"Mama kemana, ti? Kok ndak pulang - pulang?"
-----------
"Nek nanti ada yang ajak kamu pergi, meskipun itu mamak mu, jangan ikut yo, Nduk!"
-----------
"Nggak usah urusin hidup gue! lu urus aja hidup lu sendiri yang rusak!"
-------------
"LEA! JANGAN DENGER DIA!!"
-------------
"GUE CUMA MAU HIDUP! GUE PENGEN HIDUP NORMAL!! HIKS!! HIKS!!"
-------------
"Kamu.. Siapa??"
----
Sejak kematian ibunya, Thalea atau yang lebih akrab di sapa dengan panggilan Lea tiba - tiba menjadi anak yang pendiam. Keluarga nya mengira Lea terus terpuruk berlarut larut sebab kematian ibunya, tapi ternyata ada hal lain yang Lea pendam sendiri tanpa dia beri tahu pada siapapun..
Rahasia yang tidak semua orang bisa tahu, dan tidak semua orang bisa lihat dan dengar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 14. SUARA itu kembali.
Setelah kejadian itu, Lea lalu tertidur karena kelekahan menangis. Tapi dalam tidur nya pun dia terus bergumam mengatakan, bahwa dia tidak nakal..
"Le- Lea ndak nak- nakal.." Gumam nya. Lea tidur dengan berurai air mata juga.
Nenek Lea yang melihat itu lalu bangun dan keluar dari kamar itu, terlihat Ruslan duduk di ruang tamu sambil merokok.
"Koe opo ndak kasian sama anakmu, Rus?" Ujar utinya Lea tanpa basa - basi lagi.
"Dia njambak rambut orang di mushola, bu. Sejak kapan dia jadi anak kurang ajar ngono." Ujar Ruslan.
"Koe liat kapan Lea kurang ajar? Koe ngerti ndak sejak koe pergi Lea iki sudah dengar kabar apa saja dari orang - orang!?" Ujar nenek Lea.
"Kabar opo?" Tanya Ruslan mengernyitkan kening nya.
"Orang - orang menggunjingi anakmu, Rus. Koe ndak pernah mulih berbulan - bulan, anakmu iku tertekan sebab banyak yang bilang koe ndak akan kembali ke sini, dan menikah lagi di tempat lain." Ujar utinya Lea, ayah Lea tertegun.
"Koe pernah mikir ndak, dampak nya ke anakmu iku seperti apa? Lea jadi anak murung, dia jarang main sama temen - temen nya lagi, karena kabar itu." Ucap utinya Lea lagi.
"Koe sudah dewasa, Ruslan. Ibu bukan nya mau ngatur kamu, kamu bukan anak ibu, ndak ada hak ibu ngatur kamu. Tapi ibu bicara buat anakmu, mental nya Lea, Ruslan." Ujar uti Lea, sambil menangis.
"Koe ngerti ndak, Lea seneng sekali kemarin saat dia dapat kabar bahwa koe pulang. Semalaman dia nunggu di sini, dia cuma pengen nunjukin dia bisa ngomong R. Se sederhana kui anakmu, koe malah.."
"Sekalinya dateng kamu nyakiti dia, bentak - bentak. Liat anakmu sekarang di kamar! Tidur pun dia menangis. Lea bukan anak kasar, dia ndak akan melakukan itu tanpa sebab, Rianti nangis liat iki Rus." Ujar utinya Lea, lalu masuk kedalam kamar nya sendiri lali menangis.
Ayah Lea di pukul telak oleh ucapan mertua nya, dia tidak berpikir sampai kesana. Alasan mengapa Ruslan tidak pulang kesana dan malah pulang ke rumah orang tua nya, karena sudah tidak ada alasan nya lagi tinggal di sana. Istrinya sudah meninggal, jadi Ruslan pikir akan aneh jika dia tinggal di rumah mertua nya.
Tapi caranya salah, dia tidak membicarakan nya dulu dan secara sepihak dia malah tidak pernah pulang ke rumah mertua nya untuk mengunjungi anak nya.
Ayah Lea bangun, dia lalu berjalan menuju ke kamar nya untuk melihat Lea, ternyata benar.. Lea tidur pun sambil menangis. Rasa bersalah muncul di benak ayah Lea, dia duduk di samping Lea dan tertegun saat melihat bibir Lea ada bekas darah.
"Darah apa iki." Gumam nya, lalu dia teringat dia menyentil mulut Lea.
"Astagfirullah.." Gumam nya, dan kemudian mengusap kepala Lea.
"Mama, Lea ndak nakal.. hiks.." Gumam Lea dalam tangis nya.
"Maaf, nduk." Ujar ayah Lea.
Ayah Lea lalu merebahkan dirinya di sebelah Lea dan memeluk nya, lagi - lagi dia mematahkan hati Lea kecil.
...•••...
Lalu sejak dari hari itu, Lea semakin jauh dari ayah nya. Lea seperti asing dengan sosok ayah nya, saat di ajak ayah nya untuk datang ke rumah mak tua pun Lea tidak mau. Lea menjadi anak yang sangat pendiam, dan hanya tinggal berdua dengan sang uti, apapun keadaan nya.
Tahun berlalu..
Tak terasa kini tahun kedua kematian Rianti, saat ini Lea berusia 6 tahun. Lea sudah lebih nalar, dalam artian dia sudah bisa mencerna perkataan orang dan bahkan berpikir banyak hal. Tapi kali ini Lea harus mendapat kenyataan uti nya sakit - sakitan, pak lek nya atau adik bungsu dari ibunya Lea kini sering berada di rumah sejak utinya Lea sakit - sakitan.
Yang tidak di sangka, pak lek nya juga tidak bisa melakukan apapun untuk kesembuhan utinya Lea, dia di pecat dari tempat nya bekerja dan kini menganggur di rumah.
"Kenapa Lea ndak di pulangkan ke bapak nya saja si mak, dia loh ada bapak nya, enak banget bapak nya ndak mikirin kebutuhan anak nya." Ujar pak lek Lea..
Lea kala itu sedang mencangking air untuk mengisi jamban, dan secara tidak sengaja dia mendengar percakapan itu. Lea juga sudah lebih tinggi sekarang, dia berdiri di balik bilik rumah belakang, mendengarkan ucapan paklek nya.
"Kasihan Wo, Lea di sana kan ndak betah." Ujar
"Yo tapi kan juga mereka harus nya ikut menanggung hidup nya Lea, mereka apa ndak mikir mak ini janda yang sudah tua.. sekarang mak sakit - sakitan, pekarangan belakang bahkan sudah di jual, nanti jual apa lagi? Rumah ini?" Ucap pak lek nya.
Lea terkejut, pekarangan belakang itu berarti bangunan rumah kayu yang saat ini dia berdiri.. Kea merenung di belakang, di pikiran nya semua orang sudah karena dirinya, di usia sekecil itu Lea terus berpikir dewasa.
"Orang Lea punya bapak kok, malah mak yang di sengsarai. Ndak mau tau pokoke nanti aku mau kesana, mereka harus mikirin juga masa depan Lea." Ujar Bowo.
Bowo berjalan kebelakang, dan saat itu juga dia melihat Lea sedang berdiri di belakang. Bowo yang dulunya sayang dengan Lea tatapan nya menjadi tidak suka dengan Lea..
"Jagain utinya! Jangan bisa nya main aja!" Bentak paklek nya, lalu pergi.
Lea juga hanya diam, lalu dia pergi lagi menimba air, Dan saat itu kebetulan adzan ashar berkumandang, Lea menimba air di sumur tua yang dekat dengan kali kecil, di sana pekarangan nya gelap, banyak pohon bambu dan ada satu pohon kapas besar yang besar nya tidak bisa di peluk satu orang.
"Lea.."
DEG!!
Lea merinding saat dia mendengar suara perempuan memanggil nya, dia mempercepat gerakan menimba nya, agar cepat pergi dari sana, dan saat itu juga dia merasa seperti seseorang mendekat padanya.
"Lea.."
Dengan buru - buru Lea akhir nya pergi dari sana membawa pulang ember nya. Saat dia sudah lumayan jauh dari sumur, Lea menoleh untuk melihat siapa yang memanggil nya, tapi saat dia melihat ke sana tidak ada siapapun..
"Nduk."
"Huaa!!!" Lea terlonjak kaget saat seseorang menepuk nya.
"Kenapa toh?" Ternyata itu tetangga nya, si pemilik sumur itu.
"Ndak ada apa - apa nyai.." Ujar Lea, berbohong.
Lea duduk ngos - ngosan, dia takut dan kaget si saat bersamaan.. Tapi dia tidak menceritakan nya pada utinya, karena utinya sakit..
"Lea.." Panggil utinya.
"Dalem, ti." Sahut Lea.
"UTIMU BAKAL MATI!"
"Haaa!!" Lea langsung menutup telinga nya, saat lagi - lagi sebuah suara terdengar di telinga nya.
"Kenapa toh, nduk?" Tanya utinya.
Lea menoleh kesana kemari mencari sumber suara, tapi tidak ada siapapun.. Lea lalu buru - buru langsung memeluk utinya, sebab dia benar benar takut terjadi sesuatu pada utinya.
"Uti sembuh ya.. Uti sehat lagi ya.. hiks.. Hiks.." Lea menangis memeluk utinya.
"Uti pasti sehat.. Uti mau ngomong sama Lea boleh?" Tanya Utinya dan lea mengangguk.
"Kalo misal.. Nanti uti ndak bisa gedein kamu, kamu marah ndak sama uti?" Tanya nya.
"Uti ngomong apa?" Tanya Lea, dia makin menangis..
"Nduk, uti sudah tua.. Kamu ndak mau sama bapakmu?" Tanya uti nya Lea, dan Lea langsung menggeleng.
"Ndak.." Ujar nya tanpa pikir dua kali.
"Nanti uti ndak bisa sekolahin kamu, nduk. Yang bisa sekolahin kamu yo bapak kamu. Kan Lea sudah enam tahun, Lea harus sekolah biar pinter." Ujar utinya Lea.
"Iya Lea sekolah, tapi Lea ndak mau ikut bapak." Ucap Lea.
"Lea di sini aja sama uti.. Hiks.. Hiks.." Lea malah makin terisak.
Akhir nya utinya Lea memeluk erat - erat cucu malang nya itu. Tapi di sisi lain utinya Lea juga memikirkan masa depan cucu nya itu..
"Wes nduk, cep.." Ujar utinya Lea.
Setelah percakapan itu, Lea mogok mengaji ke mushola. Dia mau menemani utinya dan mengaji di rumah, tapi tidak di sangka.. Sugeng, adik ayah nya Lea datang ke sana.
Dan ya, Sugeng datang sebagai perwakilan ayah lea yang masih di laut, untuk menjemput Lea agar tinggal di rumah mak tua. Tapi Lea tetap dengan pendirian nya, dia tidak mau..
"Ndak mau, lek.. Lea mau sama uti di sini." Ucap Lea.
Sugeng terus membujuk Lea, bahkan janji pada Lea nanti saat malam dia akan di pulangkan. Dan karena dorongan dari utinya, Lea pun manut. Lek Sugeng ini sangat menyayangi Lea, dia menggendong Lea untuk pergi ke rumah mak tua.
Satu satunya akses yang bisa mempersingkat perjalanan mereka hanya melewati sungai kecil, dan sungai itu tepat di sebelah TPU, yang satu komplek dengan makam ibunya Lea. Dan Lea mendengar seperti banyak sekali orang di sana padahal asli nya sepi.
"Sttt!! Stt!!"
DEG!
Lea mendengar seperti seseorang memanggil nya, genggaman tangan nya yang di gandeng pak lek nya makin erat karena dia tau suara itu tidak berwujud.
"Tutup mata yo nduk, jangan noleh kalo ada yang manggil." Ujar Sugeng.
"Sttt!! Sttt!! Lea.. Kami di sini."
BERSAMBUNG.
Tinggal sama demit mungkin lebih baik😅, daripada sana sini gak diterima
Lalu kendalikan tuh para setan, buat nakut2 para orangtua yang tak bertanggungjawab....
atau jadi dukun sekalian ....
balikkan keadaan ,jadikan dirimu wanita sukses.
Lea sdh berkembang lagi
miris nasibnya Lea ,
jgn2 nenek2 itu yg mengawali terbuka nya mata batin Lea