Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
* * *
Satu Minggu Kemudian
Bergenggaman tangan dengan erat di dalam mobil menuju rumah setelah baru saja tiba di Jakarta. Raut wajah Naura terlihat gelisah, dan Zayad paham akan hal itu. Maryam sedang asyik sendiri di jok depan, bicara dengan bijak pada supir pribadi mereka.
Zayad mengusap pipi Naura dengan lembut, "Jangan mengkhawatirkan apapun. Semua sudah jelas terbukti, dan aku hanya akan memiliki kamu satu-satunya."
Naura tersenyum mengangguk, hatinya seketika merasa tenang. Begitu tiba di rumah, mereka beristirahat sejenak. Karena pun, Salma juga belum tiba di Jakarta. Beberapa hari untuk sementara, Zayad dan Maryam begitu bahagia bisa tidur di rumah lain bersama Naura.
* * *
Tiga Hari Kemudian
Wanita ini terlihat gelisah dan meremas surainya merasa frustasi. Salma berada di toilet sebuah klinik hotel, wanita itu memegang sebuah testpack saat ini. Dan betapa syoknya, ia melihat garis dua disana. Tadi wanita itu sempoyongan saat berjalan di sekitar hotel seorang diri. Salma merasa pusing, hingga hampir saja pingsan.
Salma kemudian di tolong oleh beberapa orang dan di bawa ke klinik hotel mewah tersebut. Namun saat di periksa, dokter meminta Salma melakukan testpack. Wanita itu pun melakukannya dan sungguh, hasilnya di luar prediksi.
"A-Aku hamil?" lirihnya.
Salma langsung keluar dari toilet, ia pun berjalan begitu saja meninggalkan klinik tersebut hingga membuat dokter disana menjadi bingung.
"Nyonya..anda harus diperiksa!"
Salma tidak peduli, rasa pusingnya seketika seperti hilang dan berganti syok saat ini. Wanita itu pun kembali ke kamar hotel bermaksud menemui Brian. Salma masuk begitu saja dan meneriaki nama Brian.
"Brian..!"
Brian yang sedang menelepon seseorang dengan cepat memutuskan sambungan teleponnya. Wajahnya pun terlihat panik saat ini, "Salma?"
Salma mendekat menunjukkan testpack tersebut pada Brian, "Brian, aku hamil."
Deg,
Mata Brian membulat, "Hah?"
"Aku hamil, Brian. Ini, positif hamil." tunjuknya testpack tersebut.
Brian menelan ludah kasar, dan melangkah mundur. "Lalu, maksudmu mau apa?"
"Itu dia, bantu aku berpikir. Aku nggak mau cerai dari suamiku. Tapi masalahnya, kami sudah lama tidak berhubungan."
Brian justru terkekeh, namun wajah itu terlihat panik. "Jika begitu harus bagaimana? Katakan saja itu memang anak Zayad. Kurasa dia tidak akan menghitung-hitungnya. Pria tidak akan peduli soal itu."
"Dan jika dia tidak terima? Kamu harus tanggung jawab, Brian. Ini anakmu."
Brian menelan ludah kasar, pria itu tersenyum tipis dan mendekat. "Ok, sayang."
Salma pun bernafas lega memeluk pria itu, sementara Brian terlihat berekspresi serius dan berpikir keras saat ini.
* * *
"Jadi, Maryam di rumah ini saja, pa?" tanya Maryam terlihat senang.
Zayad mengangguk, "Benar, nak. Maryam bersama ummi dulu, ya. Papa harus ada yang dikerjakan."
"Mama nggak akan cari Maryam?"
Zayad menggeleng, "Akan ada saatnya jika Maryam mau bertemu mama. Papa juga pasti akan mempertemukan kalian, bagaimana pun Salma adalah mama kandung Maryam. Namun untuk saat ini, papa harus menyelesaikan sesuatu."
Maryam mengangguk mengerti, "Baik, pa."
Maryam pun terlihat riang, ia berlari menuju ruangan keluarga sebab mainannya banyak disana. Naura mendekat ke sang suami dengan wajah yang gusar. "Mas, semoga semua berjalan lancar."
Zayad mengangguk, "Harus, sayang. Aku sudah menghubungi pengacara dan akan langsung pengadilan agama hari ini juga. Salma sudah tiba di Jakarta, dua jam lalu ia sampai di bandara. Namun anehnya dia tidak langsung pulang. Anggotaku bilang, Salma dan Brian menuju apartemen Brian terlebih dulu."
"Pasti kak Salma sangat terkejut dengan gugatan cerai itu. Dan semua keluarga besar juga demikian."
"Tapi ini harus di lalui, sayang. Aku harus keluar dari lingkaran pernikahan yang sudah tidak benar ini. Aku tidak bisa lagi memaafkannya."
Naura memeluk sang suami, "Kamu sudah benar, mas. Kamu sudah melakukan hal yang benar."
Zayad mencium kepala sang istri, "Bismillah. Semoga semuanya lancar. Setelahnya, aku akan kenalkan kamu dengan seluruh keluarga."
Naura mengangguk dengan jantungnya yang berdegup kencang. Dan Zayad pun pergi menuju pengadilan agama bersama pengacaranya.
* * *
Salma tiba di rumahnya dan Zayad pada malam hari. Wanita itu, masuk ke dalam rumah lalu memanggil suami dan anaknya. "Mas..Maryam..! Mama punya kejutan loh untuk kalian."
Salma melihat seisi rumah, terlihat sepi padahal ada mobil Zayad di depan. Hanya saja, mobil tersebut tidak berada di garasi. Justru terparkir di pinggir jalan depan rumah. Salma pun berjalan di sekitar rumah tersebut hingga tiba di ruangan keluarga. Seketika wanita itu tersenyum, menatap Zayad ada disana. Pria itu sedang berdiri membelakangi dirinya.
Salma pun hendak mendekat, dengan senyumannya. "Mas, aku punya kejutan untukmu—"
Saat Salma hendak mendekat, ia melewati sebuah meja. Langkahnya pun terhenti begitu melihat sesuatu di atas meja tersebut. Mata Salma membulat syok, menatap banyak lembaran foto disana. Yakni, fotonya bersama Brian. Bahkan ada foto saat mereka begitu mesra dengan pakaian renang di kolam hotel Bali dan juga di tepian pantai.
Kedua bahu Salma merosot lemas, wanita itu seketika menatap Zayad dengan ekspresi syoknya. "M-Mas."
Zayad berbalik menatap Salma dengan ekspresi datarnya, pria itu memegang sebuah amplop cokelat dan meletakkannya di atas meja tersebut.
"Tidak perlu lagi di jelaskan, bukan? Karena bukti sudah berbicara langsung." Zayad tatap lekat wanita itu dengan penuh keseriusan. Dan seketika air mata Salma mengalir saat Zayad memberikan talak pada dirinya.
"Salma, aku..menceraikan kamu detik ini juga. Surat ini, adalah gugatan ceraiku untuk kamu. Selanjutnya, kita selesaikan di pengadilan agama."
Salma menggeleng, ia hendak mendekat namun Zayad melangkah mundur. "Mas, jangan mas! Mas, apa kamu tahu..aku, aku sedang hamil mas. Hamil anakmu, mas!"
Alis Zayad bertaut, "Hamil?"
Salma menggeleng panik, "Ya, mas. Aku hamil. Ini anak kamu, mas."
Zayad menghela nafas berat, "Astagfirullah. Salma, kamu sampai hamil? Anak Brian?"
Salma terus menggeleng panik, "Nggak, mas. Ini anak kamu!"
"Aku nggak sebodoh itu, Salma. Sudah ada kurasa setahun kita tidak berhubungan. Astagfirullah, Salma..semoga Allah mengampuni dosa-dosa kamu."
Salma kian menangis, Zayad pun pergi meninggalkannya. "Cepat telepon Brian, dan suruh dia datang. Salma, aku nggak bisa tinggal di rumah ini lagi. Dan lihat, kamu bahkan nggak ada nanya soal Maryam. Sudah dua minggu tidak bertemu, kamu nggak rindu sama Maryam sedikit pun."
Salma mendekat, memegang lengan Zayad dengan tangisannya. "Jangan ceraikan aku, mas! Jangan tinggalin aku. Nanti aku bagaimana?"
"Lihat! Aku membahas Maryam pun, kamu tidak memikirkannya langsung. Memang benar, inilah pilihan yang tepat. Melepaskan kamu, dan memberikan Maryam pada wanita yang tepat tersebut."
Mata Salma membulat, "A-Apa maksud kamu, mas?"
Zayad melepaskan tangan Salma dengan pelan, "Jangan sentuh aku, kita sudah cerai. Dan satu hal, aku juga sudah memiliki istri. Naura Azalea, dialah istriku. Dan malam ini juga, aku akan membawanya ke rumah orang tuaku."
Deg,
"M-Mas?"
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂