Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.
"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.
Aku memandang putri sulungku tersebut.
"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAMBANGAN PERTAMA KE MA'HAD PART 1
Ma'had Zahrana memiliki jadwal yang sangat padat. Pada pagi hari, para siswa bangun pada pukul tiga pagi dan melakukan salat malam dilanjutkan dengan melakukan salat Subuh dengan berjamaah. Setelah salat subuh, para siswa melakukan kegiatan baca Al Qur'an sebentar kemudian melakukan persiapan untuk berangkat ke sekolah. Tak lupa mereka harus sarapan pagi sebelum berangkat sekolah dengan menu yang telah disiapkan oleh catering ma'had. Setelah para siswa pulang dari mengikuti kegiatan sekolah seperti biasanya yang baru selesai pukul setengah empat sore, ma'had baru mulai melakukan kegiatan kembali. Kegiatan diawali dengan pelajaran baca tulis Alquran. Kemudian dilanjutkan dengan makan sore hari. Seusai salat magrib, ada jadwal mengaji kitab kuning hingga masuk waktu salat Isya. Seusai salat Isya akan dilakukan bimbingan belajar sesuai dengan kelasnya masing-masing hingga pukul sembilan malam. Para siswa yang ada di ma'had diharuskan sudah tidur pada pukul sepuluh malam. Asrama Zahrana juga memiliki peraturan yaitu jadwal pulang ke rumah dua minggu sekali dan seminggu sekali sambangan. Aku merasa asrama tersebut sangat cocok untuk Zahrana yang pemula dalam hal ma'had serta untuk mengecek apakah Zahrana krasan atau tidak di ma'had tersebut.
Ini adalah hari pertama Zahrana tidak berada di rumah. Aku merasa sangat rindu pada putri sulungku tersebut. Segala sesuatu yang ada di rumah ini begitu mengingatkanku padanya. Saat ke kamarnya, di depan pintu kamar mandi, di ruang keluarga. Terasa air mataku menetes saat mengingat Zahrana.
Aku mengecek grup wa asrama sekolah X. Di grup tersebut terdapat foto orang yang tengah sangat kurindukan. Disana ada foto Zahrana yang terlihat jelas sekali yaitu saat Zahrana akan melaksanakan salat di mushalla asrama tersebut. Ia terlihat sedang memakai mukena berwarna putih yang memiliki hiasan renda di bagian lehernya. Aku sangat hafal dengan mukena tersebut karena mukena tersebut merupakan lungsuran yang diberikan oleh salah satu temanku dari Nganjuk. Ia tampak duduk di atas sajadahnya yang berwarna abu-abu, kado yang diberikan oleh salah satu muridku saat aku masih mengajar di sekolah dasar Islam dengan sistem full day. Ia memberiku sebuah sajadah karena kakeknya baru saja pulang dari ibadah haji di kota Makkah, Arab Saudi. Melihat gambar tersebut, hatiku merasa senang sekali.
"Alhamdulillah Zahrana bisa sekolah di tempat yang sesuai dengan keinginannya," ucapku dalam hati sambil menatap foto tersebut.
Aku belum memiliki uang sedikitpun untuk membayar angsuran dan menyambangi Zahrana pada hari minggu ini. Aku bergegas ke ruang belakang dan melihat rongsokan yang berada di sana. Lumayan ada rongsokan besi dan paku. Segera kukemasi rongsokan tersebut dan kumasukkan ke dalam karung yang berukuran agak besar. Setelah semua selesai, aku membawa rongsokan tersebut ke grosir rongsokan seperti biasa. Alhamdulillah, uang tersebut cukup untuk.membayar angsuran dan memberi uang saku Zahrana, meskipun tak seberapa banyak.
Setelah mendapatkan uang, aku segera ke rumah Fida untuk memberikan uang angsuran Sekar Harum minggu ini. Aku melihat masih ada uang tersisa di dompet hitamku yang terlihat semakin lusuh. Ada sisa selembar uang berwarna merah. Aku melajukan motor matic ke arah toko yang menjual jajan kiloan dan berencana membungkusnya kembali dengan bungkusan yang lebih kecil-kecil untuk satu kali makan. Aku akan membawa jajan tersebut saat menyambangi Zahrana serta agar ada sedikit sisa jajan untuk kedua adiknya, Mumtaz dan Arsenio.
Ada WA di grup asrama sekolah X. Para santri membutuhkan peralatan untuk malam pramuka dan kegiatan PERSAMI yang akan diadakan minggu depan saat masa pengenalan lingkungan sekolah berlangsung. Para siswa membutuhkan tongkat dan topi pramuka untuk acara malam tersebut. Aku melihat dompet hitam kembali. Hanya tinggal beberapa uang berwarna abu-abu. Aku harus memikirkan cara mendapatkan uang kembali untuk memenuhi semua kebutuhan kebutuhan Zahrana serta kebutuhan yang berada di rumah. Tak lupa untuk kebutuhan kedua anakku, Mumtaz dan Arsenio.
Aku berjalan ke arah gudang untuk kembali mencari rongsokan seperti biasanya. Aku melihat banyak besi berada di sana. Aku mengemasi besi tersebut dan memasukkan besi tersebut pada karung yang telah tersedia dan membawanya ke grosir rongsokan. Aku begitu sulit membawanya karena besi tersebut terlalu berat. Sesampainya di sana, terlihat pemilik agen rongsokan segera menimbang besi yang telah kubawa. Dari hasil timbangan besi, aku mendapatkan uang yang cukup lumayan yaitu dua ratus ribu rupiah. Setelah mendapatkan uang tersebut, aku melajukan motorku ke toko peralatan sekolah yang menyediakan peralatan pramuka. Aku mengambil tongkat dan topi pramuka yang akan kuberikan pada Zahrana saat sambangan pada hari Minggu.
Ada informasi tentang sambangan asrama di grup WA asrama sekolah. Jadwal sambangan asrama tersebut yaitu pada pada hari Minggu pagi pukul sembilan pagi hingga pukul dua siang. Bila ada keterlambatan saat pengantaran santri yaitu pulang kembali ke asrama melebihi jam dua siang,maka akan dilakukan denda pada Wali Santri.
Hari ini adalah minggu pertama untuk sambangan pertama. Aku sama sekali tak memiliki uang untuk sambangan pertama kali ini karena uang kemarin kudapatkan dari rongsokan telah habis untuk membeli kebutuhan Mapram Zahrana.
Aku bergegas menanak nasi dan berencana membawa baskom nasi tersebut pada sambangan kali ini. Aku juga berencana membeli gorengan yang berada tak jauh dari lapangan dekat sekolah Zahrana, di mana aku sering duduk-duduk di sana saat menunggu Zahrana melakukan pra masa pengenalan lingkungan sekolah kala itu. Tak lupa nanti aku juga akan membawa kertas minyak yang akan kujadikan alas saat makan bersama di lapangan.
Waktu telah menunjukkan pukul delapan pagi. Aku segera berkemas membawa makanan tersebut dan menyiapkan seluruh peralatan Zahrana dan menata alat tersebut di motor matic. Aku menyelah motor tersebut di halaman, dan melajukan motor tersebut menuju ke sekolah X di mana Zahrana berada di asrama sekolah tersebut. Aku melajukan motor dengan agak sedikit cepat karena tidak ingin telat kali ini. Aku ingin memiliki waktu lebih lama bersama Zahrana.
Sesampainya di sekolah X, aku menuju ke gerbang ma'had dan duduk di dekat taman. Zahrana tampak menghampiriku. Aku melihat wajahnya untuk pertama kali setelah putriku tersebut tinggal di ma'had. Entah mengapa, aku merasa kali ini Zahrana terlihat begitu berbeda. Ia terlihat bahagia, tapi ada sisi yang membuatnya sedikit tampak lusuh dan tidak bersemangat seperti biasanya. Aku mengajaknya duduk di taman sekolah atau gazebo. Tapi entah mengapa Zahrana meminta aku untuk keluar dari lokasi sekolah X.
"Memang boleh keluar dari lokasi asrama?" tanyaku menyelidik.
"Boleh bu. Pokok nanti kembali ke asrama tidak lebih dari jam dua siang," jelas Zahrana padaku.
Akhirnya aku mengajak Zahrana untuk duduk-duduk di lapangan yang berada tak jauh dari sekolah tersebut.
Sesampainya di sana, aku segera membuka bekal yang kubawa dari rumah yaitu sebaskom nasi. Aku kemudian menyuruh Zahrana untuk membeli gorengan yang berada di seberang jalan. Zahrana tampak berjalan menuju penjual tersebut kemudian membawa gorengan tersebut ke arah kami. Aku segera menata kertas minyak yang telah kubawa dari rumah diatas rumput dan memberikan nasi diatas kertas tersebut. Saat Zahrana datang, aku segera memintanya makan nasi yang berlakukan gorengan tersebut.