NovelToon NovelToon
TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Trauma masa lalu / Keluarga / Roh Supernatural / Romansa
Popularitas:37
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Setelah kematian ayahnya, Risa Adelia Putri (17) harus kembali ke rumah tua warisan mendiang ibunya yang kosong selama sepuluh tahun. Rumah itu menyimpan kenangan kelam: kematian misterius sang ibu yang tak pernah terungkap. Sejak tinggal di sana, Risa dihantui kejadian aneh dan bisikan gaib. Ia merasa arwah ibunya mencoba berkomunikasi, namun ingatannya tentang malam tragis itu sangat kabur. Dibantu Kevin Pratama, teman sekolahnya yang cerdas namun skeptis, Risa mulai menelusuri jejak masa lalu yang sengaja dikubur dalam-dalam. Setiap petunjuk yang mereka temukan justru menyeret Risa pada konflik batin yang hebat dan bahaya yang tak terduga. Siapa sebenarnya dalang di balik semua misteri ini? Apakah Bibi Lastri, wali Risa yang tampak baik hati, menyimpan rahasia gelap? Bersiaplah untuk plot twist mencengangkan yang akan menguak kebenaran pahit di balik dinding-dinding usang rumah terkutuk ini, dan saksikan bagaimana Risa harus berjuang menghadapi trauma, dan Pengkhianatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27: Terjebak Dua Bayangan

Udara di loteng yang tadinya dingin kini terasa membakar. Bukan karena suhu, tapi karena kengerian yang menusuk sampai ke sumsum tulang Risa. Bibi Lastri, sosok di depannya, bukan lagi hantu tanpa rupa. Dia adalah Bibi Lastri, yang entah bagaimana, berdiri di sana dalam wujud mengerikan, mata merah menyala, dan seringai yang bukan milik manusia biasa.

"Siapa… siapa yang di bawah?" Suara Risa tercekat di tenggorokannya, lebih seperti bisikan putus asa ketimbang pertanyaan. Otaknya berputar kalut. Realitasnya hancur berkeping. Jika Bibi Lastri ada di sini, dalam wujud seperti ini, lalu… siapa yang selama ini berpura-pura menjadi walinya? Sebuah pemikiran dingin menyergapnya, lebih mengerikan dari hantu manapun: Apakah ini semua jebakan? Sejak awal?

"Kau sudah banyak tahu, Risa." Suara Bibi Lastri, yang sekarang terdengar jauh lebih nyata, namun tetap menyeramkan, menyentak Risa dari lamunannya. "Terlalu banyak. Dan itu adalah kesalahan terbesarmu." Sebuah tawa pahit menguar dari bibir merahnya, tawa yang tak pernah Risa dengar sebelumnya, tawa penuh keputusasaan dan kekejian.

Namun, belum sempat Risa mencerna kalimat itu, bayangan kedua, yang lebih kecil dan lincah, sudah mencapai Kevin. Sebuah tangan kurus, pucat, dengan kuku hitam panjang, mencengkeram pergelangan tangan Kevin yang terkapar. Kevin mengerang lemah, matanya terbuka sedikit, menatap bayangan itu dengan ngeri yang sama. Tawa melengking yang bukan milik Bibi Lastri, tapi milik entitas lain yang sangat kejam, memenuhi loteng.

"Kevin!" Risa tersentak, instingnya menjerit untuk menolong. Ia berusaha melangkah, tapi kakinya serasa terpaku pada lantai papan yang berderit. Bayangan kecil itu, yang kini terlihat samar-samar, memiliki rambut panjang terurai dan seringai yang terlalu lebar untuk wajah sekecil itu. Ia mencengkeram Kevin, menyeretnya perlahan ke sudut paling gelap, seolah ingin menelan pemuda itu hidup-hidup.

"Jangan coba-coba, Risa." Suara Bibi Lastri yang hantu itu terdengar dingin, penuh ancaman. Matanya yang merah menatap Risa dengan tajam, seolah memperingatkan. "Kau tidak akan bisa menyelamatkannya." Tapi ada kerutan samar di keningnya, seolah keberadaan bayangan kedua itu juga mengganggunya, atau bahkan mengejutkannya.

Apa ini? Apakah ada dua entitas yang berbeda? Ataukah mereka bekerja sama? Pertanyaan-pertanyaan itu berkelebat di benak Risa, membuatnya makin pusing. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena dingin, tetapi karena ketakutan yang mencekik. Liontin kuncinya terasa panas di kulit, namun perisai cahayanya sudah sirna. Ia merasa telanjang, tak berdaya di hadapan ancaman ganda ini.

"Siapa… siapa dia?" Risa memaksa suaranya keluar, menunjuk ke arah bayangan yang menyeret Kevin. "Apa yang kau mau dariku? Dan… apa yang sebenarnya terjadi pada ibuku?!" Emosi yang meledak-ledak membuat Risa memberanikan diri. Ia tidak peduli lagi. Kevin sekarat, dan kebenaran yang selama ini terkubur entah di mana, kini ada di depan matanya.

Bibi Lastri tertawa lagi, kali ini lebih keras, lebih gila. "Ibuku? Ibumu?!" Ia melangkah maju, perlahan, setiap langkahnya diiringi decitan papan yang memilukan. Matanya memancarkan amarah yang membara. "Dia mengambil segalanya dariku! Segalanya! Cinta ayahnya, perhatian, dan… warisan ini! Seharusnya ini semua milikku! Bukan miliknya!" Setiap kata menusuk tajam, penuh kebencian yang mendalam. Wajahnya yang semula ramah di depan orang kini terpampang jelas, penuh topeng kemunafikan yang hancur berkeping-keping.

Kevin mengeluarkan suara batuk, tubuhnya kejang-kejang di cengkeraman bayangan kecil itu. Risa tahu, ia harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Melawan Bibi Lastri dalam wujud hantu ini? Atau menyelamatkan Kevin dari bayangan yang lebih misterius itu?

"Kaulah yang membunuh ibuku, kan?!" Risa berteriak, air mata membasahi pipinya. Ingatan samar tentang malam itu, tentang bayangan gelap, tentang jeritan, mulai berkelebat lebih jelas di benaknya. "Kau membunuhnya untuk warisan!" Kesadaran itu menghantamnya seperti palu godam. Bibi Lastri, walinya, adik tiri ibunya, orang yang seharusnya melindunginya, adalah pembunuh ibunya.

Seringai Bibi Lastri menghilang. Wajahnya mengeras. "Bukan aku yang membunuhnya, Risa," desisnya tajam. "Bukan aku sepenuhnya. Aku hanya ingin apa yang menjadi hakku. Dia yang egois! Dia yang menolak memberikan apa yang seharusnya menjadi milikku!" Ia menunjuk ke arah cermin tua yang memantulkan bayangan mereka dengan buram. "Dia yang terikat pada rumah terkutuk ini!" Kalimat terakhir itu diucapkan dengan nada aneh, seolah bukan hanya rumah ini yang terkutuk, tetapi juga arwah ibunya.

Bayangan kecil yang mencengkeram Kevin menoleh ke arah Bibi Lastri, seolah tertarik dengan percakapan itu. Kepalanya miring, tawa kejamnya mereda, digantikan oleh suara rintihan pelan, seperti anak kecil yang terluka. Gerakannya melambat, namun Kevin masih dalam bahaya.

"Kalau bukan kau, siapa?!" Risa mendesak, matanya tak lepas dari Bibi Lastri. Ia melihat bekas luka bakar samar di tangan kanan Bibi Lastri, yang selalu tertutup, kini terlihat jelas di bawah cahaya remang. Luka itu, tiba-tiba Risa teringat, mirip dengan bekas luka yang ia lihat di foto lama ibunya. Luka yang sama, di tangan yang berbeda.

Bibi Lastri tertawa lagi, tawa putus asa. "Kau ingin tahu? Kau ingin tahu kebenaran pahit itu, Risa?" Ia melangkah lebih dekat, mengabaikan bayangan lain yang kini tampak gelisah. "Kebenaran yang akan menghancurkanmu?" Ia berhenti tepat di depan Risa, mata merahnya menatap lurus ke dalam jiwa Risa. "Dia… dia tidak pernah pergi. Dia masih di sini. Terjebak. Sama sepertiku. Dan sama sepertimu, setelah ini." Bibi Lastri mengulurkan tangan pucatnya, seolah ingin menyentuh Risa. "Dia tidak akan membiarkanmu pergi. Tidak sebelum kau mengetahui siapa dia sebenarnya. Bukan yang kau kira." Jemarinya hampir menyentuh pipi Risa.

Namun, sebelum ia berhasil, bayangan kecil itu tiba-tiba melepaskan Kevin. Dengan kecepatan kilat, ia menerjang ke arah Bibi Lastri. Sebuah jeritan, bukan lagi tawa, keluar dari bibir bayangan itu. Bibi Lastri terkejut, matanya melebar, dan ia berusaha menghindar, tapi sudah terlambat. Bayangan kecil itu mencengkeram lengannya, kuku-kukunya yang hitam menancap kuat.

"Pengkhianat!" teriak bayangan kecil itu dengan suara melengking, suara anak-anak yang penuh kemarahan. "Kau mengambilnya dariku! Kau menghancurkan kami!" Bayangan itu berputar, menyeret Bibi Lastri, yang kini berteriak kesakitan, ke arah cermin tua. Cermin itu mulai bergetar hebat, retakan-retakan kecil muncul di permukaannya.

Kevin batuk lagi, mencoba bangkit, tapi tubuhnya terlalu lemah. "Risa… pergi…" bisiknya, suaranya parau dan terputus-putus. Ia tahu Risa masih dalam bahaya, terjebak di antara dua kekuatan yang saling bertarung.

Risa hanya bisa menatap ngeri. Bibi Lastri yang hantu, yang seharusnya menjadi ancaman terbesarnya, kini diserang oleh entitas lain yang lebih kecil namun tak kalah mematikan. Dan kata-kata bayangan itu… 'Kau mengambilnya dariku! Kau menghancurkan kami!' Apa artinya?

Cermin itu bergetar makin hebat. Retakan-retakan memanjang, membentuk pola yang aneh, seolah ada sesuatu yang ingin keluar, atau masuk. Aura gelap yang lebih pekat menyelimuti area sekitar cermin. Bibi Lastri berteriak, bukan lagi tawa gila, tapi jeritan kesakitan yang tulus. "Lepaskan aku! Tidak! Jangan!" Ia mencoba meronta, tapi cengkeraman bayangan kecil itu terlalu kuat.

Dalam sekejap, bayangan kecil itu mendorong Bibi Lastri dengan kekuatan tak terduga ke arah cermin. Permukaan cermin retak menjadi ribuan keping, namun tidak pecah, melainkan seperti air yang beriak. Bibi Lastri terhisap masuk, seperti ditarik ke dalam dimensi lain. Jeritannya terputus, dan ia menghilang di balik cermin yang kini berputar seperti pusaran air gelap.

Dan ketika Bibi Lastri lenyap, bayangan kecil itu berbalik. Matanya, kini terlihat lebih jelas, bersinar hijau menyala. Wajahnya yang kecil, kurus, tampak menyeringai. Rambutnya panjang, acak-acakan. Ada liontin mawar yang sama di lehernya, persis seperti yang Risa lihat di Bibi Lastri sebelumnya, dan persis seperti liontin yang ibunya pakai.

Dan di saat itu, Risa melihatnya. Bukan hantu, bukan bayangan samar lagi. Ini adalah seorang gadis kecil. Dan wajahnya… wajah gadis kecil itu sangat mirip dengan Risa. Terlalu mirip untuk menjadi kebetulan. Gadis kecil itu menunjuk ke arah Kevin yang terkapar, lalu ke liontin kunci di leher Risa. Seringainya melebar, memperlihatkan gigi-gigi kecil yang tajam. Ia melangkah mendekat, matanya terpaku pada Risa, seolah Risa adalah mangsa berikutnya. Aroma tanah basah dan bunga melati yang layu menusuk hidung Risa, memenuhi loteng, membuat napasnya sesak. Kengerian yang jauh lebih dalam merayap. Siapa gadis kecil ini? Dan mengapa ia memiliki liontin mawar ibunya?

"Kakak…" Suara melengking, tapi manis, keluar dari bibir gadis itu. "Kau… miliku." Gadis itu mengulurkan tangan, dan di telapak tangannya, perlahan terbentuk… sebuah liontin kunci. Persis sama dengan milik Risa.

Kevin, dengan sisa tenaganya, merangkak, mencoba menghalangi gadis kecil itu. "Risa… jangan…" Tapi gadis kecil itu hanya menatapnya sekilas, senyumnya tidak goyah. Sebuah tendangan kecil, namun memiliki kekuatan tak masuk akal, mengenai dada Kevin. Kevin terlempar menabrak tumpukan kotak tua, dan jatuh tak sadarkan diri.

Loteng itu hening, hanya ada detak jantung Risa yang menggila dan suara napasnya yang terengah-engah. Gadis kecil itu kini berdiri tegak di depannya, senyumnya tak lekang. Ia mengangkat liontin kunci di tangannya, membandingkannya dengan milik Risa. "Dia… dia ingin kau bersamanya." Gadis kecil itu menunjuk ke arah cermin yang kini kembali normal, namun retakannya masih ada, lebih dalam, lebih gelap. "Seperti aku." Matanya yang hijau menyala menatap Risa, penuh kerinduan yang mengerikan, penuh kegilaan yang tak terbendung.

Risa mundur, kakinya gemetar hebat. Ia tidak mengerti. Siapa gadis ini? Kenapa ia mirip dengannya? Dan apa yang dimaksud dengan 'Dia ingin kau bersamanya'? Pikiran Risa dipenuhi kepingan-kepingan horor yang belum bisa ia satukan. Trauma masa lalunya, kematian ibunya, sekarang Bibi Lastri, dan… gadis kecil ini. Loteng itu bukan hanya perangkap. Loteng itu adalah neraka. Dan ia, Risa, ada di pusatnya, bersama dengan kebenaran yang lebih gelap dari yang bisa ia bayangkan.

"Ikut aku, Kakak." Gadis kecil itu mengulurkan tangannya, dan kali ini, Risa melihatnya. Di balik senyum manis itu, di balik mata hijaunya yang menyala, ada sesuatu yang sangat kuno dan sangat jahat. Sesuatu yang telah menunggu. Menunggu Risa.

Kunci di leher Risa terasa makin panas, seolah beresonansi dengan kunci di tangan gadis kecil itu. Loteng itu berputar. Dindingnya seolah mendekat, menelan Risa. Ia terjebak. Terjebak dengan rahasia yang mengikatnya, mengikat ibunya, mengikat rumah ini. Dan gadis kecil di depannya, yang entah bagaimana, adalah bagian dari semua itu. Bagian yang paling mengerikan.

Sebuah bisikan, lebih halus dari angin, namun menusuk langsung ke otaknya: "Adelia… Kau tidak akan bisa lari…"

Adelia. Nama lengkap ibunya. Kenapa gadis kecil ini tahu?

Gadis itu tersenyum lebar, menunjukkan gigi taring kecil yang tajam. "Mama menunggu." Ia menunjuk ke cermin, yang kini memantulkan bayangan gelap yang berputar-putar di dalamnya. Bayangan yang perlahan, sangat perlahan, mulai membentuk wajah seorang wanita. Wajah ibunya. Dengan mata yang kosong, dan senyum yang menyeramkan. Senyum yang sama seperti gadis kecil di depannya. Risa berteriak. Tidak. Ini tidak nyata. Ini… mimpi buruk.

Namun, bau anyir darah yang menusuk hidungnya, dan dinginnya lantai papan yang menyentuh punggungnya saat ia terjatuh, memberitahunya bahwa ini adalah kenyataan. Kenyataan yang jauh lebih brutal daripada yang pernah ia bayangkan. Ibunya. Terjebak di cermin. Dan gadis kecil ini… siapa dia?

Gadis kecil itu melangkah mendekat, perlahan, memancarkan aura yang membuat setiap bulu kuduk Risa merinding. "Kita akan bersama selamanya, Kakak." Suara itu, yang tadinya manis, kini terdengar dingin dan mengerikan, penuh janji yang mematikan.

Risa mencoba bangkit, namun tubuhnya tak mampu bergerak. Ia hanya bisa menatap ngeri, terperangkap antara ketakutan dan kebingungan, saat gadis kecil itu semakin mendekat, tangan mungilnya terulur untuk menggenggam tangannya. Dan di belakang gadis kecil itu, di dalam cermin, wajah ibunya tersenyum. Senyum yang akan menghantuinya sepanjang hidupnya, atau sepanjang kematiannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!