Istri kedua itu memang penilaiannya akan selalu buruk tapi tidak banyak orang tau kalau derita menjadi yang kedua itu tak kalah menyakitkannya dengan istri pertama yang selalu memasang wajah melas memohon simpati dari banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ranimukerje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
"Febri udah hamil? Tadi mereka keluar dari ruang dokter kandungan kan."
Nara bermonolog sendiri walau pengar dikepala akibat efek alkohol masih terasa tapi matanya tetap awas. Dua sejoli, pasangan sah dimata hukum dan agama itu adalah suami dan madunya. Nara tak salah lihat memang itu wisnu dan febri yang ia lihat.
Ada nyeri disudut hatinya tapi senyum licik tercetak jelas diwajahnya. Febri sudah hamil dan semuanya akan segera selesai pikirnya. Wisnu akan kembali jadi miliknya seorang bersama anak yang febri lahirkan. Dirinya wisnu dan bayi itu, mereka bertiga akan hidup bahagia. Semua akan ada dalam genggaman nara, semua akan aman. Wisnu tetap tunduk atas nama cinta dan dirinya tak lagi dihantui rasa takut karena tak bisa memberi keturunan.
"Rencana ku sempurna, kan. Febri udah hamil."
Nara berjalan pelan dengan kepala berat. Langkahnya sengaja mengikuti pasangan didepannya yang terlihat begitu mesra. Wisnu dan febri terus melangkah menuju mobil yang diparkirkan dekat pintu masuk rumah sakit. Mobil hitam menghilang dan nara masih berdiri menunggu taksi online yang tadi dipesannya.
Semalam, nara mabuk lagi diklub malam dekat rumah sakit harapan bunda tempat febri memeriksakan kehamilannya. Nara tak sadarkan diri jadi salah satu teman lelakinya yang sudah beristri sengaja membawa nara kerumah skit saja agar ada yang menemani. Sedikit aneh tapi ya memang itu yang terjadi.
Blam
Nara membanting pelan pintu taksi online nya. Setelah mobil melaju, nara memejamkan mata karena kepalanya masih saja berputar dan itu membuatnya merasa tak nyaman. Hampir 1 jam dijalan akhirnya nara sampai didepan rumah 2 lantai miliknya, mas kawin yang wisnu berikan saat mereka dulu.
"Bu nara" Seru salah satu mba yang melihat nara berjalan kedalam rumah dengan langkah sempoyongan sambil memegangi kepalanya.
"Buatkan saya teh jahe jeruk panas atau apapun mba. Kepalanya muter muter."
Sigap, tanpa jawaban pasti si mba berlalu kebelakang untuk membuatkan minuman yang tadi majikannya minta.
"Mabuk lagi ya?"
Bisik bisik itu terjadi tapi jarak antara dapur dan ruang tengah lumayan berjarak jadi bisa dipastikan nara tak akan mendengar.
"Kayaknya iya"
"Bu nara itu makin jadi, pak wisnu udah ga pernah pulang."
"Biar aja, urusan mereka."
"Eh, tapi kata trman ku yang kerja dirumah utama. Istri barunya pak wisnu udah hamil."
"Wah"
Obrolan itu terus berlanjut, dan semua asisten rumah tangga yang bekerja dirumah wisnu dan nara saling mengucap syukur atas kabar kehamilan dari istri muda majikan mereka.
"Ini bu, teh jahe hangatnya."
Hmm
Hanya deheman saja karena nara masih memejam mata rapat. Tidak tidur hanya saja nara masih merasai kepalanya yang terus berputar. Efek alkohol ini biasanya bertahan sampai dua hari tapi setelahnya nara akan kembali mengulangi hal itu. Tak ada kapoknya dan yang ada malah makin menjadi.
Bagi yang paham, nara sebenarnya sedang melakukan pelarian atas banyak hal yang mengganjal hatinya. Mungkin karena pernikahan sang suami sekarang madunya tengah mengandung dan yang paling menghantui adalah kenyataan dirinya tak bisa mengandung guna memberi keturunan untuk wisnu.
Semua yang nara lakukan memang salah tapi jangan lupa kalau nara itu dengan egonya yang setinggi langit tenti tidak akan mau disalahkan bahkan mendengarkan secuil saran dari orang lain.
.
.
.
Sudah ganti baju sudah minum jus dan sekarang waktunya istirahat. Diperlakukan semanis ini membuat senyum diwajah febri tak luntur. Bahagia sekali mendapat perhatian seperti ini bukan hanya dari suaminya saja, mertua bahkan semua pekerja dirumah ini sangat baik padanya bahkan sebelum dirinya dinyatakan hamil mereka sudah baik semua.
"Senyum terus yaa, harus happy juga. Kan tafi dokter bilang kalau ibu hamil ga boleh sedih apalagi banyak pikiran."
Mata bulat febri mengedip pelan lalu setelahnya mengangguk dengan senyum yang lagi lagi mucul.
"Makasih ya mas, tapi ....."
Wisnu mengangkat dagu meminta febri untuk kembali melanjutkan ucapannya.
"Aku takut, takut terlena."
Lalu hening.
Wisnu merangsek maju, memeluk erat tubuh itu sambil dikecup pucuk kepalanya. Tak ada kata yang ada hanya hembusan besar dari keduanya. Seolah rasa gundah itu mereka rasakan bersama walau tak ada kalimat penegas didalamnya.
"Sayang"
Panggilan itu, yang pertama wisnu ucapkan jadinya febri menangis. Apalagi hormon ibu hamil itu kan sensitif sekali.
"Jangan mikir yang aneh aneh ya. Kita jalani, tapi satu yang harus kamu ingat. Tidak akan ada perpisahan diantara kita. Kamu akan tetap jadi istri saya, selamanya."
Febri mendongak. Matanya basah dan wisnu sempat tersentak karena tak menyangka istrinya sedang menangis sekarang.
"Sayang ....."
Febri tak menjawab hanya tangannya jadi melingkar lebih erat dipinggang wisnu dan sesengguk itu akhirnya terdengar juga. Antara sedih juga terharu karena satu janji yang tadi wisnu ucapkan membuat semangatnya naik satu tingkat. Yang tadinya febri merasa khawatir sekarang sudah jauh lebih baik perasaannya walau hanya sedikit.
"Ayo tidur, aku temani."
"Mas ga ke kantor?"
Wisnu menggeleng samar.
"Kan tadi sudah bilang bisa kerja dari rumah. Mau temani bumil dulu supaya ga sedih lama lama."
Lagi, febri tersenyum tapi kali ini jauh lebih lebar dan jauh lebih bahagia terlihatnya. Mereka berbaring bersisian dengan lengan wisnu dijadikan bantal dan sepanjang punggung sampai pinggang sengaja diusap agar febri cepat tidurnya.
Memastikan sang istri sudah lelap dan benar benar nyaman dalam istirahatnya. Wisnu bangkit, tidak keruang kerjanya karena wisnu ingin tetap menemani istirahat bumilnya ini sambil bekerja didalam kamar.
Diantara berisiknya isi kepala juga perasaan was wasnya, wisnu berusaha tetap fokus pada pekerjaannya. Kantor sedang sibuk sekali akhir-akhir ini jadi waktunya memang banyak dihabiskan dikantor tapi sekarang febri hamil tetap prioritasnya adalah sang istri dan calon bayi mereka. Nanti wisnu akan bicara pada ayahnya agar diijinkan bekerja dari runah saja. Momen hamilnya febri ini, wisnu ingin selalu bersama agar apa saja yang febri rasakan ia bisa menemani.
Kurang apa wisnu? Tidak ada. Tapi kenapa nara begitu? Tak tau. Hahaha
Hari beranjak siang. Febri membuka karena sinyal tubuhnya sudah merasa cukup istirahat. Saat membuka mata, reflek kepalanya menoleh kesisi kanan ranjang tempat biasa suaminya ikut berbaring. Kosong, sempat muram tapi begitu namanya dipanggil senyum itu terbit seketika.
"Febri, sayang. Udah bangun?"
Wisnu bangun dan mendekat, kesisi ranjang. Duduk didekat istrinya dan tersenyum manis.
"Mas dari tadi disitu?"
"Hmm" wisnu mengangguk.
"Ga jadi ke kantor ya?"
Wisnu menggeleng kepala.
"Kerja dari rumah aja. Biar bisa nemenin kamu, takut nanti butuh sesuatu."
Febri terharu. Tindakan demi tindakan yang wisnu lakukan menunjukkan perhatian juga cinta walau belum sekalipun sang suami mengutarakan mengenai perasaannya. Bagi febri itu tidak penting, yang terpenting adalah dirinya dicintai dianggap ada dan yang pasti dihargai sebagai istri menantu dan sekarang dihargai sebagai calon ibu yang tengah mengandung dan membutuhkan support besar.
#Happyreading
nara dan org tuanya tak benar" menganggpmu sbg bagian dri keluarga.... mereka hnya mnjadiknmu mesin uang.....
miara ular ber bisa kok betah amat wisnu....
jgn nnti bilang nyesel klo febri prgi dri hidupmu krna kmunya menye" g jelas... & msih sja mmberi nara ksempatan brbuat ulah untuk yg ksekian kalinya...
km permpuan egois... punya kekirangan tpi ttp sja g berubah tetap aja miara pola hidup buruk....
jgn salahkn suamimu bila kelak mmbuangmu nara.... suamimu jga makin lama bkalan muak dgn sikapmu yg semakin g karuan... ap lgi madumu perempuan idaman suami dan mertua...