Chen Huang, seorang remaja berusia 15 tahun, menjalani hidup sederhana sebagai buruh tani bersama kedua orang tuanya di Desa Bunga Matahari. Meski hidup dalam kemiskinan dan penuh keterbatasan, ia tak pernah kehilangan semangat untuk mengubah nasib. Setiap hari, ia bekerja keras di ladang, menanam dan memanen, sambil menyisihkan sebagian kecil hasil upahnya untuk sebuah tujuan besar: pergi ke Kota Chengdu dan masuk ke Akademi Xin. Namun, perjalanan Chen Huang tidaklah mudah. Di tengah perjuangan melawan kelelahan dan ejekan orang-orang yang meremehkannya, ia harus membuktikan bahwa mimpi besar tak hanya milik mereka yang berkecukupan. Akankah Chen Huang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dan menggapai impiannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 29 — Penguasaan Teknik
Waktu berlalu dengan cepat, satu bulan penuh latihan keras kini telah berlalu. Di tepi sungai yang menjadi tempat latihan mereka, Chen Huang dan Ning Xue berdiri berdampingan. Angin lembut menyapu wajah mereka, membawa aroma khas pegunungan.
Chen Huang memutar belati di tangannya, menunjukkan penguasaan total atas "Jurus Belati Terbang." Dengan satu lemparan, belati itu meluncur lurus ke arah sebuah batu kecil di kejauhan. Namun, tiba-tiba, belati itu berbelok ke kiri dengan tajam sebelum akhirnya menancap tepat di target lainnya yang lebih sulit.
Ning Xue yang menyaksikan itu mengangguk kagum. "Chen Huang, kau benar-benar luar biasa. Sekarang aku mengerti kenapa teknik itu disebut 'Belati Terbang.' Kau bahkan bisa mengubah jalurnya!"
Chen Huang tersenyum puas. "Itu berkat latihan tanpa henti dan… dorongan darimu, Ning Xue."
Di sisi lain, Ning Xue memegang pedangnya dengan percaya diri. Gerakannya telah jauh lebih halus dibandingkan sebulan yang lalu. Setiap ayunan pedangnya kini memiliki presisi dan kekuatan yang sesuai dengan teknik pedang dasar. Ia telah menguasai dasar-dasar yang penting untuk membangun keterampilan pedangnya ke tingkat yang lebih tinggi.
"Chen Huang," kata Ning Xue sambil memandang temannya, "sore ini kita akan diuji. Kau siap?"
Chen Huang mengangguk dengan mantap. "Tentu saja. Bagaimana denganmu, Ning Xue?"
Ning Xue tersenyum kecil. "Aku tidak akan kalah darimu."
...
Sore itu, suasana di Akademi Xin terasa berbeda. Murid-murid baru berbondong-bondong menuju lapangan utama, tempat ujian teknik akan dilaksanakan. Lapangan itu adalah area terbuka yang luas, dengan arena melingkar di tengahnya yang dikelilingi oleh kursi batu untuk para guru dan tetua akademi.
Chen Huang dan Ning Xue berjalan beriringan, mengenakan seragam biru muda Akademi Xin yang telah menjadi identitas mereka selama sebulan terakhir. Di kejauhan, mereka melihat banyak murid lain yang juga menuju lapangan, termasuk beberapa wajah yang akrab seperti Lei Hua, Ma Yue, dan Zhang Meng.
"Sepertinya semua orang terlihat tegang," kata Ning Xue, melirik sekelilingnya.
Chen Huang tersenyum kecil. "Itu wajar. Ujian ini akan menentukan apakah kita layak mendapatkan buku teknik baru. Aku yakin mereka semua ingin memberikan yang terbaik."
Saat tiba di lapangan, mereka melihat guru Ling sudah berdiri di tengah arena. Pria itu, dengan pakaian putih khas senior akademi, memancarkan aura tegas dan berwibawa. Di sisi arena, ada meja panjang tempat beberapa guru lain duduk, bersiap untuk menilai kemampuan para murid baru.
"Baiklah," ujar Chen Huang, menatap lapangan. "Saatnya menunjukkan hasil kerja keras kita, Ning Xue."
Ning Xue mengangguk, matanya bersinar penuh semangat. "Ayo kita buktikan bahwa kita pantas berada di sini."
Mereka berdua bergabung dengan kelompok murid lainnya, berdiri di barisan dengan penuh percaya diri. Kini, ujian yang mereka nantikan selama sebulan terakhir akan segera dimulai.
Tidak berselang lama, Guru Ling melangkah ke depan dengan sikap tegas. Matanya menyapu ke seluruh murid baru yang berdiri dengan penuh harap dan ketegangan. Dengan suara yang lantang, ia memulai sambutan.
"Sebulan telah berlalu sejak kalian pertama kali menapakkan kaki di Akademi Xin sebagai murid baru. Hari ini, kalian akan menunjukkan hasil dari kerja keras kalian. Ingat, teknik bertarung bukan hanya soal kekuatan, tapi juga kontrol, strategi, dan dedikasi. Jangan takut gagal, karena keberanian kalian untuk mencoba adalah awal dari keberhasilan!"
Setelah itu, Guru Ling memandang daftar nama di tangannya. "Sekarang, kita akan memulai ujian teknik. Aku akan memanggil satu per satu. Tunjukkan teknik yang telah kalian pelajari, dan buktikan bahwa kalian layak untuk melangkah ke tahap selanjutnya."
"Zhang Meng!" panggil Guru Ling dengan nada lantang.
Dari barisan, Zhang Meng melangkah ke tengah arena. Wajahnya penuh percaya diri, dan tubuhnya yang tinggi tegap memancarkan aura dominasi. Ia mengenakan sarung tangan besi tebal di kedua tangannya, senjata yang menjadi ciri khasnya.
"Teknikku adalah Tangan Besi Pemecah Gunung," ujar Zhang Meng sambil membungkuk hormat kepada Guru Ling.
Guru Ling mengangguk. "Mulailah!"
Zhang Meng memasuki posisi bertarung. Ia mengarahkan pandangannya ke sebuah pilar batu besar yang telah disiapkan di tengah arena. Dengan satu langkah besar, ia melompat ke depan, tinjunya mengarah langsung ke pilar itu.
DUAR!
Sebuah suara keras menggema saat tinju Zhang Meng menghantam pilar. Retakan besar langsung muncul di permukaan batu itu. Ia tidak berhenti di situ. Dengan serangkaian pukulan cepat dan kuat, ia menghancurkan pilar tersebut hingga menjadi serpihan kecil.
Sorakan kecil terdengar dari beberapa murid. Zhang Meng membalikkan badan dengan angkuh, melihat ke arah Guru Ling.
"Teknik yang cukup baik," komentar Guru Ling sambil mencatat sesuatu di tangannya. "Namun, kendalikan energimu agar tidak terlalu boros."
Zhang Meng membungkuk hormat lagi, lalu kembali ke barisan dengan senyum penuh kepuasan.
"Lei Hua!"
Gadis cantik berambut biru panjang melangkah ke tengah arena. Langkahnya anggun, dengan sorot mata penuh ketenangan. Ia membawa sebuah pedang sebagai senjatanya.
"Teknikku adalah Langkah Angin Ringan," ujar Lei Hua dengan nada lembut.
"Perlihatkan."
Lei Hua memasuki posisi awal. Dalam sekejap, tubuhnya bergerak dengan kecepatan luar biasa. Dengan tekniknya, ia melompat-lompat di sekitar arena, menyerang target-target kayu yang disiapkan dengan presisi. Setiap serangan pedangnya terdengar lembut, namun dampaknya luar biasa.
Swooosh! Slash! Slash! Slash!
Dalam hitungan detik, semua target runtuh tanpa perlawanan. Yang membuat kagum, tidak ada jejak kaki Lei Hua di tanah; ia benar-benar bergerak seperti angin yang melintas tanpa meninggalkan bekas.
Guru Ling mengangguk puas. "Teknik ini menunjukkan penguasaan gerak dan keseimbangan. Terus tingkatkan, Lei Hua. Potensimu besar."
Lei Hua tersenyum kecil, membungkuk, lalu kembali ke barisan dengan sikap tenang.
"Ma Yue!"
Gadis berambut hitam panjang melangkah dengan ekspresi dingin. Ia tidak membawa senjata, karena teknik yang ia pelajari menggunakan tangan kosong.
"Teknikku adalah Cakar Bayangan," katanya singkat.
"Silakan mulai."
Ma Yue mengambil posisi rendah, tubuhnya condong ke depan seperti seekor kucing yang bersiap menerkam. Dalam sekejap, ia melesat ke depan. Gerakannya cepat dan mengintimidasi, serangannya diarahkan ke boneka latihan yang telah dipersiapkan.
Slash! Slash!
Dengan gerakan tajam, Ma Yue mencabik boneka itu dengan jari-jarinya yang diperkuat oleh energi spiritual. Bayangan serangannya terlihat seperti tangan yang lebih besar, memberikan kesan bahwa serangannya memiliki jangkauan yang jauh lebih luas. Dalam waktu singkat, boneka itu hancur berkeping-keping.
Guru Ling mengangguk dengan wajah serius. "Teknik ini efektif, namun hati-hati dalam mengontrol bayanganmu. Terlalu fokus pada serangan bisa membuatmu lupa bertahan."
Ma Yue hanya mengangguk kecil, tanpa ekspresi. Ia kembali ke barisan dengan tenang.
Ketiga murid ini telah menunjukkan kemampuan mereka masing-masing. Suasana di lapangan menjadi semakin tegang, menunggu nama berikutnya dipanggil.