan adalah hal yang baik atau tidak. Tetapi ini karena hubungan kalian berdua jadi membuat secanggung ini. Ayolah anggap saja kalian belum menikah dan semuanya terlihat biasa saja," sahut Ilham.
Namira sejak tadi hanya diam saja yang bagaimanapun dia tetap saja merasa sangat tidak enak berada di sekitar Bian.
"Sudahlah Ilham, jangan bicara apapun," sahut Bian melihat ke arah Namira yang sejak tadi menunduk.
Setelah selesai makan Namira melanjutkan untuk mencuci piring. Bian ternyata ikut membantunya membersihkan meja makan. Bian beberapa kali melihat ke arah Namira yang fokus pada pekerjaannya.
Masih ada piring kotor di atas meja yang langsung diambil Bian dan menghampiri Namira. Namira tidak menyadari jika ada Bian di belakangnya yang membuatnya saat membalikan tubuh kaget
Pranggg.
"Astagfirullah!" ucapnya benar sangat terkejut dengan kehadiran Bian yang membuat piring itu jatuh.
"Maaf Namira," ucap Bian.
"Tidak apa-apa. Kak," jawab Namira yang langsung berjongkok untuk membersihkan kaca di lantai.
Bian langsung sigap membantunya, "jangan di sentuh!" Bian mencegah Namira agar tidak menyentuh pecahan kaca tersebut yang bisa melukai jari-jari Namira.
"Biar aku saja yang melakukannya," ucap Bian yang membuat Namira mengganggukan kepala.
Bian mengambil sapu dan juga sekop yang langsung membersihkan kaca-kaca tersebut dan sementara Namira berdiri melihat bagaimana Bian yang benar-benar sangat teliti agar tidak ada sedikit kaca yang masih tersisa di lantai.
"Maaf, Kak Bian sudah merepotkan," ucap Namira.
"Aku yang minta maaf sudah membuat kamu kaget," sahut Bian yang berjalan menuju tempat sampah dan membuang pecahan kaca tersebut.
"Namira apa kamu tidak nyaman dengan kehadiranku di rumah ini?" tanya Bian
"Bukan tidak nyaman, tetapi rasanya sangat aneh. Setelah terakhir bertemu di pesantren dan kita tidak pernah bertemu lagi dan sekarang bertemu kita benar-benar aneh untuk Namira," jawabnya.
"Namira aku hanya berharap kamu tidak salah paham kepadaku atau sengaja memanfaatkan keberadaan Ilham agar membuat kamu risih," ucap Bian membuat Namira menggelengkan kepala dengan cepat.
"Tidak. Kak, Namira tidak memikirkan hal itu. Hanya saja ini belum terbiasa bagi Namira. Meski kita berdua sedang proses perceraian dan sampai kapanpun masih tetap saudara, tapi tetap saja ada rasa canggung sedikit dan pasti bukan Namira saja yang merasakan hal itu. Namira yakin Kakak merasakan hal itu dan itu artinya kita berdua butuh penyesuaian diri untuk status yang baru di antara kita," ucap Namira.
"Tapi kamu tidak pernah mempertanyakan bagaimana proses perpisahan kita?" tanya Bian.
"Bukankah, Kak Bian yang mengatakan akan mengurus semuanya," jawab Namira.
Bian menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan.
"Kamu benar! yang seharusnya diskusi masalah perpisahan ini tidak kita lakukan lagi, karena kita berdua sudah sama-sama sepakat," sahut Bian yang membuat Namira menganggukkan kepala.
"Namira jika Mama menghubungi kamu, ada sebaiknya kamu jangan mengatakan kalau kamu ada di Jakarta. Aku saja tidak mengatakan bahwa Ilham pulang dari Kairo dan beberapa hari akan tinggal di Jakarta," ucap Bian memberi saran Namira sebelum Farah melakukan sesuatu yang pasti masih berusaha jika Namira dan Bian tidak berpisah.
Namira menganggukan kepala.
"Kalau begitu kamu lanjutkan saja mencuci piring. Aku juga harus pulang karena ini sudah malam," ucap Bian.
"Iya Kak," jawab Namira.
"Assalamualaikum!" sapa Bian.
"Walaikum salam," sahut Namira yang melihat kepergian Bian.
"Ya Allah sebenarnya perasaan apa yang sekarang engkau berikan kepada Namira, kenapa rasanya sangat sakit sekali jika terkadang kami bertemu dan berbicara seperti ini. Ya Allah kenapa rasa ini baru sekarang ada. Apa ini adalah hukuman untuk Namira karena tidak bisa menghargai pernikahan kami," batin Namira yang tetap saja merasa sedih.
Dia dan Bian belakangan ini banyak bertemu, banyak berbicara dan bahkan banyak digoda oleh Ilham. Namira kadang menjadi wanita pendiam karena tidak tahu harus mengatakan apa dan begitu juga dengan Bian. Lagi-lagi hanya menjaga perasaan Namira agar tidak merasa terganggu.
Bersambung....
duhh zahra jgn sampe gagal ya petnikahanmu ilham pria baik dan ga bakal mengungkit kisahmu yg telah di perkosa si ferdi